🌼🌼🌼
Semalam, Seli memberitahuku bahwa dia tidak bisa sekolah karena ada acara keluarga.Mataku melirik kursi disebelahku, harus duduk sendirian hari ini. Si biang kerok belum datang. Mungkin kesiangan lagi. Padahal teman kelasku sudah berdatangan.
Sambil menunggu bel berbunyi, aku membaca novel. Ah tidak seru jika Seli tidak sekolah.
"Pagi Ra" Aku mendongak, kukira Ali akan terlambat. Justru penampilannya juga lumayan rapi.
"Pagi Ali" Jawabku singkat, lalu kembali membaca.
"Seli si penyihir belum datang Ra?"
"Seli izin tidak sekolah" Aku berbicara tanpa mengalihkan pandanganku dari novel."Oh. Kalau begitu aku duduk disebelahmu ya" Seketika aku menoleh, dia sudah duduk. Si biang kerok ini serius? Ah bisa-bisa aku tidak bisa fokus belajar.
"Kamu keberatan Ra?" Aku hanya menggeleng singkat sambil membaca. Tapi Ali, dia tidak mengerti. Justru mendekatiku.
"Baca novel apa sih? Sibuk sekali"
Ini yang aku khawatirkan. Ali ini tidak pernah berfikir bagaimana rasanya menjadi perempuan. Aku mendorongnya."Menjauhlah!" Setelah itu aku bergeser menjauhi Ali. Tidak baik untuk jantungku.
"Aku sudah mandi Ra"
Argh-lupakan. Ali tidak mengerti apapun.Pelajaran berlangsung. Aku sibuk menyalin tulisan di papan tulis.
"Ra.. pinjam pulpen"
"Ambil di tempat pensil"
"Oke. Thanks Ra sayang"Tanganku yang sedang menulis terhenti. Aku meliriknya sambil menaikan satu alisku. Dengan polosnya dia tersenyum lebar. Matanya menyipit, seperti menghilang. Persis anak kecil yang tidak bersalah apapun. Hey kenapa dia harus memanggilku dengan kata itu! Tidak.. tidak.. mungkin aku salah dengar. Jangan hiraukan biang kerok ini. Lebih baik fokus menulis.
Jam istirahat. Aku membereskan alat tulisku lalu menyimpannya dikolong meja.
"Ra ayo ke kantin. Aku traktir"
Bagiku, Seli tidak sekolah adalah bencana. Aku harus berduaan dengan si biang kerok seharian? Yaampun ini buruk sekali.
Kami berjalan beriringan. Canggung. Seperti orang yang tidak saling kenal. Cuacanya berangin. Saat melewati lapangan, tiba-tiba pasir menerpa mataku.
"Aduhh" Mataku perih, aku berusaha membuka mataku. Lalu menguceknya.
"Kenapa Ra?"
"Kelilipan!"
"Mana aku lihat"
"Tidak perlu!"Sial. Mataku terus berair. Debu-debu ini kurang kerjaan! Kenapa harus terbang pada mataku.
"Sini aku tiup Ra"
Bodohnya, aku menurut pada Ali. Dia lalu meniupi mataku perlahan. Bisa dibayangkan? Seberapa dekatnya jarak wajahku dan Ali? Dalam hati aku berdoa, pipiku tidak berubah merah."Sudah lebih baik?"
Ali sedikit menunduk, mensejajarkan tingginya denganku. Aku malu, lagi-lagi mendorong Ali, lalu berjalan cepat menuju kantin."Kamu mau apa Ra? Nanti aku pesankan"
"Terserah. Samakan"
"Oke"Ali berlalu memesan makanan. Kantin sekolah sangat penuh. Banyak sekali murid-murid yang kelaparan. Antrian setiap kedai sangat panjang. Aku menunggu sambil memainkan handphoneku.
Ali kembali membawa makanan dan minuman. Lalu kami segera menyantapnya. Masih canggung. Tidak ada percakapan. Aku benci suasana ini.
"Ra?"
"Hmm"
"Kita bicara apa ya?"
"Aku tidak tahu"Apa-apaan itu? Topik apa barusan. Sangat tidak jelas. Beberapa menit kemudian lenggang lagi.
"Ra kamu punya rencana kuliah dimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone(RaSeLi)
Fiksi RemajaPersahabatan diantara tiga remaja SMA yaitu Raib, Seli dan Ali, seiring berjalannya waktu mulai berubah. Sesuatu yang nampak kian terlihat. Tentang Ali yang tidak menyadari perhatiannya yang lebih pada Raib. Hingga menyebabkan Raib bertanya-tanya da...