20

50 6 6
                                    

Nadia segera menyusul Aldo yang sudah jauh berada di depannya. Nadia sangat merasa bersalah karena sudah menolak Aldo untuk yang kesekian kalinya. Ia saja hanya tahu rasanya dikejar, tanpa tahu bagaimana rasanya ditolak, pasti sakit.

"Bareng Aldo lagi lo?" tanya Bela kepada Nadia yang sedang mengeluarkan buku-buku dan alat tulisnya.

"iya bareng Aldo," jawab Nadia.

"Boncengan?" tanya Bela dibalas anggukan Nadia.

"Tumben. Lo sama Aldo udah sampe tahap mana?"

Nadia pura-pura tak mendengar, ia bingung harus menjawab apa. Memangnya dirinya dengan Aldo sedang menjalani hubungan apa? Ia terlalu malas untuk menjawabnya.

"Lo udah mulai suka sama Aldo ya Nad?" tanya Bela kepo.

Nadia mengangkat bahunya sebagai respon bahwa ia juga tidak tahu. Ia masih tak yakin dengan hatinya.

"Bilang aja kali Nad," ujar Bela yang lagi-lagi tak direspon oleh Nadia.

"Bel," panggil Nadia.

"Apa?"

"Menurut lo, misal kita kalau lagi suka sama seseorang tuh gimana?" tanya Nadia dengan suara agak berbisik agar Aldo yang duduk di belakangnya tidak mendengar.

"Gimana apanya?"

"Ya ciri-cirinya gitu."

"Lo udah mulai suka sama Aldo kan?" tanya Bela dengan suara pelan agak berbisik seperti  Nadia juga, tak nyaring seperti biasanya, "Kayaknya ada tanda-tanda bakal traktiran nih."

"Nggak, kan cuma misalnya. Jawab aja pertanyaan gue Bel," ujar Nadia.

"Ciri-cirinya ya gini, nanyain hal-hal yang berhubungan tentang jatuh cinta ke orang terdekat. Lo pasti mulai suka kan? Mau buka hati buat Aldo?"

"Gue masih ragu Bel," lirih Nadia.

"Gue yakin dia ga mungkin nyakitin lo kok Nad, apalagi gue denger-denger dia udah ngejar lo dari dulu," ujar Bela meyakinkan Nadia, "Tapi, itu semua tetap ada di tangan lo."

"Kalau menurut lo?"

"Ya gas aja lah Nad."

"Ngg okey, makasih sarannya."

****
Kantin sekolah kini dipenuhi oleh orang-orang yang sedang kelaparan dan ingin segera mengisi perutnya. Begitupun dengan Nadia dan Bela, mereka juga ingin mengisi perut mereka yang sudah berbunyi sedari tadi. Sepertinya, ulat-ulat penghuni perut mereka sudah memberontak meminta makanan.

"Duduk disana yuk Nad," Bela menunjuk salah satu bangku yang sudah berisi Aldo dan juga Gian.

"Yakin mau disana?" tanya Nadia.

"Yuk lah, hitung-hitung lo bisa yakinin diri kalau beneran suka atau ngga," Bela menarik tangan Nadia agar mengikutinya ke arah bangku milik Aldo.

"Gue gabung disini ya," ujar Bela kepada Aldo, "Ohh iya do, gue mau duduk sama Gian dong."

Dengan senang hati, Gian segera pindah tempat duduk menuju ke hadapan Aldo. Mau tak mau, Nadia harus duduk bersama Aldo.

"Mau makan apa nih," tanya Gian.

"Gue samain kek kalian aja," jawab Aldo datar.

"Gue samain kek kalian juga," beo Nadia.

"Oke, gue sama Gian mau pesen dulu ya. Pdkt dulu aja kalian berdua, biar bisa cepet traktiran." Gian dan juga Bela segera beranjak untuk memesan makanan, meninggalkan Nadia dan Aldo berdua.

"Nanti pulang sekolah mau jalan ga?" tanya Nadia pelan.

"Gue masih capek," jawab Aldo singkat.

Nadia merebahkan kepalanya di pangkuan tangannya yang berada di meja. Ia menatap ke arah Aldo.

"Maaf ya, gue masih bingung," gumam Nadia tak bersuara.

Aldo menjulurkan tangannya ke arah rambut milik Nadia, lalu mengelusnya secara perlahan.

"Gue ngerti kok, gue pasti nunggu," ujar Aldo yang tak disangka oleh Nadia bahwa Aldo mendengarkan ucapannya barusan.

Nadia tersenyum dengan rona merah yang mulai muncul di pipinya.

"Lo lucu kalau pipinya merah gini," ujar Aldo tetap mengelus rambut Nadia.

"Merah kenapa?" Nadia menutup kedua pipinya dengan telapak tangannya.

"Gapapa, itu wajar kalau deketan sama cowok ganteng. Emang sering muncul," ujar Aldo dengan santai.

"Ish gue malu, lo yang rese balik lagi," Nadia kembali menutup pipinya, bahkan wajahnya.

"Halo Aldo," sapa Cika sambil menatap tajam Nadia.

Cika segera duduk disebelah Aldo sambil menggandeng lengan Aldo manja.

"Aku kangen banget tahu sama kamu," ujar Cika mengeratkan pegangannya kepada Aldo.

"Lo ngapain sih Cika, nggak punya malu banget. Kita tuh udah putus sih," ujar Aldo sambil melepaskan pegangan tangan Cika dari lengannya.

"Emangnya aku pernah setuju kita putus?" tanya Cika tak terima saat Aldo mengatakan bahwa hubungan mereka sudah berakhir.

"Lo ga inget kita puutus gara-gara apa? Perlu gue ingetin? Kita tuh putus gara-gara kelakuan lo juga."

"Nggak, pokoknya aku ga mau putus sama kamu Aldo," rengek Cika yang kini sedang memeluk lengan Aldo.

"Cika lepasin bisa ga? Lo lagi dilihatin yang lain,"  Aldo berusaha melepaskan pelukan Cika darinya.

"Apa-apaan sih kamu Do. Kamu tega putusin aku cuma gara-gara cewek ini," teriak Cika dengan suara yang sangat nyaring, menyebabkan hampir seluruh penghuni kantin menatap ke arah Nadia.

Sebagian penghuni kantin yang melihat adegan itu mulai berbisik-bisik. Banyak dari mereka percaya dengan perkataan Cika barusan, meskipun ada juga sebagian yang tidak mempercayai itu karena sudah tahu sifat Cika.

Nadia menundukkan kepalanya, saat ini ia hanya bisa merasa malu. Bagaimana tidak? Saat ini ia sedang difitnah sebagai perusak hubungan orang, mendengarkannya saja Nadia tidak tertarik.

"Lo yang apa-apaan! Malah lo kan yang sengaja mau rusakin hubungan gue sama Nadia!" ujar Aldo dengan nada yag sudah agak meninggi tak bisa menahan emosinya.

Cika mulai menangis mendengar bentakan Aldo, "Kamu kok tega banget marahin aku."

Bukannya kasihan, Aldo semakin muak dengan mantannya yang sedang menangis di hadapannya. Ia tak terima Nadia dijelek-jelekkan seperti itu oleh Cika, apalagi ini sedang ada di kantin.

"Pergi sekarang aja bisa nggak? Jangan ikut campur ke hidup gue lagi," ujar Aldo yang sudah mulai bisa meredakan emosinya.

Cika tetap diam sambil menghapus air matanya, kemudian ia segera pergi dari kantin. Entah Cika merasa malu atau tidak.

"Barusan lagi ada pertunjukan apa nih?" tanya Gian yang baru datang meminta penjelasan, "Kok barusan ada nenek lampir ke sini, pasti cari masalah lagi ya?"

"Dia kalau datang kesini ngapain sh? Kayaknya bawa emosi mulu," sahut Bela.

"Cika barusan ngapain kesini Do?" tanya Gian lagi, karena masih belum menerima jawaban dari Aldo.

"Biasa," jawab Aldo singkat.

"Lo santai aja Nad, Cika kalau  dateng emang gitu. Bawaannya kayak setan," ujar Gian menenangkan Nadia yang sedang murung.

*****

Yeayyy ga kerasa udah 20 bab aja. Rencananya aku bakalan tamatin cerita ini di part 25-30 gitu, menurut kalian enaknya di part berapa?

My Chatty Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang