28

34 6 6
                                    

"Selamat pagi Nadia," sapa Aldo sambil menyodorkan sebuah helm ke arah Nadia.

"Luka lo masih belom sembuh juga?" Nadia menatap luka dan memar yang ada di wajah Aldo dengan seksama, sepertinya obat yang kemarin tidak bekerja secara maksimal.

"Belum nih, kenapa? Lo ga rela muka gue kenapa-napa ya," goda Aldo.

"Masih pagi udah nyebelin, yuk berangkat."

Aldo mulai menjalankan sepeda motornya untuk menuju ke sekolah.

"Nad," panggil Aldo.

"Apa?"

"Jalannya minggu depan aja ya. Gue masih luka-luka gini malu sama orang-orang."

Yahh masih minggu depan, batinnya. Padahal Nadia sudah sangat ingin untuk jalan-jalan bersama Aldo. Jika dulu Aldo harus memaksa Nadia untuk pergi jalan, mungkin nanti Nadia yang akan memaksa Aldo untuk perrgi jalan. Tak terasa semua sudah mulai berubah, rasa yang ada di dalam diri Nadia juga mulai berubah.

"Lo juga bisa malu?" Pertanyaan itu yang akhirnya keluar menutupi rasa kecewanya.

"Ya gue malu lah, masa muka gue bonyok gini malah jjalan sama cewek cantik kayak lo."

"Ini udah ke berapa kalinya lo naik sepeda motor gue?"

"Gatau, ga peduli," jawab Nadia.

"Masa gitu aja lo lupa. Padahal pas ketiga kalinya gue nembak lo di sepeda ini, meskipun ditolak juga."

"Terus sekarang lo mau nembak gue lagi?"

Aldo menggeleng, "Nggak dulu."

"Kenapa?"

"Emangnya lo mau ditembak gue?"

"Lo udah nyerah?" tanya Nadia. Pertanyaan ini bukan pertanyaan dengan nada menyuruh Aldo menyerah seperti biasanya, kali ini ada nada khawatir, khawatir Aldo menyerah, padahal dirinya sudah mulai ada rasa.

"Mana ada Aldo nyerah? Menyerah gaada di kamus gue."

Nadia mengembuskan nafasnya lega, untung saja, batinnya.

"Terus kenapa ga nembak gue?"

"Lo udah siap terima gue? Kalau belum gapapa, gue masih capek buang-buang tenaga."

"Selama ini buang-buang tenaga?" tanya Nadia mengerutkan dahinya.

"Iya, tapi udah dibayar sama lo tiap hari."

"Dibayar pake apa?"

"Lo cuekin gue terus marah-marah. Itu semua nambah tenaga gue."

"Aneh."

"Ya biarin yang penting gue bahagia."

Nadia yang ada di belakang Aldo hanya bisa tersenyum sambil mengeratkan pelukannya. Saat ini memeluk Aldo sudah menjadi hal yang lumrah bagi Nadia, benar, semuanya memang sudah mulai berubah.

*****

Kelas Nadia saat ini sangat ramai dengan suara teman-temannya. Ada yang sedang bercerita pengalaman mereka, gossip yang sedang hangat-hangatnya, cogan, bias mereka dan banyak lagi. Ada juga yang sedang berlarian kesana kemari, menoret-coret papan di depan kelas atau duduk di pojokan sambil bermain hp, semuanya bermacam-macam. Semua kegiatan ini dilakukan karena tidak ada guru, jamkos, lagi.

"Do muka lo kok ungu-ungu gitu sih," tanya Gian yang baru melarikan diri dari kelasnya  untuk ke kelas Nadia, menghampiri Bela untuk ngapel.

"Biasa cowok," jawab Aldo menunjuk ke arah mukanya.

Kini mereka sedang berkumpul, Aldo, Nadia, Gian dan juga Bela. Sedangkan Kevin berkumpul dengan teman-teman cowok di kelasnya, mabar.

"Berantem sama siapa lo? Tumben banget, dulu pas SMP juga lo ga pernah berantem,"  ujar Gian yang masih menatap luka-luka yang ada di muka Aldo, "Pasti gara-gara Nadia ya?"

Nadia yang dituduh menatap tajam Gian, "Kok gara-gara gue sih."

"Ya siapa lagi, hayoloh lagi deket sama siapa sampe Aldo berantem gini," Gian menyipitkan matanya sambil menunjuk Nadia.

"Ihh bukan gue,  ngapain juga gue deket-deket sama  cowok lain" ucap Nadia.

"Lah terus siapa?"

"Ya pokoknya bukan karena Nadia Yan."

"Tuh dengerinnn," ujar Nadia yang menerima pembelaan dari Aldo.

"Iya denger Nad, denger." Gian kembali  bertanya kepada Aldo, "Lo berantem gara-gara cewek lain?"

"Jangan banyak tanya lah Yan, kepo banget sih."

"Nahh berarti gara-gara cewek lain. Nad lihat Nad, masa Aldo berantemin cewek lain," adu Gian.

"Gue udah tau Yan. Lo berisik banget sih, kayaknya sekarang lebih berisik dari Aldo. Bela kok mau sih sama lo." Nadia menatap Bela, "Bel kok lo mau sih sama dia."

"Ya mau gimana lagi," jawab Bela membuat Aldo dan Nadia tertawa.

Gian menatap Bela tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Bela, "Kamu kok gitu sih."

"Nggak cuma bercanda."

"Yang bercanda tuh harusnya serius sih Yan," ujar Aldo, lalu kembali tertawa.

*****

Nadia menghampiri Kevin yang  kini sedang berada di perpustakaan, tadi Kevin yang menyuruhnya.

"Kenapa Vin?" tanya Nadia dengan suara yang agak dipelankan, karena  ini perpustakaan. Ia tak  mau mendapat pelototan dari ibu penjaga perpus yang galak.

"Gapapa,  pengen bicara aja. Tadi lo pas di kelas sibuk sama Aldo terus sih," ujar Kevin.

"Hehe iya, gue lupa kalau ada lo."

"Huhh gue-nya dilupain mulu." Kevin menutup buku yang sedari tadi ia baca sambil menunggu Nadia. "Lo mau bantuin gue gak?"

Nadia mengangguk, "Mau dong, kan lo temen gue. Minta tolong buat apa lo?"

"Gue mau minta maaf."

"Minta maaf? Ke siapa?" tanya Nadia.

"Ke Aldo. Bilangin sama dia, maafin gue soalnya kemarin kelepasan, kebawa emosi."

Nadia tersenyum karena Kevin mau meminta maaf, "Dia pasti udah maafin lo kok."

"Iya, tapi tolong bilangin lagi ke dia, dari gue."

"Iya, lo kenapa ga bicara sendiri sama Aldo?"

"Takutnya nanti canggung, awkward gitu."

Nadia mengangguk mengerti, "Oke."

"Lagian temen gue ini kan calonn pacarnya Aldo, pasti di dengerin," ujar Kevin dengan senyum meledek.

"Ish lo nyebelin," Nadia memukul pelan lengan Kevin.

My Chatty Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang