30

54 6 7
                                    

Sepeda motor milik Aldo sudah terparkir di depan sebuah taman yang agak sepi pengunjung, hanya ada beberapa pengunjung yang sepertinya sedang berpacaran.

Aldo membukakan helm milik Nadia, lalu merapikan rambutnya.

"Kita duduk-duduk disana yuk." Aldo menunjuk sebuah bangku kosong di sana. Nadia mengangguk setuju sebagai jawaban. Aldo segera menggenggam tangan Nadia, lalu membawanya ke bangku kosong itu.

"Enak ya ternyata duduk-duduk di taman gini," ujar Nadia sambil melihat sekelilingnya.

"Iya enak apalagi ditemenin gue, ya gak?" tanya Aldo.

"Pd-nya tetep aktif."

Aldo tertawa mendengar ucapan Nadia, "Haha ya biarin. Ehh, mending kita sambil cerita-cerita aja disini gimana?"

"Lo aja yang cerita, gue ga ada bahan cerita."

"Oke."

Nadia agak memiringkan badannya ke arah Aldo, agar bisa mendngarkan cerita Aldo dengan jelas tanpa menolah-noleh.

"Inget pas petama kali kita ketemu ga?" tanya Aldo sambil mengingat masa itu.

Nadia mengangguk, memangnya siapa yang tidak akan ingat dengan pertemuan pertama yang mengesalkan dan bodoh itu, "Inget."

"Pas kita masih kelas 8.  Bodoh ya gue bisa sampe keceplosan, tapi ya mau gimana lagi,lo emang cantik waktu itu, hehe." Aldo terkekeh pelan mengingat ekspresi Nadia saat itu, "Sejak saat itu gue mulai suka sama lo, ya meskipun disebut cinta monyet. Asal lo tahu, waktu itu gue cari-cari semua  info tentang lo, mulai nomor hp, tanggal ulang tahun, orang tua, saudara, rumah atau bahkan teman-teman terdekat lo. Untung aja waktu itu ada Gian yang sedikit ngurangin beban gue."

Nadia mendengarkan semua omongan Aldo sambil membayangkan semua adegan yang terjadi pada saat itu.

"Setelah gue ditolak berkali-kali sama lo, gue akirnya nyerah, nyerah karena lo yang kayaknya ngerasa gue itu ga ada, ga pernah nganggep gue ada. Sampe akhirnya Cika datang ke hidup gue, dia nembak gue, gue sih agak kaget waktu itu."

Jangankan Aldo, Nadia saja kaget mendengarnya. Padahal menurutnya Cika tergolong wanita yang cantik, sangat cantik.

"Mau gak mau gue terima, gue juga mau lupain lo waktu itu, meskipun Gian udah ngelarang. Ga lama pacaran, Cika selingkuh dari gue, padahal gue udah percaya sama dia, mungkin sekarang lo bilang dalam hati, kecil-kecil udah sok selingkuh." Nadia tersenyum mendengar perkataan Aldo, ia pikir Aldo tidak mengingat perkataannya itu.

"Masuk ke jenjang SMA, lo tahu kenapa kita bisa satu sekolah bareng? Gue juga cari info yang paling akurat tentang lo mau masuk sekolah dimana, gue sih bingung waktu itu takutnya Lo ga sekolah di sana dan gue malah salah sekolah di sana. Untungnya, hari pertama masuk sekolah, gue langsung ngelihat lo, lagi baca pembagian kelas di mading. Gue bahagia waktu itu, apalagi pas tahu kalau kita sekelas, pokoknya berasa bahagiaaa banget. Tapi, gue agak kecewa, karena sikap lo ke gue masih tetap sama, masih Nadia yang cuek dan suka marah-marah, masih Nadia yang suka nolak perasaan gue. Gue aja masih belum nyangka kita sudah bisa sedekat ini, sudah sedekat nadi."

Aldo diam sebentar ia menatap mata Nadia tulus, ia menggeser badannya agar bisa lebih dekat dengan Nadia. Aldo mengambil kedua tangan Nadia, lalu menggenggamnya.

"Sekarang gimana? Lo udah jadi Nadia yang bisa nerima perasaan gue belum? Lo mau jadi pacar gue?" tanya Aldo, menunggu jawaban dari Nadia dengan penuh harap.

Nadia tersenyum mendegar semua ucapan Aldo, ia tersenyum mendengar cerita Aldo tentang dirinya dan Aldo yang tak terasa sudah sepanjang itu. Dengan malu-malu dan tulus Nadia menjawab, "Gue udah jadi Nadia yang bisa nerima perasaan lo. Gue mau jadi pacar lo."

Aldo menatap Nadia tak percaya, sekarang ia sudah resmi menjadi pacar Nadia, pacar seorang Nadia, seorang wanita yang sudah ia kejar selama beberapa tahun. Aldo segera memeluk Nadia senang bukan main, rasanya ia saat ini sudah terbang mendengar jawaban Nadia.

"Ternyata doa Bunda beneran manjur," ujar Aldo, lalu terkekeh pelan.

Ia melepas pelukan itu, mengeluarkan sebuah kotak dari kantong celananya.

"Gue beliin lo kalung," Aldo mengeluarkan kalung itu lalu memasangkannya di leher Nadia, "Untung lo terima gue, jadi kalungnya ga kebuang sia-sia."

Nadia melihat kalung yang sudah terpasang di lehernya, Nadia juga merasa senang. "Makasih ya, udah mau perjuangin gue."

Aldo kembali membawa Nadia ke dalam dekapannya, ke dalam pelukannya.

Malam ini adalah malam yang paling bahagia menurut Aldo dan juga Nadia. Untuk pertama kalinya mereka berpelukan, resmi dengan status yang baru.

Tak terasa, semuanya memang sudah benar-benar berubah. Aldo yang menyebalkan kini sudah menjadi Aldo yang menyenangkan. Nadia yang membenci Aldo, kini sudah mencintai Aldo.

SELESAI

*****

Huwaaa akhirnya cerita ini selesai juga, aku bangga sama diri aku sendiri. MCB adalah cerita pertama yang berhasil aku tamatin, padahal rencananya aku mau tamatin AWRJF dulu, tapi saat aku sudah ngetik selesai di cerita ini, AWRJF masih sisa 2 part lagi. Makasi semuanya yang sudah selalu support aku, yang selalu baca cerita-cerita aku, I LOVE YOU ALLLLLLLL!

Ditulis pada 11 Desember 2020 / 16:10 / Ditemani rintikan hujan
Dipublikasikan pada 19  Desember 2020 / 19:50 / Ditemani rintikan hujan

My Chatty Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang