21

52 7 4
                                    

Malam ini Nadia akan pergi ke pasar malam bersama Aldo, Arjun dan juga Cinta. Mereka sudah berada di dalam mobil dengan Arjun yang sedang menyetir, Cinta duduk di sebelah Arjun dan Aldo serta Nadia yang duduk di belakang mereka.

"Udah lama kita ga ke pasar malam," ujar Cinta mencairkan suasana.

"Iya, terakhir kali tuh pas Nanad masih SMP kan ya," ucap Arjun yang tetap fokus menyetir.

"Iya, Nanad juga udah lama banget ga ke pasar malam," sahut Nadia dari belakang.

"Dulu mah Nanad masih bocah, eh sekarang udah ada pacarnya aja. Ya meskipun tingkahnya tetep kayak bocah," Arjun tertawa sambil melirik ke arah Aldo, "Aldo kok diem aja? Bercanda-bercanda bareng bisa kali."

"Hehe iya bang," jawab Aldo kikuk, maklum baru pertama kali jalan sama kakak ipar.

"Aldo kalau lagi di sekolah biasanya berisik banget, ya sama deh kayak Bang Arjun. Tapi, pas lagi bareng gini jadi diem, mungkin kalah berisik sama Abang," ujar Nadia.

"Emangnya Abang berisik?" tanya Arjun.

"Iyalah!" jawab Nadia dan Cinta serempak.

"Ish sayang kok kamu gitu sih, emangnya aku berisik banget? aku kan berisiknya cuma sama kamu," ujar Arjun menatap arah Cinta.

"Bang bisa diem gak, Nanad mau muntah," ujar Nadia merasa jijik dengan tingkah abangnya yang semakin hari semakin alay dan manja kepada Cinta.

"Iri aja jomblo," teriak Arjun.

"Dih enak aja dibilang jomblo."

"Emang udah pacaran?" tanya Arjun sengaja ingin meledek adiknya ini.

"Hah? Hm-Ya pokoknya jangan ngatain Nanad jomblo deh," kesal Nadia.

"Doain aja bang, semoga cepet disukain balik," jawab Aldo dari sebelah Nadia.

Nadia menatap Aldo tajam, "Lo mah sekali bicara ngeselin, diem aja bisa gak."

"Aamiin, cepet Nad kasih Aldo kepastian," ujar Arjun lalu tertawa.

"Ish Abang ngeselin bangett," teriak Nadia yang membuat seisi mobil dipenuhi gelak tawa.

*****
Pasar malam saat ini sangatlah ramai pengunjung, ada yang berdua, bertiga, berempat atau bahkan sekeluarga. Huh, untungnya saat ini Nadia sudah tidak menjadi nyamuk antara Arjun dan Cinta lagi seperti dulu.

"Kita mau kemana dulu nih?" Aldo menatap Nadia sambil mengngkat alisnya.

"Kita keliling-keliling dulu yuk, siapa tahu ada makanan yang enak."

"Ohh yaudah, yuk," ujar Aldo menyetujui lalu segera menggandeng tangan Cinta untuk mengikutinya.

"Do ada permen kapas tuh beli yuk." Nadia menunjuk ke arah kedai penjual permen kapas yang sedang dikerumuni oleh banyak orang. Rata-rata yang membelinya adalah anak-anak kecil.

Aldo mengalihkan pandangannya ke arah yang sedang Nadia tunjuk. Ia tersenyum melihat kedai permen kapas itu, ternyata Nadia ingin permen kapas. Aldo segera mengangguk dan mengajak Nadia untuk membeli permen kapas itu.

"Mau yang mana dek," tanya bapak penjual permen kapas kepada Nadia.

Nadia cemberut, ah dia sudah SMA kenapa masih saja dipanggil dengan sebutan 'dek'.

"Yang warna pink ya pak satu."

Bapak penjual permen kapas itu segera membuat pesanan milik Nadia dengan memasukkan gula dan juga bahan lainnya.

"Ini permen kapasnya." Bapak itu menjulurkan sebuah permen kapas berwarna pink berukuran agak besar.

Setelah membayar, Nadia dan Aldo segera pergi berkeliling kembali, menikmati ramainya pasar malam.

"Masa gue barusan dipanggil dek sih, jelas-jelas udah SMA," omel Nadia sambil memakan permen kapasnya.

"Harusnya lo tuh bersyukur."

"Bersyukur? Gue dikatain masa harus bersyukur sih."

"Bapak itu manggil lo dek berarti lo awet muda dan terlihat seperti bocah SMP, harusnya lo bangga. Daripada dipanggil tante ya kak," jelas  Aldo.

"Ya tapi gue tetep tersinggung."

Aldo tidak menjawab lagi pernyataan dari Nadia barusan. Ia ingat bahwa cewek memang selalu benar, tidak bisa dibantah.

"Kalau ke pasar malam gini enaknya sama pacar," ujar Aldo tiba-tiba sambil melihat pengunjung lain yang sedang jalan berdua dengan pacar.

Nadia menatap Aldo dengan seksama. Ia mengerti apa yang dibilang Aldo barusan, itu kode namanya.

"Iya, kayak Bang Arjun sama Kak Cinta kan," ujar Nadia pura-pura tak mengerti kode dari Aldo.

Aldo mengangguk kecil.

"Dulu gue pernah diajak ke pasar malam juga sama Abang, bertiga. Sebel banget gue selalu dijadiin nyamuk kalau jalan kemanapun, mana sering ditinggalin sendiri lagi."

"Sekarang kan udah ga jadi nyamuk lagi."

"Iya kalau lagi ada lo, coba gaada pasti sekarang gue udah keliling sediri atau nggak ngeliatin Abang sama Kak Cinta mesra-mesraan di hadapan gue."

"Makanya bareng gue terus biar ga sendirian." Nadia tersenyum sebagai jawaban, meskipun di dalam hatinya ia ingin berteriak bahwa Nadia memang selalu mau bersama Aldo kemanapun.

"Do, ke sana yuk, kayaknya seru tuh. Dulu gue naik itu  bareng Abang sama Kak Cinta." Nadia menunjuk ke arah bianglala yang sama persis seperti bianglala yang dulu ia naiki, meski bianglala yang ada saat ini memiliki lampu-lampu yang lebih indah.

"Yakin mau kesana? Ga mau ke pelaminan aja?" tanya Aldo ngawur.

"Apaan sih, yuk cepet kesana," ajak Nadia yang sebenarnya saat ini sedang malu. Ia ingin berkaca sekarang, ia ingin mengecek apakah pipinya sedang merah atau tidak, menurut Nadia sepetinya iya. Sungguh jantung Nadia berdetak begitu kencang sekarang.

My Chatty Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang