A-4

7.4K 1.2K 60
                                    

Semilir angin bergerak pelan menghempaskan rambut seakan mengusapnya menjadi acak. Tidak ada suara apapun selain angin, tidak satupun walaupun Renjun sudah menunggu jawaban dari Jeno. Tatapan mata Jeno tidak memperlihatkan apapun yang dapat menjadi petunjuk apakah Jeno mau mendengar ceritanya ataupun tidak, hanya ada obsidian gelap yang menatapnya lurus dengan bermacam praduga.

Memutus kontak mata pertama, Renjun mengubah dirinya kembali menjadi manusia dan melangkah keujung tebing mendudukkan diri dengan kaki menggantung kebawah.

Saat ini Renjun hanya ingin mengatakan apapun walau mungkin beresiko membuat Jeno pergi meninggalkannya karena jujur saja ia mulai merasa nyaman dengan kehadiran Alpha itu.

"Aku anggap diammu itu sebagai jawaban iya. Mungkin ini cerita yang membosankan tapi saat kau mulai mendengarkannya kau akan tau apa yang ingin aku sampaikan"

Renjun menghela nafas untuk mempersiapkan dirinya membuka lembaran lama dari memori menyenangkan maupun menyakitkan
"Waktu usiaku sekitar 8 tahun, awalnya aku hanya anak pada umumnya yang hanya mengetahui bermain dan menghabiskan waktu bersama orang tuaku. Semuanya baik-baik saja walau hanya ada kami bertiga, sampai seseorang yang entah dari mana datang kerumah kami ia bilang kalau kami seharusnya mulai pergi dari hutan ini karena keadaan tidak aman, ayahku mengeraskan rahang waktu mendengarnya sedang ibuku memelukku dengan erat sembari membisikkan kata-kata bahwa semua baik-baik saja. Aku masih tidak mengerti kenapa tapi-"

"Cukup, jangan dilanjutkan. Aku tau tujuanmu menceritakan itu semua, kau ingin aku pergi dengan kemauanku sendiri" Jeno menyela cerita dengan meletakkan tangan diatas bibir Renjun

Jeno sejak awal tidak menjawab karena ia memang tidak mau mendengarnya, tapi ternyata Renjun salah menangkap apa yang ia maksud. Melihat hanya ada Renjun di hutan ini Jeno paham sesuatu sudah menimpa kedua orang tua omega itu, Jeno tidak mau mengorek apapun kalau itu dapat membuat omega itu sedih.

"Cukup, tidak perlu menceritakan apapun. Aku akan tetap ada sini walaupun kau mengusirku sekeras apapun, aku akan tetap disini. Aku akan menemanimu hingga kau tidak perlu sendirian lagi, tidak perlu membahayakan diri dan kau bisa bergantung padaku. Pada alphamu"

Renjun sedikit bergetar mendengar segala lontaran kalimat yang keluar. Entahlah ini karena segala ucapan manis alpha tersebut atau memang Jeno sendiri yang membuat Renjun merasa seperti ada kehadiran sosok ayahnya yang mampu membuat ia menangis saat ini juga.

Renjun menangis sesenggukan untuk kedua kalinya setelah ia kehilangan orang tuanya, hidup sendiri dan tidak tau apa yang bisa dilakukan anak kecil berusia 12 tahun ditengah hutan sendiri. Renjun menangis bukan karena ia sedih tapi segala perkataan Jeno mampu membuat ia merasa seperti ia masih dibutuhkan masih bisa ada orang yang menunggunya dirumah saat ia pergi bermain dan ada orang yang memeluknya hangat saat ia ketakutan.

Jeno memeluk Renjun kedalam dekapan hangatnya, menenangkan omega tersebut dan meyakinkan semua pasti akan baik-baik saja selama Jeno ada disampingnya. Tidak hanya Renjun, tapi Jeno pun juga sangat membutuhkan omega itu. Jeno butuh untuk mengisi kembali kehidupan yang telah ia buang sebelum datang kemari, mencoba melupakan masa lalu walaupun bayang-bayang sang ibu yang menagis saat ia pergi masih tercetak jelas.

Tidak hanya Jeno yang akan mengobati Renjun tapi tanpa Renjun sadari ia yang lebih dulu mengobati Jeno.

...
..
.

Renjun mengintip melalui dinding pembatas antara ruang tamu dan dapur, mengamati segala gerak-gerik si alpha dalam mengolah daging yang masih tersisa.

Setelah kejadian tadi pagi dimana ia menangis dipelukan Jeno, Renjun benar-benar malu untuk menampakkan wajahnya. Bagaimana bisa ia tanpa tahu malu menangis seperti itu dihadapan orang asing.

"Kemari dan lihat lebih jelas" Kata Jeno yang sejak tadi sudah menyadari kehadiran omega tersebut

Dengan malu-malu Renjun berjalan mendekat dan mulai memperhatikan lihainya tangan Jeno dalam memotong dan mengolah daging rusa menjadi masakan yang lezat. Renjun bahkan tidak tau semua alat memasak ini berasal dari mana padahal ia sudah 20 tahun tinggal disini.

Jeno dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya dan memberikan piring ketangan Renjun agar omega itu yang menata makanan dimeja. Meninggalkan segala macam peralatan yang masih kotor, Jeno memilih menghampiri Renjun yang sudah duduk menunggu.

Mereka menikmati makanan dengan tenang, Renjun bahkan dibuat memejamkan mata saat sepotong daging rusa sudah masuk kedalam mulutnya. Sungguh rasa masakan Jeno benar-benar enak, rasanya Renjun seperti menemukan kembali definisi makanan yang sesungguhnya setelah bertahun-tahun ia hanya makan ala kadarnya.

"Tuan alpha masakanmu sangat enak" puji Renjun dengan sangat jujur

"Syukurlah kalau kau suka, mulai sekarang panggil saja aku Jeno bukankah aku sudah memberi tau namaku."

"Ya, tapi akan tidak sopan bagiku memanggil orang asing dengan namanya langsung. Tapi karena sekarang kau yang meminta muali sekarang akan aku panggil dengan Jeno"

"Setelah selesai makan tolong kau cuci semua ya, airnya sudah aku siapkan kau tinggal mencucinya aku akan kehutan sebentar"

Renjun hanya menganggukkan kepalanya ia juga tahu diri untuk tidak membebankan semuanya pada Jeno. Sudah bagus Jeno itu bukan sosok alpha yang hanya menyuruh sana-sini dan memandang rendah omega.

Setelah mencuci semua alat masak yang tidak Renjun sangka ternyata banyak juga, Renjun langsung pergi keluar rumah dan duduk santai didepan menikmati semilir angin dan bau hutan yang sejak dulu mampu menenangkan semua rasa letih Renjun. Itu juga yang merupakan salah satu alasan Renjun nyaman berada didekat Jeno.

Cukup lama Renjun duduk disana dan Jeno belum juga kembali, membuat Renjun menjadi sedikit khawatir karena kejadian ini mirip dengan kejadian saat ayahnya pergi, membuat Renjun menjadi was-was.

Melangkahkan kaki memasuki hutan Renjun mencoba berkeliling kemana saja tapi tetap tidak dapat menemukann Jeno dimanapun. Bahkan bau feromon nya saja tercium samar-samar hampir menghilang. Renjun sudah hampir menangis lagi sampai ia mendengar suara aliran sungai yang semakin keras saat ia mendekat.

Sebelumnya Renjun sudah berjanji pada Jeno untuk tidak mendekati sungai tapi hanya satu tempat itu yang belum Renjun datangi di hutan. Jadi semakin cepat Renjun melangkah kesana dan semakin cepat juga ia menghentikan langkah. Melihat apa yang ada didepan Renjun  langsung saja menyembunyikan badan dibelakang pohon besar dengan jantung yang bersegup kencang.

"Aku tidak melihat apapun" kata Renjun mensugesti diri sendiri walaupun wajahnya sudah memerah sampai ketelinga. Demi apapun saat ini Renjun tidak tau harus bagaimana.




Bersambung.....



Chapter 4 sudah update.....
Terimakasih banget buat yang masih nungguin cerita abal-abal ini...  dan maaf karena lama banget up nya, karena di rl akhir-akhir ini lagi sibuk banget sampai aku sendiri capek dan ga ada waktu buat nulis... T^T

Kalau suka jangan lupa tinggalkan votenya....
Terimakasih....



Abu-Abu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang