🍭 Nine

217 59 11
                                    

Evanescent

.

.

.

Pagi ini aku diantar oleh papa. Tidak biasanya beliau mengantarku seperti ini. Biasanya aku hanya akan naik angkutan umum. Sebenarnya papa menyediakan sopir pribadi untukku, tapi kalian tahu? Wanita kejam itu tidak membiarkan ku menikmati segala hal yang papaku berikan untukku, kejam bukan?

Mobil sudah berhenti dan aku tak menyadarinya. "Nak, ayo turun. Udah nyampe ni" papa menyadarkan ku dari lamunanku. "Eh iya pa, aku sekolah dulu ya pa" aku mencium tangan beliau.

"Jaket nya jangan lupa dilepas ya. Takut ditangkap guru" papa tersenyum kepadaku. Pa, sebenarnya jaket ini bukan untuk mengusir hawa dingin pa. Tapi, untuk menyembunyikan dari papa lenganku yang penuh oleh bekas luka.

Aku hanya mengangguk kepada papa. Lalu membuka pintu mobil dan mulai berjalan keluar.

Saat baru saja menapak tanah, aku sudah disambut oleh Yoshi. Dia tersenyum kepadaku, sungguh aku takut papa melihatnya.

"Haai selamat pagi, ni buat lo" dia menyodorkan sekuntum bunga. Apa, bunga? Iya dia sepertinya sudah benar benar gila.

Kekhawatiranku ternyata benar. Papa ternyata belum pergi. Papa melihatku dari tadi. Tentu saja ia heran, siapa lelaki yang mendekati anaknya ini.

"Nak siapa itu?" Papa bahkan turun dari mobilnya. "Eeh pa ini" aku tak menyelesaikan kalimat ku.

"Eh om, kenalin om. Nama saya yoshinori. Om panggil aja Yoshi, saya pacarnya anak om" dia mencium tangan papa, namun anehnya papa menyambutnya dengan ramah.

"waah anak papa udah gede ya. Kamu hutang cerita sama papa nanti" papa bahkan tertawa kecil.

"Apa? Jadi kamu belum bilang ke papa kamu?" Yoshi bertanya seolah itu semua memang benar benar terjadi.

"pasti dia malu shi. Kalau gitu om pulang dulu ya, kamu jagain dia baik-baik. Kapan-kapan main kerumah yaa" papa menepuk nepuk bahu Yoshi. Entah kenapa perasaan tenang dan kesalku datang bersamaan.

"Siap om" Yoshi kembali menyalami papa. Bahkan Yoshi mengantar papa hingga masuk mobil. Menunggui hingga mobil papa benar benar tak terlihat. Dasar modus!

Dia menghampiriku, aku segera berjalan meninggalkannya. Tentu dengan perasaan kesal dan senang bersamaan. Aku tahu dia mengejarku dari belakang, sambil memanggil namaku.

"Lo marah ya sama gue?" itu yang ditanyakannya pertama kali saat berhasil menyusul langkahku.

Aku menatapnya sinis, kemudian kembali melangkah. "Aduh lo kenapa sih?" dia masih setia mengikuti langkahku. Sekarang kami sudah dekat dengan kelas.

"Oooh pasti karena gue ngomong ke papa lo tadi ya?" tanya nya padaku.

"nah tuh kamu tau, kenapa kamu ngomong gitu sama papaku tadi?" aku berhenti melangkah, sedikit marah padanya. Untungnya ini masih pagi, belum banyak orang yang datang.

"ooh jadi lo ga mau jadi pacar gue" sekarang dia malah menunduk sedih.

Kemudian dia berjalan berlawanan arah dari arah kelas kami, berjalan dengan terburu buru. Aku sedikit panik, aku mengikutinya saja. Kemudian.....

***

Evanescent (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang