Hope you like it
and
Happy reading~----oOo----
Dua manusia itu kini saling tatap. Yang satu dengan tatapan sinis, yang satunya lagi dengan tatapan tengil dan senyuman mengejek. Sudah sekitar 2 menit mereka berada di posisi ini. Orang lain yang melihat hanya lewat, tidak peduli. Mungkin jika sudah menarik, mereka akan menonton, bukan melerai.
"Lo udah buang waktu gue tau nggak, sih?" Aerin benar-benar jengah. Hormon Ghrelin pada tubuhnya mulai bekerja, membuat perutnya itu meronta untuk diisi makanan. Aerin ingin segera pergi ke kantin, meninggalkan laki-laki menyebalkan yang kini berdiri menjulang tinggi di depannya ini.
"Punya waktu juga ternyata," ujar Garda, menyenderkan punggungnya tembok. "gue kira waktu lo cuma buat main ke klub aja," lanjutnya.
"Heh!" Aerin menunjuk wajah Garda dengan jari telunjuknya. Menggertakkan giginya tanda kesal. "jangan asal ngomong, ya! Gue bukan cewek kayak gitu."
Garda menegakkan tubuhnya, kemudian menurunkan tangan gadis di depannya. "Gimana kalo gue liat lo masuk ke dalem klub dengan mata kepala gue sendiri? I have the proof, Aerin," Garda memberi tatapan menantang pada Aerin. "pindah ke sini cuma mau ngelonte. Dasar muka dua!"
"Emang lo tau apa, sih, Gar? Kalo gue bilang nggak main ke sana, ya nggak! Kalo iya pun, lo nggak ada hak buat ngurusin hidup gue, kan?" Aerin berseru kesal. "Jangan ikut campur! Ngerti lo?"
"Kalo gitu gue punya hak itu mulai detik ini," Garda tersenyum meremehkan. "dan lo nggak akan bisa ngerubah hak itu."
"Yakin lo punya bukti kalo gue main ke klub? Kalo ngomong tuh disaring dulu! Asal ceplos kayak cabe-cabean aja," Aerin memutuskan kontak mata dengan Garda, melipat kedua tangannya di depan dada.
Garda memiringkan kepalanya, "lo sebut apa gue tadi?" tanya Garda penuh intimidasi.
"Cabe-cabean! Budek, kuping lo? Apa perlu pake terompet sangkakala biar satu dunia denger?" Aerin kembali menunjuk wajah Garda dengan tatapan kesalnya. Beradu argumen dengan laki-laki seperti Garda sangat membuang waktu, tenaga, dan hampir membuat bibir jontor.
Murid lain yang sebelumnya tampak acuh, kini sepertinya mulai tertarik dengan perdebatan antara putra sang pemilik sekolah dan si siswi baru. Berdiri melingkar menghambat jalan dan tentunya menantikan titik perang.
Garda menepis kasar jari tangan Aerin yang menunjuk wajahnya kemudian berkata, "jangan nunjuk muka gue pake tangan kotor lo itu!"
Aerin mencoba untuk bersabar dan tetap santai. Menarik kedua tangannya ke belakang yang sebenarnya sudah ingin mencabik-cabik wajah menyebalkan Garda. Lantas membalikkan tubuhnya, berjalan pergi dari hadapan Garda.
Cewek sialan!, batin Garda.
Garda menoleh ke arah murid-murid yang melingkar dan memperhatikannya sedari tadi.
"Ngapain lo semua berdiri di sini? Seru nontonnya? Mana pada tegang semua mukanya, kayak orang kebelet boker aja. PERGI!" usir Garda yang membuat murid-murid tadi sontak bubar dan memberi jalan untuk Garda.
Laki-laki tinggi semampai itu berjalan dengan angkuh sembari merapikan dasi sekolahnya yang sedikit berantakan. Berdebat dengan seorang gadis ternyata butuh tenaga juga. Dan kini Garda benar-benar merasa haus. Namun mengurungkan niatnya karena Aerin juga pergi ke sana.
"Sialan," umpatnya lagi.
----oOo----
"Garda oh Garda, kenapa kamu monyong?" tanya Vano dengan nada lagu yang ada di kartun bocah botak kembar.
![](https://img.wattpad.com/cover/248354079-288-k685378.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDA: Evanescent✓
Teenfikce❝Udah selesai ya? Maaf udah naruh rasa tanpa peduli aturan semesta. Walau nggak bisa bersama, seenggaknya semesta pernah jadi saksi betapa bahagianya gue waktu sama lo.❞ - Garda Edrian Kartanegara ❝Ketemu sama lo itu, ibarat gue terjebak situasi bom...