"apa kau buta?" Ucapannya begitu dingin dan terasa sangat mengintimidasi. Lelaki yang kini berada di hadapan Alana hanya menatapnya dengan datar, yang membuat sekujur tubuh Alana bergetar dengan sendirinya.
Lelaki dihadapannya ini terlihat tampan. Ah, bukan! Tapi sangat tampan. Ini terlalu tampan untuk sekedar memuji maha karya Tuhan yang sempurna.
Dapat Alana lihat warna mata hitam gelap yang dimiliki oleh pria ini. Dengan postur tubuh yang menjulang tinggi. Alana juga dapat merasakan bahwa pria ini memiliki tubuh yang sangat bagus. Hidungnya yang mancung serta bibir yang tidak terlalu tipis membuatnya terlihat semakin tampan.
"Apa selain buta, kau juga bisu?" Lagi! Lamunan Alana seketika buyar setelah mendengar ucapan ketus dari pria ini.
Alana menggelengkan kepalanya dengan cepat, seraya membawa kembali dirinya kealam sadarnya.
"Maaf. Saya sungguh tidak sengaja. Saya tidak memperhatikan langkah saya tuan. Sekali lagi saya minta maaf" Alana membukukkan sekali lagi tubuhnya dan melangkahkan kakinya.
Namun sebelum ia berhasil melewati pria itu. Tangannya kembali ditahan dan membuat Alana harus kembali melihat wajah tampan itu.
"Apakah kata maaf bisa menyelamatkan semuanya? Apa kau tau berapa harga bajuku ini?!"
Alana terdiam. Disini memang dialah yang salah. Dan tanpa tau malu ia hanya mengucapkan kata maaf? Oh Alana! Tidakkah kau sadar arti ucapan lelaki ini? Ia meminta ganti rugi!
Alana mengangguk dan mengambil dompetnya. Lelaki yang berada dihadapannya ini hanya melihatnya dan kemudian tersenyum miring, seolah sedang mengejek Alana.
"Saya tidak tau berapa harga yang harus saya bayar. Tapi ini" Alana menyerahkan beberapa lembar uang merah kepada pria dihadapannya itu.
"Saya hanya memiliki uang segini" ucapnya masih dengan tangan yang menggantung dengan uang digenggamannya.
Lelaki itu sekali lagi tersenyum. Ia tidak menerima uang pemberian Alana. Dalam benaknya timbul satu pertanyaan.
'apa dia tidak tau siapa aku?!'
"Tuan?" Alana kembali menyodorkan uangnya kepada pria itu.
"Simpan kembali uangmu. Kuharap setelah ini kita tidak bertemu lagi" pria itu hendak pergi meninggalkan Alana yang masih terpaku dengan ucapannya.
"Apa itu artinya anda memaafkan saya?" Tanya Alana yang membuat pria itu membalikkan wajahnya dan tersenyum miring.
"Tidak" lalu setelahnya ia melenggang pergi meninggalkan Alana yang masih menggenggam uang.
"Pria yang aneh"
Alana pergi meninggalkan ruangan itu dan berniat pulang saja. Kejadian tadi sudah membuat moodnya hilang dalam sekejap. Bagaimana bisa ia begitu ceroboh.
Ah! Alana merutuki dirinya sendiri. Sehingga tanpa sadar bahwa lelaki yang ia tubruk tadi kembali menatapnya dengan tajam dari balik pintu yang tidak jauh dari sana. Suasana yang diberikan pria itu bahkan hampir membuat para pengawalnya bergidik ngeri. Ia kembali tersenyum miring dan selanjutnya pergi. Kali ini benar-benar pergi.
--
"Kemarilah sayang. Apa aku harus berdiri dan menyeretmu?"
"Ku... Kumohon! Lepaskan aku Dev" Wanita itu meringis. Dengan sekuat tenaga ia kembali menyeret tubuhnya agar dapat keluar dari kamar itu.
"ARGGH!!!" teriaknya saat merasakan kakinya kembali disayat dengan benda tajam. Darahnya kembali keluar dari kakinya. Ia memegangi sembari kembali memohon pada pria itu untuk melepaskannya.
"Sakit Dev. Kumohon lepaskan aku" ucapnya bergetar. Seluruh tubuhnya telah remuk. Bahkan membuatnya sampai tidak bisa berjalan. Devon! Lelaki itu menyiksanya. Ia menampar wajah cantiknya sehingga bibirnya terluka dan mengeluarkan darah. Tidak berhenti disitu. Lelaki itu juga memukulinya dengan pengikat pinggang yang sangat keras. Sampai membuat semua bagian tubuhnya yang terkena mengeluarkan darah. Dan masih banyak lagi siksaan lainnya.
Namun apa selanjutnya? Lelaki itu menyesal? Tidak. Ia bahkan tertawa melihat penderitaan wanita itu.
Devon berjongkok, dan dengan cepat menarik keras rambut wanita itu.
"ARRGHH!" teriaknya lagi menahan kesakitannya.
"Wajah ini adalah malapetaka. Apa kau tidak sadar eh? Semua pria hidung belang datang kepadamu karena melihat wajah cantikmu ini?" Devon mengelus wajah wanita itu dengan pisau kecil, namun jangan di tanya ketajamannya. Pisau itu bahkan sudah menggores wajah wanita itu hanya dengan sapuan halus dari Devon.
Wanita itu kembali meringis. Air matanya kini telah tercampur dengan darah yang ada diwajahnya
"Dev. Kumohon sayang. Selama ini... Selama ini kau juga menikmati sentuhan ku kan? Kau mengatakan bahwa kau puas denganku. Iya kan sayang? Jadi ku mohon" wanita itu mengangkat tangannya dan mengelus wajah Devon dengan bergetar. Berharap agar Devon luluh dengan ucapannya.
"Kumohon ampuni aku. Aku berjanji, setelah ini hanya kau satu-satunya. Aku tidak akan bersama pria yang lain lagi. Aku bersumpah Dev!"
Devon tersenyum. Dan perlahan tangannya mencengkram mulut wanita itu sehingga membuatnya harus mengangakan mulutnya dengan penuh kesakitan.
"Apa kau tau sayang. Sebenarnya aku merasa jijik saat kau menyentuh ku. Membayangkan bercinta denganmu membuatku mual. Namun apa daya ku? Aku membutuhkan sesuatu yang menyenangkan seperti tubuh menjijikan mu ini" Devon mengarahkan ujung pisaunya tepat didepan mulut wanita itu. Sehingga membuat wanita itu kembali memberontak.
"Ssshhhhh" Devon mengeratkan pegangannya dengan kakinya. Ia melilit kuat tubuh wanita itu. Satu tangannya masih setia mencengkram kuat mulut wanita itu. Dan pisau itu kembali terarah tepat di depan mulut wanita itu.
Wanita itu berusaha untuk melepaskan diri. Dengan sisa tenaga yang ia miliki. Ia kembali memukuli Devon. Alih-alih bisa terlepas. Devon malah semakin tertawa karena usahanya yang sia-sia.
"Aku akan membebaskan mu" Dengan cepat, bahkan sangat cepat. Wanita itu saja sampai tidak menyadari perbuatan Devon yang begitu gesit.
Wanita itu membelalakkan matanya kuat saat menyadari sesuatu yang sangat menyakitkan berada di tenggorokannya. Berusaha masuk dan merobek tenggorokannya dengan paksa. Ia merasa sangat kesakitan. Wanita itu berusaha teriak. Namun yang ada hanya darah yang terus menerus keluar dari mulutnya. Bahkan sudah mengenai wajah bahagia Devon. Benda tajam itu terus menerus masuk. Dan dengan sekali hentakan. Benda itu berhasil membuatnya kehilangan kesadaran. Bukan hanya kesadarannya, melainkan nyawanya.
Devon mencabut pisau cantiknya dan mulai berdiri. Ia menatap korbannya dengan tersenyum bahagia, bahkan ia tertawa puas melihatnya.
"Sangat indah" ucapnya sekali lagi memandangi wajah wanita itu. Ia berbalik dan duduk di kursi kerjanya. Menyesap minuman keras yang selalu menjadi penyambut saat ia telah menyelesaikan misinya.
Lagi-lagi Devon tersenyum bahagia. Ia merasa bangga telah memuaskan dirinya sendiri. Ia mengambil handphone-nya dan memencet nomor seseorang disana.
"Selamat malam tuan Devon. Ada yang bisa kami bantu?"
"Ada kucing liar di rumahku"
"Kami akan segera membereskannya tuan"
Devon menutup teleponnya dan kembali menyesap minumannya. Kali ini ia tidak membersihkan wajahnya. Ia sangat merasa puas, bahkan ia sesekali menjilati tangannya yang dipenuhi dengan darah wanita tadi.
"Hhmmm... Sangat nikmat" ucapnya sambil memejamkan matanya.
--
Huhhhh
See you
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PSYCHO MY LOVE
Romance21+ "You're mine. Tidak ada seorangpun yang boleh memilikimu selain aku. Tidak ada seorangpun yang boleh merebut mu dariku. Dan tidak ada seorangpun yang boleh membuatmu menangis, bahkan diriku sendiripun tak berhak! Aku akan melenyapkan siapa sa...