4. The fact

291 20 1
                                    

Dia mungkin benar. Tapi terkadang, tidak selalu ada kata 'mungkin' dalam setiap hal.
Dia mungkin benar, hanya saja ia melupakan letak kesalahannya.
Sehingga yang timbul hanyalah serpihan luka yang ingin ia tanam dalam kebohongan.

--

Alana terkesiap saat matanya menatap wajah tampan pria yang ada dihadapannya ini. Sejak awal bertemu, Alana juga tidak menyangkalnya. Ia mengagumi keindahan dari makhluk Tuhan yang sangat sempurna ini. Sampai tidak menyadari bahwa tangan lelaki itu masih terus setia mengelus kepalanya dengan lembut.

"Hei... Kenapa menatapku seperti itu?"

Alana tersadar dan langsung berdiri di anak tangga terakhir. Namun tetap saja, ia masih sebatas dada lelaki itu. Tubuh mungilnya memang membuatnya sedikit frustasi karena harus menengadahkan tinggi kepalanya demi melihat wajah lawan bicaranya.

"Kenapa... Kenapa anda berada disini? Bukankah toko ini sudah tutup" Alana melihat lelaki itu tersenyum. Dan hal itu hampir saja membuatnya jatuh pingsan. Wajah lelaki itu terlihat jauh berkali-kali lebih tampan jika sedang tersenyum.

"Kenapa kau menanyakan hal itu padaku? Seharusnya aku yang bertanya kepadamu. Kenapa anak kecil sepertimu berada disini? Apalagi ini sudah jauh malam. Apa orang tuamu mengusirmu? Atau kau sedang lari dari rumah? Atau kau sedang putus cinta dan berniat bunuh diri?" Oh c'mon!

Alana mengangakan mulutnya melihat lelaki itu berucap tanpa ada jeda sedikit pun.

"Hei tuan. Aku bukan anak kecil. Usiaku sudah dua puluh tiga tahun. Dan didalam hukum Indonesia. Aku sudah bebas secara hukum alias sudah dewasa" Alana menjinjitkan tubuhnya dan menatap lantang lelaki itu.

"Baiklah wanita dewasa aku tidak akan bertanya lagi. Dan karena kau sudah dewasa, aku jadi tidak perlu repot-repot mengantarkanmu pulang. Niatku tadi ingin berbaik hati kepadamu. Tapi kurasa itu tidak perlu. Karena kau sudah dewasa"

Lelaki itu berbalik meninggalkan Alana dengan wajah yang terkejut. Namun. Belum beberapa langkah, Alana kembali memanggilnya.

"Hei!"

Lelaki itu tetap berjalan. Alana terpaksa mengikutinya dan kembali memanggilnya.

"Hei tuan! Berhenti!"

Lelaki itu berhenti dan menoleh kearah Alana. Ia menaikan sebelah alisnya. Alana mengerucutkan bibirnya dan maju mendekati lelaki itu.

"Apakah niat baikmu masih berlaku?" Tanyanya takut. Dapat Alana dengar lelaki itu tertawa dan menggelengkan kepalanya.

"Tentu saja. Jika kau tidak merasa keberatan. Kau bisa naik ke mobilku dan aku akan mengantarkan mu pulang dengan selamat"

Alana mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Ia dan lelaki itu masuk kedalam mobil dan mulai berjalan pulang.

Butuh waktu satu jam bagi mereka untuk sampai dirumah Alana. Lelaki itu berhenti tepat didepan kontrakan Alana. Alana kembali mengucapkan terima kasih kepada lelaki itu.

"Sekali lagi terima kasih"

"Sama-sama"

Alana hendak membuka pintu mobilnya. Namun sebelum itu, ia kembali menoleh dan menatap lelaki itu.

MY PSYCHO MY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang