18. Snow

52 7 0
                                    

Terkadang, kesedihan itu perlu dirasa.
Agar saat bahagia datang tidak membuatmu menjadi tinggi hati.

***

Semua itu kembali. Semua telah terjadi. Inilah pilihan hidup yang harus diambil. Sedih yang menerpa wajah wanita muda itu kembali menghiasi ruangan yang kini sudah dipenuhi oleh alat-alat rumah sakit. Ingin sekali rasanya ia mencabut semua alat-alat itu dari tubuh sahabatnya.

Setelah semua proses yang sudah Alana dan Devon lalui, kini disinilah Ia berada. Jauh dari negaranya, jauh dari panti tempatnya dibesarkan. Sejenak, ia kembali menghembuskan nafasnya kasar. Alana tau dibalik pintu itu sudah ada suaminya yang selalu setia menemaninya dan menunggunya. Alana begitu sangat beruntung di perjuangkan oleh pria itu. Ia sangat beruntung bisa dimiliki oleh Devon.

Perjuangan Devon membawa sahabatnya ke Jerman adalah suatu hal yang tidak dapat Alana balas dengan materi. Ia sendiri, Alana sendiri mengira bahwa sahabatnya telah meninggal saat kejadian mengerikan itu. Namun kepekaan lelakinya justru membawanya kepada kelegaan yang tidak bisa Alana jelaskan lagi dengan kata-kata.

"Suamiku" ucapnya memanggil Devon. Dengan masih memegang tangan sarah, Alana menghapus sebagian air matanya.

Devon yang mendapat panggilan hangat itu langsung membuka pintu ruangan Sarah dan masuk kedalam. Ia menghampiri Alana dan mengecup pucuk kepala wanitanya.

"Aku disini" Devon meletakkan kepala Alana ke dadanya dan mengelusnya lembut. Ia tau betul kesedihan wanitanya itu. Entah sudah berapa banyak air mata yang Alana keluarkan saat menghadapi cobaan ini. Dan kalian pasti tidak lupa bukan? Air mata Alana adalah sumber dari semua rasa marah yang kini sudah ia pendam.

"Aku takut... aku takut sarah tidak bis-"

"Sssttt" Devon menutup mulut Alana dengan telunjuk jarinya. Kembali! Ia kembali melihat Alana memeluknya dan menangis sedu di dadanya. Devon mengusap punggung Alana sembari memejamkan matanya. Tangisan pedih Alana ini sungguh menyiksanya. Ia sangat ingin membakar Gio sekarang juga. Namun niat baiknya itu harus Ia tahan sampai mereka kembali ke Indonesia.

"Temanmu ini wanita yang kuat" Devon berdehem menahan amarahnya namun tangannya masih setia mengusap punggung Alana bahkan sesekali ia mengecup kepala Alana

"Dia wanita yang tangguh. Sama seperti mu" Alana menengadahkan kepalanya keatas menatap manik mata Devon. Satu air matanya lolos membasahi pipinya yang sudah sejak dari tadi basah.

"Dia akan sembuh sayang. Sarah akan kembali bersama kita. Dia akan baik-baik saja" pecah sudah pertahanan Alana. Ia memeluk erat tubuh Devon dan menangis didalam dekapan pria itu. Alana hanya mengangguk dalam tangisnya, mencoba memaksakan dirinya bahwa semua ucapan Devon akan menjadi kenyataan.

"Dokter yang merawat Sarah disini sudah mengatakannya padaku tadi" Devon merangkum wajah wanitanya agar melihat kearahnya. Ia memajukan wajahnya dan mendaratkan kecupan singkat dibibir wanita itu.

"Sarah melewati semuanya dengan baik. Bahkan dokter itu sendiri tidak percaya bagaimana ini semua mungkin terjadi. Kondisinya bahkan sangat stabil saat operasi ke dua. Apa kau ingat kata dokter sebelum Alana dibawa kesini?" Alana mengangguk. Ia jelas mengingat ucapan dokter itu yang mengatakan bahwa tipis kemungkinan Sarah akan bertahan.

"Dia begitu kuat Alana. Apakah kau masih meragukannya sembuh? Kita hanya perlu waktu untuk menunggu hal itu terjadi" Devon terseyum menatap wajah wanitanya itu. Disisi inilah Alana merasa sangat begitu beruntung. Bagaimana bisa lelaki yang sudah menjadi suaminya ini begitu peduli padanya?

Alana menegakkan tubuhnya dan kembali melihat Sarah yang sedang berbaring menikmati mimpi indahnya. Ia mengambil tangan sahabatnya itu dan memegangnya sedikit erat. Alana berdiri dan membungkukkan tubuhnya berbisik di telinga Sarah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY PSYCHO MY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang