🌟diawali bintang ya.
________________________
Bosen bosen, gabut.
Aku melihat Lana tertidur setelah mempelajari materi pelajaran yang aku berikan padanya. Awalnya Lana menentang pindah sekolah karena aku mengatakan dia di D.O sama mantannya sendiri. Dia hampir mencakarku setelah tau alasan dirinya di D.O karena ulahku.
Tapi setelah aku mengatakan jika Daniel juga ikut pindah sekolahku Lana langsung diam. Dia juga memminta materi pelajaran yang tertinggal karena koma kemarin.
Rajin sekali, dan bucin. Hah, aku harap Daniel tidak menyakitinya kali ini. Jika itu sampai terjadi maka aku akan menjadi orang yang paling menyesal karena tidak sempat memberinya bogem kemarin.
"Jangan melamun" tegur seseorang dengan suara datar.
Ah, aku melupakan makhluk yang satu ini. Pantaskan aku lupa toh dia juga hanya fokus dengan Hp nya. Gak nyapa gak nanya jadi aku abaikan.
Bukannya aku ngarep ya.
"Hei".
Aku berbalik sepenuhnya padanya memandangnya kesal karena mengusik pikiranku yang sedang berkelana.
"Apa sih?" Ketusku.
"Gua mau memanggil dokter buat periksa lo" ucapnya.
Deg
"JANGAN" reflexku langsung duduk sempurna.
"Gak usah gue gak papa" ucapku dingin.
Adnan memandangku heran, kemudian tatapannya berubah curiga. Adu gawat semoga gak sadar semoga gak sadar.
"Lo gak lagi nyembunyiin sesuatu lagi kan?" Tanyanya dengan mata tajam, kalo tuh mata silet udah pisah dah badanku.
Ck, ini doa kenapa gak dikabul coba.
Aku bersikap biasa mencoba menghilangkan rasa gugup yang datang tak diundang. "Enggak, lagian gak ada untungnya gue nyembunyiin sesuatu dari lo" ketusku.
Sebelum dia membalas ucapanku. Aku sudah menyelanya. "Udah ah, balik sono. Gue mau tidur pusing" usirku dan berucap cepat. Membenarkan posisiku dan mencoba untuk tidur.
Aku masih mendengar helaan nafas dibelakangku. Kalo tuh mata bisa keluar laser udah bolong dah punggung kayak susana.
Njir, berasa ada tangan yang mau nyentuh rambut.
"Sekuat apapun kamu membuatku menjauh, maka semakin aku mengikatmu erat".
Tuh kan, nie orang emang minta disantet kali ya. Gemes banget, minta ditelen hidup hidup.
__________________
"Jadi lo abang gue?" Tanyaku menunjuk wajah bang Haikal yang menatapku geli.
Tak
"Aww" Aku menatap tajam orang yang lancang menyentunh kening suciku.
"Yang sopan sama yang lebih tua" nasehat Lana sok bijak. Nih ceritanya nie anak lagi duduk dibawa bareng kita.
Keadaannya membaik, dan besok udah boleh pulang. Lana kesenangan dan dengan sengaja minta aku jemput.
"Lo aja gak ada sopan sopannya sama gue Rukoyah" kesalku.
Lana mendelik. "Nama gue bukan Rukoyah, gak usah ganti nama orang".
Aku mendengus, malas meladeninya. Fokusku sekarang pada pria tampan yang sebenarnya adalah abang beda ayahku ini. Dari segi fisik sih, jauh ya dari Bunda cuma cuma bibir yang hampir sama. Selebihnya mungkin mirip dengan om.. om... bomat lah lupa.
"Terus sekarang tinggal dimana? Sama siapa dan kenapa baru muncul?" Rentetan pertanyasn itu tidak bisa aku cegah karena mulutku sudah gatal.
"Tinggal serumah sama Ibu tiri dan Ayah, Luna. Kakak sebenaranya ingin tinggal dengan Bunda tapi ayah tak mengizinkan. Kakak disini juga tanpa sepengetahuannya. Jika sampai Ayah tau kakak akan mendapat masalah. Untuk itulah, kakak tidak bisa sering bertemu kalian" jelasnya yang aku balas anggukan. Oke aku sedikit mulai mengerti permasalahnnya.
"Abang aja lah, Luna gak suka bilang kakak kakak. Kayak lagi ngomong formal kaku" putusku mengeluarkan pendapat yang mendapat delikan dari Lana.
Iyalah, kan dia manggil aku kak. Khusus cewek boleh.
Bang Haikan terkekeh kecil. "Gak masalah".
"Apa kakak gak bisa kabur dari om Dama?" Tanya Lana penasaran dan meletakan kepalanya dipangkuanku.
Enak banget ya mbak, sampe segitunya. Mana gak izin lagi untung cantik lo, kalo enggak mana kuakui saudari.
Sorot mata bang Haikal berubah sedih, dia menghela nafas berat. "Untuk sekarang kakak belum bisa kabur, apalagi kakak yang masih ngandelin uang orang tua. Sulit, walaupun kakak ingin".
"Kakak ingin pekerjaan yang sesuai kemampuan, dan bisa berkembang setiap harinya. Sehingga bisa menghasilkan uang sendiri yang tidak sedikit".
Aku terdiam kemudiah sebuah pertanyaan terlintas. "Abang kuliah jurusan apa?".
"Arsitek".
"Wow, abang pernah buat sketsa bangunan terus dipake" ucapku antusias.
Bang Haikal menggangguk. "Penah beberapa kali, tapi uang hasilnya dipergunakan untuk membantu renovasi rumah Bunda".
Lana terbelak dan kembali duduk. "Jadi uang yang banyak bulan lalu itu dari kakak?".
Bang Haikal mengangguk. "Abang aja bisa gak sih lu, gemes gue liat bang Haikal kebingungan jawab pake kak apa abang" omelku gemas menoyor keningnya Lana.
"Ye, serah gue lah. Bang Haikal aja gak masalahin kenapa jadi yang repot" ucapnya pede tapi kemudian terdiam.
Aku tersenyum miring dan menatap bang Haikal. "Abang denger sendirikan, jadi kita berdua panggilnya abang tanpa diganggu gugat, titik".
"Apaan tuh, gak bisa itu belum ada persetujuan dari gue" kesel Lana menatapku kesal.
Aku mengedikan bahuku. "Bodo amat, beb. Keputusan sudah final" ucapku penuh kemenangan.
"Ish, awas ya lo kak" tunjuk Lana padaku marah.
Aku bersembunyi dibalik tubuh bang Haikal. "Abang tolongin, Luna mau diculik nenek lampir".
"Iya gue nenek lampir, elo snow white nya. Mati lo ditangan gue. Hahaha".
Mereka tertawa lepas dengan keusilan masing masing bagaikan tiga bersaudara yang sedang bermain bersama. Saling melepas rindu dengan bermanja.
Adnan yang melihat itu tersenyum dibalik layar Hpnya. Kapan lagi melihat Luna-Nya tertawa selepas itu. Sudah cukup lama, mungkin sekitar 2 tahun yang lalu.
_________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Benci Dan Cinta(END)
Teen FictionYang suka gemes greget pengen nelen orang, yuk baca. "Jangan panggil gue dengan sebutan itu, lo gak pantes". Ray itu Luna dan Luna itu adalah Ray. 🚫 Don't copy my Story🚫 ❗BELUM DIREVISI❗ ❗Typo + acak alur❗