24

65 15 0
                                    

🌟diawali bintang ya

__________________

"Lana kamu gak mau cerita kenapa mata kamu sembab?" Tanya Bunda.

Lana menggeleng. "Lana mau kak Luna".

"Bukannya tadi dia sama kamu" bingung Bunda.

"Lana jahat ya bun" ucap Lana sedih.

Bunda Sahara mengerutkan keningnya. Kemudian duduk disamping Lana. "Coba cerita, kenapa putri bunda ini menangis".

"Bunda gak akan marah kan kalo Lana cerita".

"Enggak, bunda gak akan marah sama Lana".

Lana menceritakan semua yang terjadi padanya dan ray. Dia tidak menutupi sesuatu apapun dari Bundanya itu.

Bunda Sahara membekap mulutnya terkejut. "Kamu mendorong Luna?".

Lana mengangguk takut. "Tapi dia tidak jatuh karena bang Adnan keburu dateng dan nangkep tubuh kak Luna yang hampir nyentuh lantai".

"Ya ampun Lana, apa yang kamu pikirkan?" Ucap Bunda tak percaya.

"Maafin Lana bunda, Lana kesel" jujur Lana memegang tangan Bunda.

"Asal kamu tau, Lana. Kamu lebih beruntung dari pada Luna" ucapan Bunda membuat Lana terdiam.

"Kenapa Bunda?".

"Karena kakakmu hidup dengan satu ginjal".

Lana terbelak mengetahui kebenaran itu. Dia terungu dan tidak bisa apa apa. Dia menyesali apa dilakukannya pada Luna padahal mereka baru bertemu.

___________________

"Apa maksudnya?" Tanya Adnan geram menatap aku yang masih menatap pintu kamar Lana. Dari mana bunda mengetahui hal ini.

Selama ini yang mengetahui hal ini hanya mama dan papa. Bahkan bang Arsen pun gak tau.

Adnan membalikan badanku dan menatapku menuntut. "Luna" ucapnya lembut namun tersirat ketidak sukaan didalamyan.

Sial kenapa harus sekarang.

Aku memilih bungkam. Menatap lantai putih yang tepat berada dibawah kakiku. Adnan menaikan daguku membuatku menatapnya. Matanya menyiaratkan kekecewan yang dalam.

Adnan terkekeh miris. "Jadi ini yang gue gak tau".

"Rahasia apa lagi selain ini?" Dengusnya frustasi.

"Luna jawab" gertak Adnan mencengkram lenganku.

Tak lama dia mengangguk seperti orang baru mengerti pelajaran. "Oh, gue tau. Lo minta gue buat cari tau sendiri kan. Oke gak masalah, tapi saat gue tau semuanya jangan harap lo bisa kabur" ucapnya tepat ditelingaku membuatku sedikit merinding.

Ingin rasanya aku menariknya agar bisa kembali. Aku egois? Hah itu jadi sifatku selama ini. Mungkin memang ini jalan yang terbaik untuk kami berdua.

Aku melihat punggungnya semakin mrngecil dan menghilanng ditikungan rumah sakit.

Maaf.

"Ray".

Aku tersentak dan melihat, what ngapain nie bocah disini. Mana bawa bunga sama parcel lagi. Wah, bau bau ngajak balikan. Tidak bisa dibiarkan.

"Mau apa lo" ketusku menatapnya tak suka.

Daniel menggaruk tengkuknya gugup, wajahnya sedikit bersemu. Lah. Salting nie anak.

"Lananya ada kan?" Tanyanya takut. Tuh kan bener bau ngajal balikan.

"Gak gak ada. Lo salah tempat" ketusku. "Lebih baik lo pergi" usirku.

Sinar matanya redup. "Gue datang kesini niat baik kok, gue mau minta maaf sama saudari lo" ucanya yakin tanpa keraguan.

Aku terkekeh sinis. "Kemana aja lo. Minta maaf? Basi" ucapku tajam.

Matanya menyiratkan akan rasa bersalah yang dalam. "Gue tau gue salah. Tapi plis, bukannya semua orang bisa mendapatkan kesempatan kedua".

Heh, percaya diri yang cukup tinggi untuk melulukan hati wanita. Dasar buaya.

"Buat orang kayak lo" tunjukku sinis. "Masih pantes kesempatan kedua heh".

Dia terdiam dan mencengkram pegangan parcel erat. Marah tapi gak bisa mamam tah ku ujang.

"Lana bisa aja maafin lo dengan mudah, karena you know dia cinta sama lo. Tapi gue sebagai kakaknya gak sudi liat dia sama orang yang gak menghargai dia. Bahkan nyakitin dia berkali kali gue aja gak pernah. Ngaku cinta tapi gak percaya sama pasangan. Itu bukan cinta bro, tapi nafsu" kesalku mengungkapkan makianku.

Dari pada disimpen didalam hati kan mending diungkapin. Iya gak.

Dia terdiam dan sedikit merenung. "Sekarang gue sadar, gue cinta sama dia. Tulus, gak peduli latar belakang dia kayak gimana".

"Cinta?" Sinisku. "Gak usah banyak bacot, gue mau bukti bukan kata kata manis lo".

"Tanya sama diri lo sendiri, itu cinta apa nafsu" sindirku pedas. "Kalo emang lo bener bener cinta sama saudari gue. Gue tunggu bukti dari kata kata lo".

Daniel menatapku dengan tatapan yang tak dapat aku artikan tapi kemudian. Dia melangkah pergi tapi aku mengehentikannya.

"Eeeh, main nyelonong aja" kesalku menghentikan jalanya yang tanpa permisi.

Dia menatapku bingung. "Ini" tunjuku pada bawaannya. "Jadi dikasih gak?".

Daniel nyengir "hehe lupa, nih" malunya menyerahkan bingkisan yang dibawanya.

"Thanks".

Daniel mengangguk dan tersenyum singkat kemudian pergi kembali tanpa aku tahan.

Aku menggeleng heran, merasa lucu dengan pasangan yang mudah goyah ini.


__________________

Benci Dan Cinta(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang