Dika sekali lagi membuat Sita tersedak dengan rayuan gombalnya. Sita dibuat diam oleh pertanyaan Dika yang menjurus tersebut. Sita mengakui jika sosok pria good guy ini cukup menawan. Terbukti saat ia berjalan berdua dengan Dika, ia selalu mendapati tatapan para wanita yang terpesona dengan aura jantan yang terpancar dari Dika. Mereka tidak sembunyi - sembunyi lagi menyembunyikan ketertarikannya pada Dika.
Seperti yang belum lama terjadi, seorang pelayan dengan terang-terangan tersenyum dan meminta nomor telepon Dika, tapi tentu saja Dika langsung menolak. Daripada menanggapi ucapan Dika, yang dilakukan Sita adalah meneruskan makan siang yang sangat nikmat ini.
"Dika, jangan salahkan aku kalo nanti kamu akan menyesal karena terlalu menaruh harapan yang tinggi padaku." Sita mengatakan dengan intonasi santai di sela - sela ia menikmati puding mangganya.
"Sita, jangan salahkan aku kalo nantinya kamu akan menyesal karena tidak segera menerima cintaku."
"Jangan memancing sisi kompetitifku, aku sudah berusaha menahan diri untuk tidak melukaimu."
"Ternyata aku tidak perlu mundur, karna melihat kamu yang masih bisa mengkuatirkan aku."
"Dikaaaa! aku tuh ga percaya dengan yang namanya cinta." Sita mulai kesal karena Dika selalu membalas ucapannya.
"Salahnya cinta apa sama kamu? Sampe kamu ga bisa percaya? Cinta itu adalah bentuk komunikasi yang indah."
"Dika, aku yakin pengalaman kita dalam hal cinta tuh beda. Kamu tumbuh dalam keluarga yang lengkap penuh cinta dan penghargaan. Walaupn aku dan Arya pernah merasakan tumbuh dalam keluarga yang harmonis seperti keluargamu, tapi hanya sampe aku SMA, aku melihat keburukan yang mengatasnamakan cinta. Jadi kita tu punya cara pandang yang beda, ngerti gak sih!"
"Apa yang terjadi dengan keluargamu klo aku boleh tahu." Dika menempatkan tangannya di meja dan menatap Sita dengan penuh perhatian.
Sita menghela napas, karena ia sudah mulai membuka lukanya di depan pria ini. Kenapa juga Sita bisa terpengaruh dengan kenyamanan yang diberikan Dika, sekali lagi ia lengah dan goyah karena kehangatan Dika. Sita tidak ingin menjadi lemah dan mulai bersandar pada Dika, rasa takut akan dibuang mulai menyerangnya.
Tapi siapa sebenarnya Dika, yang berani-beraninya membuat Sita terus menginginkan perlindungan. Sita tidak ingin membiarkan ini hal yang tidak ia inginkan terjadi. Ia harus bisa kuat dan berdiri dengan kemampuannya sendiri. Sita kembali menguatkan hatinya, membangun dinding pertahanan yang bisa mencegahnya untuk terluka.
"Wah gak terasa udah mau sore, kita bisa turun sekarang kan Dika?" Sita beranjak dari tempat duduk.
"Iya, ayok." Dika mengikuti langkah Sita.
Dika menyadari perubahan tatapan Sita yang berubah dingin saat ia menyinggung tentang masalah keluarganya. Padahal belum lama ia masih bisa melihat binar mata yang jahil dan teduh. Lagi-lagi ia merasakan Sita menarik diri dari kenyamanan yang Dika tawarkan. Mungkin sebaiknya ia mendekati Arya untuk mencari tahu tentang Sita.
Udara dingin semakin terasa dijalan menurun yang mereka lewati. Langit yang sudah mendungpun kemudian menurunkan hujan. Dika melihat sekitarnya dan mencari tempat berteduh.
"Dika kita lari ajak yuk, tinggal dikit lagi nyampe tuh." Sita sudah mulai sedikit berlari menjauh dari Dika.
"Tunggu Sita." Dika segera mempercepat langkahnya mengikuti Sita.
Namun walau mereka sudah berlari cepat dan berhasil sampai dibawah, tetap saja hujan yang deras mengguyur badan sampai basah kuyub.
Beruntunglah dibawah ada tempat pemandian umum. Dika dan Sita segera mengambil baju ganti di dalam mobil dan membersihkan diri. Sita yang sudah selesai membersihkan diri melihat Dika yang sedang menggulung celananya dan tampaklah luka memar dipergelangan kakinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/236745612-288-k385621.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasanganku Cuma Kamu [21+] (Completed)
RomantikWarning 21+ "Aku kira aku sudah melupakan cinta pertamaku. Dan kemunculanmu kembali membuat jantungku berdebar-debar." (Randika Aradhana Wijaya) "Mengapa lelaki itu ada disini? Siapa dia? Mengapa hatiku tidak tenang setiap di dekatnya?" (Laksita Mah...