Terakhir Sita bertemu dengan papanya Nala yang kemudian menjadi papa tirinya adalah saat dia kelas 2 SMA. Segala kebencian jika bertemu orang itu masih bisa ia rasakan. Tapi ada kakaknya yang sudah menunggu kehadirannya. Kira-kira apa mau mereka sampai berani kemari.
Memasuki ruang tamu sudah ada Arya dan sosok pria paruh baya yang tidak banyak berubah sejak Sita mengenalnya. Tanpa basa basi, Sita duduk di depan Arya dan menyilangkan kaki.
"Hai Sita, lama gak bertemu. Kamu sudah besar ya udah jadi wanita karir yang sukses." Pria yang duduk di sebrang kanannya menyapa dengan ramah.
"Saya harus tumbuh dengan baik untuk bisa bertahan hidup." Pria yang mendapat jawaban sarkas dari Sita hanya tersenyum dan mengangguk.
"Langsung aja Pak, ada keperluan apa anda kesini?" Sita tidak lagi memanggil orang di depannya itu Om seperti saat ia masih kecil.
"Sita! Aku gak ngajarin kamu ga sopan sama orang tua." tegur Arya.
"Maaf mas Arya khusus untuk orang ini, aku sulit untuk menjaga kesopanan." Sita menyeruput teh manis di depannya.
"Gak apa apa, saya mengerti kalo kamu memang membenci saya, tapi jangan benci mamamu, dia yang melahirkan kalian."
Entah mengapa mendengar bahwa ia lahir dari rahim seorang ibu yang menghianati ayahnya membuat Sita menjadi muak.
"Ya sayangnya saya ga bisa memilih untuk tidak lahir dari rahim orang itu."
Sita merasakan tatapan tajam dari kakaknya. Ia memilih untuk mengatupkan mulutnya erat-erat dan membiarkan kakaknya saja yang berbicara.
"Silahkan bicara, apa keperluan anda yang memaksa untuk bertemu saya dan adik saya?"
"Sudah hampir dua tahun ini, istri saya menderita sakit kanker darah, selama ini ia melakukan rawat jalan, namun sudah 6 bulan ini kondisinya semakin parah, dia membutuhkan donor sumsum tulang belakang."
Arya melihat papa tirinya menghela napas, ada jeda sebelum ia melanjutkan.
"Dokter bilang ia harus segera mendapatkan donor tersebut, dan selama ini saya sudah mencari donor tapi tidak ada yang sesuai. Kalian adalah darah dagingnya, saya mohon kalian memeriksakan diri untuk melihat apakah ada kecocokan sebagai donor."
"Tadinya istri saya sudah berpesan untuk tidak menganggu kalian, tapi saya berpikir bahwa mungkin kalian perlu tahu kondisinya sebelum ada penyesalan nantinya."
Suasana menjadi hening baik Sita maupun Arya tidak ada yang berkomentar, masing - masing larut dalam pikirannya.
"Saya memang egois jika itu menyangkut istri saya. Bahkan saya juga yang memaksanya untuk berpisah dengan suaminya dan menikah dengan saya. Saya berharap kalian mau menjenguk mama kalian, kondisinya sudah semakin melemah, jika tidak segera mendapatkan donor maka hidupnya tidak akan lama lagi.
"Nyawa dibayar nyawa." batin Sita menatap sengit kepada papa tirinya.
"Oke, saya dan Sita akan berunding dulu. Ini bukanlah hal yang mudah bagi kami untuk seseorang yang sudah menghancurkan keluarga kami."
Saya rasa itu saja yang bisa saya usahakan." Satria menghabiskan teh didepannya dan beranjak keluar dari rumah Arya.
Arya dan Sita hanya saling terdiam mencerna semua informasi yang mereka dapatkan dari orang yang menjadi papa tirinya. Selama bertahun-tahun Sita dan Arya memendam sakit hati karena tingkah mamanya. Dan sekarang mengetahui fakta bahwa mama mereka sakit parah membuat perasaan mereka terasa hampa.
"Mas Arya, kenapa dia jadi seperti itu? Bukankah seharusnya dia sehat dan hidup lama setelah membuang keluarganya?"
"Sita apa kita perlu mencoba memeriksakan diri, mungkin kita donor yang tepat. Setidaknya itu kewajiban kita sebagai manusia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasanganku Cuma Kamu [21+] (Completed)
RomanceWarning 21+ "Aku kira aku sudah melupakan cinta pertamaku. Dan kemunculanmu kembali membuat jantungku berdebar-debar." (Randika Aradhana Wijaya) "Mengapa lelaki itu ada disini? Siapa dia? Mengapa hatiku tidak tenang setiap di dekatnya?" (Laksita Mah...