"Ketika aku dan Mas Arya terpuruk karena kepergian papa, Om Rama yang pertama kali mengulurkan tangan untuk membantu kami memulai lembaran baru. Aset dan warisan yang papa miliki dibagi rata untuk kami dalam surat wasiatnya papa yang dikuasakan kepada Om Rama sebagai pengacara keluargaku."
Saat ini Dika dan Sita berbaring direrumputan taman belakang menatap langit sore yang cerah. Setelah menghabiskan waktu bersama keluarga besar Dika.
"Sita pertemuan kita ini seperti sebuah takdir. Aku gak nyangka kalo papaku dan papamu itu ternyata saling kenal."
"Iya karena Om Rama mengenal keluargaku itu makanya sebenarnya aku sungkan dan malu. Aku sama mas Arya punya hutang budi yang besar sama keluarga kamu." Sita menunduk menatap tanaman yang tertata rapi di dalam pot.
"Hei kenapa murung? Kamu lihat kan tadi papa sama mamaku welcome banget sama kamu." Dika mengusap pipi Sita, membuat Sita menoleh padanya. Sita kemudian berbaring miring dengan menjadikan tangannya sebagai bantal. Sita menatap lekat kepada Dika.
"Iya aku tau keluarga kamu sangat baik sama aku. Entahlah hanya saja semua ini seperti tidak nyata. Aku terlalu bahagia menerima kebaikan orang sampai aku merasa takut kalo ini semua hanya mimpi."
"Tuh lagi-lagi kamu melakukan itu. Memberi batas kasatmata untuk kebahagiaanmu. Pelan-lelan lepaskanlah belenggu kuatirmu itu dan biarkan aku berjalan bersamamu."
"Iya kamu benar Dika. Aku seharusnya sedikit bersantai." Sita tersenyum. Dika meraih tangan Sita dan mencium tangannya.
"Sita, apakah kamu nyaman berada di dekatku?" tanya Dika dengan tatapan lekat pada Sita.
"Iya tentu saja." jawab Sita
"Kalo kamu nyaman denganku, maukah kamu menikah denganku?" ucapan Dika membuat Sita tersentak. Dia tidak menyangka Dika akan mengatakannya. Sita memandang tangan Dika yang memegang sebuah cincin yang digantung di dalam kalung berulir
"Dika, kamu bilang aku boleh pelan-pelan. Tapi kenapa tiba-tiba kamu mengatakan kalimat lamaran?"
"Ini simpanlah cincin ini. Jika kamu sudah siap untuk menerima lamaranku, kamu pakai cincin ini. Aku gak akan pernah pergi dari sisimu selamanya. Karena jika kamu ingin menikah, aku pastikan orang itu adalah aku." ucap Dika dengan tegas dan memakaikan kalung itu ke leher Sita.
"Dika kenapa kamu lakukan ini? Aku ga tau kapan aku siap."
"Iya kalo seumur hidup aku gak nikah, itu semua salahmu. Karena aku cuma mau menikah sama kamu." ucap Dika sambil tersenyum geli melihat reaksi Sita yang menggelikan
"Dika kamu tuh ya bener-bener, ga bi---" Sita merasakan bibirnya dilumat, Dika tidak membiarkan Sita untuk melanjutkan sikap protesnya. Diraihnya tengkuk Sita untuk memperdalam ciumannya. Sita akui ciuman Dika sangat memabukkan. Dika mampu membuat Sita terbuai dan tak berdaya untuk melawannya. Sikap keras kepala yang sama dengan Sita. Tapi Sita mengakui untuk hal-hal tertentu terutama untuk masa depan mereka, Dika tidak mau mengalah.
"Ehem." Sita mendorong Dika untuk melepaskan ciuman saat mendengar suara deheman seseorang.
"Cari kamar sono." Devon yang baru datang dengan Nala menginterupsi kegiatan Dika dan Sita.
"Hei La. Kamu ngapain disini? Kalian juga.."
"Tante Sekar ngundang aku kesini." ucap Nala cepat.
"Aku kira kalian udah pacaran?"
"Soon." ucap Devon yang mendapat lirikan tajam dari Nala.
"Kami mau jalan berdua sebentar ya." ucap Nala kepada Devon dan Dika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasanganku Cuma Kamu [21+] (Completed)
RomanceWarning 21+ "Aku kira aku sudah melupakan cinta pertamaku. Dan kemunculanmu kembali membuat jantungku berdebar-debar." (Randika Aradhana Wijaya) "Mengapa lelaki itu ada disini? Siapa dia? Mengapa hatiku tidak tenang setiap di dekatnya?" (Laksita Mah...