Bab 13

33 6 0
                                    

Selamat Membaca

École de la Chambre Syndicale de la Couture Parisienne, agak susah mengingat nama sekolah itu. Aku tak menyangka jika aku lulus seleksi tahap dua untuk merebut beasiswa di sekolah ternama itu. Masih terngiang olehku saat Tante Erika dengan semangat memberitahuku tentang amplop yang ia dapatkan. Waktu itu aku memang sengaja menuliskan alamat rumahnya. Jadi, amplop pengumuman hasil test pasti dikirim ke alamat rumah Tante Erika

Dengan tak sabaran kami membuka amplop itu. Ternyata aku lulus, senang sekali rasanya. Selain surat kelulusan test itu, di dalamnya juga ada surat undangan dari sekolah. Yang isinya agar aku segera pergi ke École de la Chambre Syndicale de la Couture Parisienne untuk mengikuti test akhir di sana. Tante Erika heboh, ia sudah berencana akan menjadi wali sekaligus teman di Perancis selama awal-awal aku di sana. Tante Erika juga mulai mencari-cari informasi tentang tempat-tempat yang sekiranya cocok dijadikan untuk menginap kami berdua.

Aku senang Tante Erika mau menemaniku. Sebenarnya aku mau menolak takut merepotkannya. Namun Tante Erika tidak keberatan, karena beliau memang sedang mempunyai urusan bisnis di sana. Ya aku tahu, Tante Erika juga tak akan lama menemaniku di sana. Tapi setidaknya cukup untuk menemaniku sampai pengumuman akhir jika aku benar-benar diterima sebagai peserta didik di École de la Chambre Syndicale de la Couture Parisienne.

Lalu kini yang menjadi masalahku yaitu bagaimana aku pamit kepada Al. aku tak mungkin memundurkan jadwal keberangkatanku. Tapi sekarang pun aku tak berani berbaikan dengannya. Setidaknya menyapanya saja aku harus bisa. Namun lihatlah aku yang sekarang ini, ah sungguh payah. Dan apa yang kulakukan akhir-akhir ini. Ini pertanyaan konyol yang selalu berputar-putar di benakku. Ya, karena aku selalu bersembunyi di dekat pohon besar, bersandar di sana sambil melihat Al yang bermain basket dari kejauhan.

...

Hari ini pun masih sama, Rexa memandangi lapangan basket dari kejauhan. Entah kenapa ia tak mood kemana pun setelah jam istirahat berbunyi, selain duduk di bawah pohon dekat lapangan. Dari sini ia bisa memandangi Altaf yang sedang bermain basket sendiri. Sedikit heran kenapa ia bermain sendiri biasanya ia mengajak Ano, anak kelas sebelah.

Tiba-tiba ia menangkap sosok cewek yang mendekati Altaf, yang tak lain adalah Ara. Cewek itu berjalan ke tengah lapangan dan menyuruh Altaf beristirahat. Keduanya pun duduk-duduk di pinggir lapangan. Ara menyodorkan sebotol air mineral kepada Altaf dan disambut cowok itu dengan senang hati.

Rexa meremas jarinya, ada perasaan cemburu ketika melihat sepasang kekasih itu. Apakah ia tak bisa mengutarakan perasaannya sebelum pergi ke Perancis? Ia menyukai Altaf lebih dari sekedar sahabat yang ia kira selama ini. Ia begitu merindukan sosok Altaf di sisinya. Semua kenangan yang berhasil ia lewati pasti ada sosok Altaf yang selalu menyertai kenangan itu. Rexa memejamkan mata. Haruskah ia diam saja tentang perasaannya. Iya, memang seharusnya begitu. Ia tak boleh merusak kebahagiaan Altaf dengan Ara.

Tiba-tiba Akas duduk menemaninya, ia diam saja tak mengganggu Rexa. Rexa menyadari akhir-akhir ini cowok itu yang seolah menggantikan Altaf. Menghampirinya di kelas. Menjemputnya. Mengantarnya pulang. Menemaninya menulis. Mengajaknya ke kafe. Rexa tak pernah meminta cowok itu untuk melakukannya. ia juga tak pernah meminta Akas untuk selalu ada di sampingnya. Namun, cowok itu sendiri yang selalu hadir di hari-hari sepinya tanpa Altaf. Ketika bersama Akas ia merasa biasa-biasa saja, karena memang sejak awal ia hanya mengidolakan Akas bukan menyukainya.

"Lo nggak ke perpus kas?" tanya Rexa. Akhir-akhir ini biasanya cowok itu rajin ke perpus untuk mempersiapkan ujian kelulusan kelas 12. Jadi Rexa sedikit heran jika Akas menemani cewek kurang kerjaan seperti dirinya yang hanya duduk-duduk tak jelas.

AdeRa [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang