Bab 3

48 9 0
                                    

Selamat Membaca

"Bye, Pa. Rexa masuk sekolah dulu," kata Rexa sambil turun dari motor yang dikendarai papanya. Rexa kemudian melakukan rutinitas wajibnya yaitu mencium tangan papa.

 Rexa kemudian melakukan rutinitas wajibnya yaitu mencium tangan papa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rexa memasuki gerbang SMA Arunika. Tangannya tak henti ia gosok-gosokkan satu sama lain karena merasa kedinginan. Duh, gue lupa bawa jaket. Mana gue lagi sakit gara-gara kelamaan ujan-ujanan. Pinginnya sih tidur aja di rumah tapi gue paksa untuk berangkat. Karena besok adalah event yang sangat penting, mau tak mau Rexa harus tetap masuk sekolah untuk mempersiapkan ini itu.

Rexa langsung menuju ruang osis untuk meletakkan tasnya. Tidak mungkin ia meletakkan tas miliknya di kelasnya karena itu membutuhkan waktu lama untuk mondar mandir jika ia ingin mengambil peralatan-peralatan di tasnya. Semakin menuju ruang osis, semakin ramai siswa berlalu lalang. Mereka menggenakan atasan kaos bebas namun bawahannya tetap seragam sekolah. Memang, kepala sekolah memperbolehkan siswa berpakaian bebas khusus untuk hari ini dan besok.

Rexa kembali mengusap hidungnya yang terasa gatal dan sedikit berair, ia segera mengambil beberapa lembar tisu di tasnya. Harusnya gue gak hujan-hujanan kemarin, gini kan jadinya. Mana kepala jadi agak pening.

"Pagi Semuaa!! Duh pada rajin-rajin ya jam segini udah rame aja,"

"Kalo gue sih gara-gara ditelepon orang yang bawa umbul-umbul sama poster pesanan kita. Jadi mau gak mau harus berangkat pagi deh. Buat ngasih aba-aba selanjutnya, mau dipasang disebelah mana tu barang," kata seorang cowok di dekat Rexa, yang sesekali masih menguap lebar.

Setelah meletakkan tas, Rexa kemudian bergabung bersama anak cewek lainnya yang sedang ikut menghias panggung dan menyusun properti di beberapa tempat. Rexa melihat seorang cewek yang sedang memunggunginya. Cewek itu asik melukis backround panggung.

"Itu Jessy kah? Gue gak tau kalo dia pinter nglukis!! Keren keren," kata Rexa bertanya kepada temannya yang sibuk memotongi pita.

"Gak tau gue, wajahnya sih kaya Jessy tapi kok auranya beda ya. Diemnya lain gitu dari biasanya. Penampilannya juga tumben natural,"

"Lagi tobat mungkin tu anak," kata Rexa sambil terkekeh.

Tak lama kemudian setelah ia mondar mandir mengurus ini itu, Rexa menyadari jika panas tubuhnya menurun dan peningnya mulai berkurang. Ya, karena dari awal sakitnya memang tidak parah-parah sekali. Ia yakin dengan melakukan sedikit aktivitas kemungkinan sakitnya mulai berkurang dan terbukti hasilnya. Namun, karena ia sedang berpanas-panasan di bawah terik matahari pagi maka tak heran jika ia kemudian berkali-kali bersin. Untungnya, ia sempat mengantongi tisu.

Tiba-tiba lengannya ditarik oleh seseorang dari arah belakang. Kesal, tiba-tiba ditarik dengan tidak sopannya Rexa hampir saja berteriak. Namun, ia ingat jika ia sedang marah dengan seseorang yang menariknya itu. Seseorang yang mengatakan dirinya adalah prioritasnya. Seseorang yang tidak menepati janjinya.

AdeRa [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang