16

88 22 4
                                    

Byulgeum pov.

Sudah memasuki hari ke-7 setelah kepergian Ny. Kim. Hari ini bokap gw nikah, sama bisa dibilang janda.

Bukan janda kayaknya kejadiannya sama kayak apa yg dialamin bokap gw, pasangannya meninggal.

Dia udah punya anak 1, sekolahnya sama kek gw. Siapa namanya? Harry? Heri? Hendry? Gak tau lupa nama pokoknya.

Gak pake ribet soalnya calon emak gak mau susah dengan gaya begitu jg gw

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gak pake ribet soalnya calon emak gak mau susah dengan gaya begitu jg gw.

Tapi semoga mereka gak sama kayak yg ada di sinetron yg cuma manfaatin harta suaminya buat foya foya.

Gw cuma keliling keliling nyari stan makanan yg enak bareng Doy, sama kakak baru gw Hendery namanya.

Jujur, gw masih belum ngobrol sama Chenle akhir akhir ini, gara gara Nyokap gue.

"Dek, tolong gantiin sambut tamu ya? Bibi ada urusan sebentar."

"Yakin sebentar?"

"Iya, 30 menit."

"Ish, lama itu mah."

"Sambut aja dulu, nanti Bibi beliin paket novel serial bumi yg Tere Liye."

"Nyogok aja terus, yaudah sana."

Bibi sama gw umurnya cuma beda 3 tahun. Jadi gitu komunikasinya.

Ada beberapa tamu datang, dan salah satu tamu mengejutkan buat gw.

"Halo, dengan nak Byul ya?" tanya seorang wanita paruh baya tersebut.

"Iya, bu." jawab gw seadanya.

"Ah, kenalkan saya ibunya Chenle."

"Chenle? Tapi bagaimana ibu bisa tahu saya yg bernama Byul? Bagimana ibu dapat mengenali wajah saya?"

"Chenle sering cerita ke saya, tentang kamu. Kalau wajah, Chenle memasang foto kamu dimana mana. Hape, laptop, hingga yg dipajang dikamar pun ada?"

"Ah, benarkah?"

"Iya, kalau begitu saya masuk dulu gaenak sama pengantin baru. Nanti kita sambung ngobrol."

"Iya," kata gw sambil melambaikan tangan.

Kemudian sambung menyambut tamu yg lainnya.

"Dor!"

"Gak kaget wlee." ledek gw ke bibi.

"30 menit kan?"

"Enggak, 45 menit. Jadi hadiahnya tambah sama alat tulis ya?"

"Iya ah, terserah kamu. Sana lanjut makan yg banyak biar susah jalan."

"Ih, jahat bibi."

Gw segera lanjut makan ke stan dimsum, bisa dihitung udah 6 kali nambah.

Lagian enak banget, tapi mbak yg jaga stannya pelit cuma ngasih 3 biji.

Disana ada beberapa temen gw yg datang ke sini, salah satunya Lami, Chenle.

Tentu saja, Lami merupakan anak kepsek dan gw baru tau kalau Chenle itu anak dari teman papa yg joinan bangun sekolah.

Jadi yg ngewarisin sekolah cuma Doy dan Chenle.

Dan mereka kemari berdua kek pasangan, tapi gak papa.

"Dor!"

"Eh, ayam setan." baru kali ini ada yg berhasil ngagetin gw, si Yangyang partner basket gw. Hampir tiap ketemu dia ngagetin gw, karena dia udah tau celahnya.

"Lo ngagetin mulu, sekali lagi lo ngagetin gw, bakal gw shoot pake bola basket 100 kali."

"Eh, jangan nanti gw jatoh."

Gw bingung, gajelas ni anak.

"Jatuh hati kepadamu, eakk." katanya menunjuk gw dengan 2 jarinya dan mengangat satu kakinya. Sedikit melompat.

Gw bergedik geli.

"Ih, sejak kapan lo ikut cheers? Atau lo diajarin sama tuh gembel?" tanya gw menunjuk Lami. Yangyang udah jadi sohib gw sekarang, karena akhir akhir ini basket jadwalnya padat banget and still be Yangyang's partner.

Kadang kita saling cerita, apalagi pas Yangyang ikut olimpiade di Jerman.

"Hih, deket 1 senti aja gak mau. Apalagi minta ngajarin."

"Ha ha ha. Yaudah ayok cari makan." Ajak gw.

Gw berjalan mencari stan kebab. Disana ada ibunya Chenle dan anaknya.

Karena gw udah disitu gw gak bisa kemana mana.

"Eh, ketemu lagi kita." kata ibunya Chenle.

"Ehehe, iya tante."

Yangyang yg merasa jadi nyamuk disana memilih pergi, tapi gw tahan.

Disini aja. Tatap gw.

Gimana pun Yangyang tetep gak enak, karena mereka itu gak bisa damai. Waktu itu pernah seangkatan mau laithan basket, karena mereka debat soal tempat basketnya ga jadi latihan hari itu.

"Ini siapa nak?"

"Yangyang tante. Temen Byul."

"Udah deket ya? Sampai kelilingnya berdua aja."

"Eh, enggak juga."

"Hah, masa sih? Itu tangannya." kata mama Chenle menunjuk tangan gw yg masih berdekatan dengan Yangyang. Sehabis menahan dia yg hendak pergi tadi.

"C-cuma sahabat doang kok tante."

"Tuh, Le. Byul sama Yangyang sahabatan bisa sampai gini. Kamu sama Lami kok gak ada akrab akrabnya?"

"Mami gak tau kejadiannya." jawab Chenle datar.

Setelah makan berbincang santai ibunya memutuskan untuk pulang.

"Perlu dianter tante?"

"Gak usah, kamu pasti capek nyambutin tamu tadi."

"Sampai depan aja."

"Gak papa, kamu istirahat aja ya. Lain kali kita ngobrol lagi. Dadaah." katanya melambaikan tangan. Gw balas melambaikan tangan.

Mama Chenle pergi diiringi Chenle dibelakangnya.

"Kalau dia ngapa ngapain lo lapod gw." katanya tiba tiba.

"Kenapa elo? Lo siapa gw ngurusin hidup gw."

Dia tak mengubris.

"Ohya, Chenle. Kalau jadian sama Lami bilang bilang, ntar gw tagih pj nya."

Tak mengubris kembali, melanjutkan jalannya.

Gw duduk disalah satu kursi yg belom diberesin.

Tbc.

Janlup voment juseyo.

Janlup voment juseyo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lagi terniat:"))

I'm not fools, stupid; Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang