Haechan mulai sibuk dengan kuliahnya, membuatnya jarang berada di rumah, sehingga ia benar-benar harus bisa membagi waktunya untuk sang istri.
Kehamilan hana pun sudah memasuki bulan ke tujuh, yang mana perutnya semakin membesar serta moodnya swingnya yang semakin menjadi.
Tak jarang Haechan di buat kewalahan akan mood Hana yang sering berubah-ubah dalam sejenak, membuat Haechan harus ekstra sabar menghadapinya.
Jika di tanya apakah Haechan pernah merasa kesal pada Hana, tentu saja pernah. Hanya saja ia berusaha mengontrol dirinya agar tidak kelepasan, karena ia paham betul istrinya bersikap seperti itu bukan karena kemauannya melainkan dari hormon kehamilan.
Namun, untuk beberapa hari ini entah ia harus senang atau sedih karena berpisah dengan Hana. Haechan sedang melakukan tugas praktek di luar kota yang mengharuskannya meninggalkan sang istri tercinta di rumah.
Sebenarnya Haechan tidak ingin ikut karena tak ingin meninggalkan Hana dalam keadaan hamil, akan tetapi Hana sendiri yang menyuruh Haechan pergi. Hana tak mau karena hanya dirinya kuliah Haechan jadi terhambat. Walaupun Hana sering merepotkan Haechan bahkan rela membolos kelas demi dirinya tetap saja Hana ingin menjadi istri yang pengertian untuk Haechan.
Haechan menatap layar ponselnya yang menampilkan foto Hana yang sedang tertawa lepas karena sesuatu yang lucu. Haechan jadi merindukan istrinya itu. Entah apa yang sedang wanita hamil itu lakukan sekarang, sudah makan atau belum. Hahh... Rasanya Haechan ingin pulang saat ini juga.
Saat tengah memikirkan istrinya, tiba-tiba ponselnya berdering. Nama sang ayah mertua tertera di layar datar itu. Segera Haechan mengangkatnya dengan perasaan was-was, takut jika istrinya kenapa-kenapa.
"Halo, kenapa yah? apa terjadi sesuatu? Hana gimana? baik-baik aja kan?"
Pertanyaan beruntun langsung Haechan layangkan, membuat seorang lelaki paruh baya di seberang tertawa kecil.
"Tenang, Haechan. Dia baik-baik saja kok."
Haechan bernafas lega.
"Syukurlah."
"Ayah nelpon kamu karena dia yang nyuruh. Dia pengen kamu pulang, katanya kangen."
"Hari ini aku udah pulang kok, tapi ga sekarang, mungkin nanti sore. Ayah tolong bilangin ya?"
"Iya, gapapa. Nanti ayah bilangin sama dia. Kamu baik-baik ya di sana."
"Iya, Ayah."
"Kalau begitu ayah tutup-KAPAN PULANGGG?!! AKU KANGEN!!!"
Haechan meringis, menjauhkan ponselnya dari telinganya kala mendengar teriakan yang ia rindukan itu. Sepertinya ponsel ayahnya di ambil alih oleh Hana.
"Iya aku juga kangen. Nanti sore aku pulang."
"MAUNYA SEKARANG!!"
"Tapi-"
"POKOKNYA PULANG SEKARANG ATAU GA USAH PULANG SAMA SEKALI!??"
Haechan menghela nafas berat. Hana mulai lagi. Nanggung kalau ia harus pulang sekarang, selain itu masih ada tugas terakhir yang harus ia kerjakan.
"Udah, chan gapapa. Kamu fokus sama kegiatan kamu di sana ya. Biar Hana ayah yang urus, kamu ga usah pikirin perkataan dia tadi. Dia cuma kangen berat sama kamu."
"Yaudah deh. Haechan titip Hana ya. Kalau ada apa-apa telpon aja."
"Iya, nak."
Setelahnya sambungan terputus. Haechan memijat kepalanya, ia pusing. Baru saja ia di telpon oleh ayah mertuanya, kini giliran adik iparnya yang mengiriminya pesan kalau Hana merajuk dan mogok makan sampai dirinya pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] My Perfect Husband ; LHC ✓ || SUDAH TERBIT
Fiksi PenggemarSELESAI Ketika Haechan berusaha menjadi suami yang sempurna untuk Hana. cr. mentahan cover on pinterest Warn!!! •kinda ooc •bahasa campur •harsh word •Marriage life! •lokal •DLDR!! Highest rank: #1 in comedyromance 210321 #1 in Hana 210110 #1 in...