Jalan Pulang

5 3 0
                                    


Seorang gadis bertubuh kurus berjalan tergesa gesa menyusuri gang sempit membelah gelapnya malam. Ia baru saja pulang dari rumah majikannya yang memberinya pekerjaan mencuci dan menyeterika pakaian. Tidak jauh dari rumah Tante Sherly, terdapat komplek perumahan orang kaya. Tidak sedikit dari warga di pemukiman ini yang bekerja disana.

Biasanya, ia tidak pulang selarut ini. Hari ini ia harus menunggu ibu majikannya pulang dari kantor karena beliau berjanji akan membayar upahnya setelah seminggu ia bekerja paruh waktu di rumah Bu Wira. Tugasnya hanyalah mencuci  dan menyeterika pakaian keluarga itu. Tugas yang tidak berat baginya karena sejak dulu ia sudah terbiasa bekerja. Lagipula, di rumah Bu Wira ada mesin cuci, jadi pekerjaannya semakin ringan saja.

Sebenarnya upahnya tidak banyak, tetapi Bu Wira memberi uang lebih. Kata Bu Wira, itu adalah bonus untuknya. Ah, Bu Wira baik sekali. Ia juga diberi bungkusan lauk pauk untuk makan malam di rumah. Ia menepuk nepuk tas slempangnya sambil tersenyum, uang ini akan digunakan untuk ongkos ke sekolah. Uang sebesar ini, bisa cukup untuk ongkos ke sekolah selama satu bulan. Hatinya riang.

Rumah Tante Sherly lumayan jauh dari sekolahnya. Ia harus dua kali naik angkutan umum sebelum ia bisa menumpang bis sekolah.  Hmm ... jika kartu beasiswa pendidikan yang sudah diajukan gurunya sudah ada, mungkin akan sangat membantu. Sayangnya, ia mendapat informasi dari sekolah  bahwa kartu itu masih dalam proses.

Suasana malam itu terasa hening. Di ujung gang, gadis itu melihat sekumpulan pemuda yang sedang duduk dan tertawa-tawa. Ada lima pemuda disana. Ia mempercepat langkahnya dan semakin menundukkan wajah, berusaha tidak terlihat. Ia hanya ingin segera sampai di rumah Tante Sherly. Terpikir untuk belok menggunakan jalan yang lain, tetapi ia takut tersesat. Ia pernah tersesat disini karena banyak sekali gang sempit yang saling bercabang. Saat ini Tante Sherly pasti sudah dijemput Om Hendri. Tapi setidaknya ia merasa lebih aman di rumah.

“Mau kemana manis, buru-buru amat?” ucap salah satu pemuda itu sambil mencekal tangannya. Sementara yang lain ikut mengerubungi. Gadis itu tidak menjawab. Wajahnya seketika semakin pucat. Jantungnya memompa lebih cepat. Aduh, bagaimana ini? 

“To-Tolong, biarkan saya lewat.” Qiara memohon dengan suaranya yang sangat pelan. Ia berusaha melepaskan cekalan di tangannya.

“Baru juga jam segini. Disini aja ikut bermain sama kita-kita. Kamu pasti akan senang. Lo anak baru ya disini? Kenalan dulu doong ...,” kata pemuda yang lain sambil tangannya menyibakkan rambut gadis itu yang menutupi wajahnya.

Pemuda yang agak pendek mendekat dan meraba pipinya, “Cantik juga ...,” katanya tersenyum penuh minat.

“Lepaskan!”

***

Bersambung

A Story By Dev

Jangan lupa di vote ya 😁♥️

Namaku QiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang