POV. Bu Ani
Hari ini aku datang lebih pagi ke sekolah. Kebetulan aku diantar oleh suami. Ia sedang ada urusan ke daerah sini, katanya. Suamiku adalah seorang Pengacara. Ia memiliki sebuah Lembaga Bantuan Hukum bersama teman-temannya. Meskipun ia berasal dari keluarga berada, namun semua pencapaian yang ia raih sekarang adalah murni hasil kerja kerasnya sendiri. Sebenarnya, Papi dan Mami sudah memberikan salah satu perusahaannya untuk dikelola suamiku. Namun, ia menolak dengan halus. Ia ingin keluarga kecil kami tumbuh dengan nilai perjuangan dan kerja keras. Aku pun sependapat dengannya.
Papi dan mami adalah orangtua adopsi suamiku. Sejak masih bayi merah, suamiku sudah tinggal di panti asuhan. Konon, ia ditemukan di dalam kardus di dekat tempat pembuangan sampah. Lalu, papi dan mami mengadopsinya melalui proses persidangan beberapa kali. Suamiku tidak pernah kekurangan cinta dari papi dan mami, meski kemudian lahir anak kandung mereka. Suamiku sangat menyayangi adiknya. Segala hal dilakukan untuk sang adik.
Aku membolak balik buku catatan milik ibunya Qiara. Belum semua tulisan di buku itu selesai kubaca. Secarik kertas yang sudah menguning terselip secara acak didalam buku. Kubuka lipatan kertas itu. Hm, sebuah alamat ... tunggu, bukannya ini alamatnya ... Aduh, nama ayah Qiara kan ....
Aku pun termenung. Sebuah tanda tanya besar menghantui pikiranku. Ah, tidak mungkin! gumamku berusaha mengenyahkan pikiran negatif yang semakin liar menyergap.
Kuedarkan pandanganku ke sekeliling. Halaman sekolah sudah mulai dipenuhi siswa siswa yang berdatangan.
“Qiara!” pekikku gembira saat netraku menangkap sosok mungil tengah berjalan di koridor sekolah. Ia menengok ke arahku. Matanya membulat dan ada senyum tipis disana. Ah, nanti saja memikirkan alamat itu.
“Assalamu’alaikum, Bu” ucapnya memberi salam dengan sopan. Gadis itu menyambut dan mencium punggung tanganku.
“Waalaikum salam. Qia kemana saja? Ibu mendengar tentang mama kamu. Ibu ikut berduka. Ibu yakin, kamu kuat menghadapi semuanya, Sayang. Ayo ayo kita sarapan bersama. Kamu belum sarapan kan? Ibu sangat kuatir tidak tahu kabarmu, Qia.” Aku menggamit tangannya seraya melangkah menuju kantin sekolah. Rasanya tidak sabar mendengar cerita Qiara selama seminggu ia tidak ke sekolah. Yah, itu artinya aku yang harus banyak bertanya padanya.
Kami sarapan berdua di kantin sekolah. Waktu masih terlalu pagi sehingga tidak banyak siswa yang berlalu lalang. Aku bertanya padanya dengan banyak pertanyaan. Meskipun kalimatnya masih saja tidak terlalu panjang, namun sekarang kulihat lebih banyak senyuman di matanya. Semoga kehidupanmu lebih baik, Qia. Aku senang sekali mengetahui bahwa Qiara sehat dan baik-baik saja.
“Nanti, sepulang sekolah. Ibu antar kamu pulang ya. Ibu ingin kenalan dengan Om Hendri dan Tante Sherly,” ucapku saat kami berjalan menuju kelas karena jam belajar sebentar lagi akan dimulai.
“Iya, Bu. Tapi ... Qia tidak tahu apakah nanti Tante dan Om ada di rumah atau tidak. Kalau nanti ternyata Tante Sherly sudah berangkat kerja bagaimana, Bu?” tanyanya.
“Tidak apa apa. Setidaknya Ibu jadi tahu dimana tempat tinggal Qia sekarang,” jawabku lagi.
Ia menggangguk dan tersenyum manis sekali.
Namaku Qiara. Kalian cukup memanggilku Qia. Aku berusia dua belas tahun, akan beranjak ke tiga belas. Tubuhku mungil. Lebih kecil dari teman temanku. Aku tidak pernah mengenal Ayah. Dalam hidup, aku hanya mengenal mama dan Tante Sherly sebagai keluarga. Cita citaku sederhana. Aku ingin mewujudkan keinginan mama. Mama pernah bilang, ia ingin aku jadi anak pintar supaya bisa naik pesawat ke luar negeri. Itu saja ...
Mmm, sebenarnya aku juga ingin menjadi seorang guru. Ada ibu guru di sekolahku yang kusukai. Aku ingin seperti beliau jika sudah besar nanti. Eh, bisa tidak ya jadi ibu guru terus naik pesawat ke luar negeri ? Kalau bu gurunya ke luar negeri, nanti murid-muridnya nggak ada yang ngajar dong? Hihihi ....
***
Bersambung
A Strory By Dev
Jangan lupa di vote ya 😁♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Namaku Qiara
Random(Peringatan : Tulisan ini mengandung konten eksplisit yang dapat memicu pengalaman traumatis ; saya sarankan tidak meneruskan membaca jika dalam keadaan rentan) NAMAKU QIARA Kisah ini bertutur tentang perjuangan seorang gadis berdamai dengan masa la...