Mama Pulang

19 4 0
                                    


Malam itu, aku sedang berada di kamar mengerjakan tugas sekolah. Mama belum pulang dari tempatnya bekerja. Di rumah, aku seorang diri. Biasanya Mama berangkat kerja sore hari dan pulang dini hari. Aku tak tahu apa pekerjaannya.

Yang jelas, setiap aku berangkat sekolah, Mama masih tertidur di kamarnya. Setiap kali pulang sekolah, Mama sudah bersiap siap akan berangkat. Seringkali kami hanya berpapasan di ruang tamu. Aku tahu, Mama telah bekerja keras. Kesepian? Tidak. Sepi sudah menjadi teman baikku.

Samar samar kudengar suara pintu terbuka. Itu pasti Mama sudah pulang. Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Tumben Mama pulang jam segini. Aku beringsut keluar kamar ingin menyambutnya datang. Benar saja, Mama pulang.

"Qiara! kemari cepat!" hardik Mama padaku dengan suara yang melengking. Jalannya terlihat sempoyongan dan akhirnya ia terjatuh di sofa ruang tamu kami yang tidak begitu luas. Ah, sepertinya ia mabuk lagi. Kali ini ada apa ya?

Takut-takut aku mendekatinya. Ia terlihat sangat kacau. Terdapat lingkaran hitam di matanya. Baju yang dipakainya pun berantakan. Tercium aroma alkohol dari mulutnya. Tangannya serta merta menjambak rambutku. Ia menyeringai "Kau lambat sekali sih! cepat, ambilkan mama minuman. Mama haus sekali."

Aku tersentak, nyeri di kepalaku tak terelakkan. Segera, tergopoh aku mengambilkannya segelas air dingin dari kulkas dan kusodorkan padanya. Ia menatapku marah.

"Bukan ini, Bodoh! ayo cepat ambil! mama butuh minuman itu!" bentaknya lagi sambil melempar gelas yang kusodorkan padanya ke dinding. Pecahan kaca gelas pun berhamburan.

"Tapi Ma, Mama sudah mabuk. Jangan minum lagi."

PLAAK!

Tangannya mendarat di pipiku. Aku menggigit bibir bawah kuat kuat. Terasa anyir darah di lidah. Tidak, aku tak ingin menangis. Aku tak boleh menangis. Pukulan dan tamparan yang kerap kuterima dari tangan mama sudah sangat biasa. Kurasa tubuh kecil ini cukup kuat menahan rasa sakit itu lagi. Ya, tubuhku memang kurus dan terbilang mungil jika dibandingkan anak anak seusiaku.

"Kau berani bantah Qiara? dasar anak kurang ajar. Anak setan! seharusnya aku tidak pernah melahirkanmu. Seharusnya aku menggugurkanmu saat itu. Kau tahu Qiara, aku sangat menyesal kau terlahir di dunia ini. Aku membencimu!" ceracaunya gusar. Tangan mama menarik rambutku ke belakang. Kulit kepalaku ikut tertarik. Nyeri sekali.

"Ampun, Maa ...," ringisku menahan sakit. Pipiku terasa panas akibat tamparannya tadi. Hati ini jauh lebih sakit mendengar ucapannya. Meskipun ucapan ini sudah sering ia lontarkan, tapi tetap saja terasa mengiris hati setiap kali aku mendengarnya. Lagi dan lagi ... sepanjang hidupku.

"Ma, kenapa Mama membenciku? salahku apa?" desahku di dalam hati. Aku tertunduk dan berjongkok memunguti pecahan gelas yang berserakan di lantai satu per satu. Hatiku menangis dalam diam. Tanpa isakan. Tanpa air mata.

Kulihat mama terhuyung huyung berjalan ke arah dapur. Diambilnya botol minuman itu didalam rak. Ia meminumnya dengan tergesa gesa. Ia duduk di kursi dapur, kemudian ia tertawa lalu tiba tiba menangis menyayat hati. Aku tak berani mendekatinya jika mama sedang seperti ini. Sekilas kupandang ia dari jauh. Sebenarnya, mamaku seorang wanita yang cantik. Hanya saja ....

Namaku Qiara. Panggil aku Qia. Tahun ini usiaku dua belas tahun. Aku tinggal bersama Mama. Ya, mama adalah ibu kandungku. Aku tidak pernah mengenal papa. Entahlah, mama selalu marah jika aku bertanya soal sosoknya. Kemarahan mama adalah keapesanku. Lebam lebam di wajah dan sekujur tubuhku menjadi saksi amarah mama. Dan itu sering terjadi bahkan untuk hal hal sepele. Kami berdua tinggal di sebuah rumah susun di salah satu pemukiman padat di Jakarta.

***

Bersambung

A story by Dev

Jangan lupa di vote ya 😁♥️

Namaku QiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang