Heart to Heart

1.5K 98 4
                                        

Heart to Heart

Bang Dion dan beberapa orang yang nggak gue tahu namanya masih belum puas tertawa. Vin sendiri sibuk ngipasin gue meskipun sesekali gue lihat gimana dia berusaha buat nggak ikutan ketawa. Sementara Mikah yang duduk di seberang gue pamer muka bête luar biasa. Gimana enggak kalau ternyata tuh anak teriak nggak jelas gara-gara ngira gue ini hantu. Yakali gue setan.

“Udah malem, sono deh lu pada balik ke cottage. Besok pagi-pagi harus udah set semua.” Finally orang-orang ini pergi dari tenda setelah tadi datang rombongan gara-gara denger teriakan maut Mikah. “Lo di sini dulu El, temenin gue, siapa tahu butuh bantuan ngangkut Mikah balik ke cottage kalau kalau ada hal yang seru buat ditonton.” Bang El yang semula berdiri langsung balik duduk di samping Mikah.

Gue sepenuhnya sadar kalau bang Dion, Vin, juga bang El terang-terangan ngelihatin gue dan Mikah bergantian. Bisa-bisanya gue punya saudara macam bang Dion yang juga punya pacar sompret dan teman yang… gimana yah mendeskripsikan bang El… gitu deh pokoknya.

Tahu-tahu bang Dion sudah memangku gitar yang entah didapatnya darimana. Genjreng nggak jelas dari tadi, dikira gue dia mau  main gitar sambil nyanyi tapi tahunya malah oper gitar ke bang El. Tuh kan, lihat sendiri kelakuan dua orang itu. Bang El langsung metik senar gitar dan tanpa koordinasi sama sekali bang Dion langsung nyanyi lagu yang gue tahu dan lumayan hapal.

Ribuan hari aku menunggumu
Jutaan lagu tercipta untukmu
Apakah kau akan terus begini?
Masih adakah celah di hatimu yang masih bisa ku tuk singgahi?
Cobalah aku kapan engkau mau…

Tahukah lagu yang kau suka?
Tahukah bintang yang kau sapa?
Tahukah rumah yang kau tuju?
Itu aku…
Percayalah itu aku

Gue nggak merasa tersindir kok, seriusan. Kalaupun ada itu pasti bukan gue. Lagian suara bang Dion ternyata nggak seburuk itu biarpun nggak bisa dibilang bagus juga. Ah, gue khilaf waktu ngomong tadi.

Insiden kecil seperti saat lo coba lihat ke sekeliling dan berakhir dengan saling tatap dengan orang yang nggak lo kenal atau simplenya orang yang lo harapkan buat bisa eye contact. And I did it. Itu nggak menyenangkan sama sekali.

Baik Mikah ataupun gue nggak ada yang mau mengalihkan pandangan. Bukan karena apa-apa, hanya karena gue ataupun dia tahu jika siapapun diantara kita berdua yang mengalihkan pandangan terlebih dahulu adalah yang terlemah which means yang juga berarti buat salah. Jelas gue nggak mau jadi lebih lemah daripada tuh rempong satu. Memangnya siapa yang lebih salah di sini? Gue? Gue rasa bukan!

Hening sesaat. Nggak ada suara genjrengan gitar maupun suara sumbang bang Dion. Berasa lagi shooting film laga. Tapi lagi-lagi harus keganggu sama kolaborasi dua cowok itu lagi.

When was the last time you thought of me?
or have you completely erased me from your memory
I often think about where I went wrong
The more I do, the less I know
I know I have a fickle heart and a bitterness
And a wandering eye and heaviness in my head
But don’t you remember
Don’t you remember the reason you loved me before
Baby, please remember me once more…

Cukup! Bang Dion sialan. Gue reflex berdiri dan entah sejak kapan Mikah juga berdiri dari duduknya. May be it’s the time. Gue lebih berharap lagunya 5SOS Never Be yang jadi back sound daripada suaranya bang Dion.

Mikah memberi gerakan isyarat dengan kepalanya. Well, gue ngerti maksudnya buat nyuruh gue ikutin dia. And stop being stubborn, Ody. Mungkin memang terlalu lama gue perang sama dia, saatnya gencatan senjata. Bahkan saat gue mulai jalan buat ikutin Mikah, lagu yang dinyayiin bang Dion ikutan berubah. Kapan-kapan harus gue bales nih orang!

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang