It’s Mikah
(Special Part)
Boring!
Dari sekian banyak hal yang bisa gue lakuin tapi gue malah tiduran nggak jelas di gazebo belakang rumah. Orang gila mana yang tiduran nggak jelas di samping kolam renang dan hujan pula. Kalau aja gue punya pacar. Pacar mana… pacar mana… dimana… dimana… di ah… sudahlah. Gue jadi absurd begini kayak si Odeth.
Odeth, namanya gue samarkan karena satu dan lain hal. Nama aslinya Melody Maudy Yanuar. Panggilannya Ody karena menurutnya dipanggil Mel itu pasaran dan terlalu cewek. Tanya kenapa gue bisa temenan sama makhluk itu.
Gue terbiasa popular dari jaman SD sampai kuliah bahkan masa magang gue masih tetap jadi popular. No doubt, gue ganteng, keren, gaul, easy going, dan yah… kaya, thanks to my papa. Tapi biarpun begitu gue masih betah sahabatan sama Ody yang jauh bertolak belakang sama gue.
Gue popular, dia hamper antisosial. Gue easygoing, dia awkward. Gue pintar, dia aslinya pinter tapi lebih sering otaknya nggak dipake buat mikir. Gue nggak-bangga-buat-bilang sering gonta ganti pacar, dia jones yang masih ngarep sama cinta monyetnya. Gue suka jadi pusat perhatian, dia penyendiri. Intinya dunia gue sama dia bertolak belakang banget tapi sampai sekarang nggak tahu kenapa kita berdua masih tahan buat deket satu sama lain.
Ody satu-satunya orang yang tahu hal terburuk gue dan juga gimana apa adanya gue. Dan begitu sebaliknya. Tapi hampir dua bulan ini kita bertingkah kayak nggak pernah ada di dunia masing-masing.
Gue tahu kalau gue yang lebih bersalah di sini tapi gue juga mau dia instrokpeksi diri kalau nggak selamanya dia bisa bertindak egois. Gue juga tahu kalau gue egois, tapi dia jauh lebih egois dibandingkan gue.
Vibrate dari i-phone paling baru hasil bujuk papa tiga hari yang lalu benaran ganggu lamunan gue.
Bang Dion.
Ngapain nih manusia satu nelpon gue malem-malem. Hujan pula?
“Halo, kenapa bang? Suara lo nggak kedengeran.”
Bunyi hujan lebih mendominasi dan biarpun begitu gue males kalau harus masukke dalam rumah cuma sekedar dengerin apapun itu yang mau diomongin sama bang Dion.
“Eh, mikah.”
“Mikah. It’s Mikah. Mai-kah bukan mi-kah.”
“Halah, toh tulisannya nama lo Mikah kan M-i-k-a-h bukannya M-a-i-k-a-h. Ngapa jadi bahas nama lu sih. Lu sekarang dimana?”
“Di rumah. Kenapa? Mau ngejerumusin gue ke gay party sialan lo itu lagi? Makasih, gue nggak akan ketipu buat yang kedua kalinya. Gue masih doyan payudara gede asli.”
Sialan bang Dion malah ketawa. Gue aslinya rada trauma hang out bareng nih cowok. Sekitar duaminggu yang lalu gue dijebak sama dia buat diajak ke party. Gue tanpa rasa curiga apapun langsung setuju dan ternyata gue diajak ke gay party yang isinya… ah sudahlah. Toh rasa syok gue udah berlalu.
“Eh, kemarin ada yang nanyain lo ke gue. Minta nomor lo. Gue kasih boleh?”
“Sampai lo sembarangan nyebar nomor gue. Gue bikin studio photo lo bangkrut.”
“Iye dah yang anaknya pak CEO Growpath Group.”
Males kalau udah mulai nyinggung perusahaan papa. “Ngapain lo nelpon gue? Ganggu waktu santai gue aja.”
“Kalo lo emang mau ngikut event photoshoot besok. Gue cuma mau ngingetin kalau jam tujuh harus udah stand by di kantor. Kita ke lokasi pakai mobil soalnya. Jam sepuluh harus sudah sampai lokasi, atur set dan semuanya harus selesai sebelum jam dua belas, soalnya jam satu mulai photoshoot di indoor terus habis itu ngejar sunset di outdoor.

KAMU SEDANG MEMBACA
STALKER
RomanceCerita iseng yang dibuat tanpa konsep. Cerita general yang mungkin lazim dialami oleh banyak orang. But overall, it's totally fiction. [lil Speech] Setelah menemukan alur yang semula kabur, kasar, dan terbelah. Mencoba memberi sisi lain dari cerita...