08 : Aurora
Pesan yang berisi satu kalimat pada gulungan itu berhasil membuatku kelelahan. Aku berlari tanpa henti hanya untuk menemukan taksi. Beruntung tak ada orang yang menyaksikan, karena suasana di daerah perumahan tadi sangatlah sepi dan sunyi.Sejak pulang dari pertemuan bersama Eunwoo, Winter disibukkan dengan urusan pada proyek yang terpaksa ku setujui. Aku yakin jika Winter dan yang lain akan membawaku kembali ke rumah itu. Ku pikir tak apa, karena rumah itu tak membuatku merasakan trauma. Aku lebih memprioritaskan urusanku yang hanya bergantung pada secarik kertas.
Ketika masuk ke dalam taksi dengan terburu-buru, aku segera memberikan alamat yang tertulis pada sobekan kertas. Sang sopir menoleh padaku dengan tatapan ragu. Namun aku meyakinkannya dengan membayar lebih. Mobil melaju ketika aku berkata akan membayarnya tiga kali lipat dari tarif normal.
Aku terus menggigiti bibir bagian bawah, sementara pikiranku kembali pada gulungan kertas itu.
'Pergilah sekarang ke tempatku, kamu akan menemukan solusinya padaku.'
Aku mengharapkan perkataannya itu. Mungkin dia bisa membantuku dalam menangani semua ini. Diam-diam air mata menuruni pipiku. Sungguh, aku sangat takut dengan proyek ini. Resikonya terlalu tinggi, dan terlebih lagi aku tidak menyetujuinya.
Pening tiba-tiba melanda kepalaku. Air mata yang terbuang sia-sia membuatku semakin merasa lelah. Aku pun memejamkan mata dan terlelap tidur.
"Miss?"
Aku mendengar suara sopir yang memanggilku. Dengan segera aku membuka mata dan melihat sang sopir yang mengatakan bahwa aku sudah sampai di tujuanku. Aku turun dari taksi setelah membayar biayanya.
Ku lihat langit yang menampakkan pemandangan sore. Aku berdiri tepat di dekat daerah satu-satunya rumah yang berada di sisi danau. Saat ku perhatikan sekelilingnya sembari berjalan mendekati rumah itu, hampir dari seluruh tempat ini diselimuti oleh hutan. Di hadapanku ada sebuah danau yang luas dan dikelilingi oleh pegunungan.
Sore ini begitu indah, akan tetapi terasa mencekam juga karena kesunyian di sekitarnya. Pohon-pohon cemara yang menjulang tinggi di belakang rumah itu terlihat sangat menyeramkan karena tak mendapatkan sinar matahari, hanya pegunungan di seberang danau saja yang tersinari dari cahayanya. Keadaan di sini cukup teduh, tak sehangat ketika di rumahku yang jauh itu.
Sembari mendekat ke rumah, aku tak berhenti menerka-nerka. Sebenarnya, aku juga takut jika binatang buas tiba-tiba saja datang dari arah yang tak terduga olehku. Hidup di sini cukup berbahaya, karena menyatu dengan alam liar. Dibutuhkan keberanian yang ekstra untuk memiliki kehidupan seperti orang misterius yang selalu mengirimiku pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paradox
FanfictionHubungan kita layaknya sebuah paradoks, selalu dipenuhi kontradiksi ketika kita mencoba untuk menggunakan intuisi. Start 12-12-2020 End 17-12-2020 © _gzbae_