4

499 92 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



04 : Déjà Vu








Penantian hari esok akhirnya sirna juga. Seolah tahu akan tempat tujuanku dari petunjuk itu, aku terus meyakini diriku sendiri bahwa aku sudah melakukan hal yang benar.



Kali ini aku tak ditemani oleh Karina, dia sengaja ku suruh untuk tetap diam di rumah. Aku bepergian seorang diri, hanya berbekal petunjuk dari tempat itu saja.



Aku menepikan mobil ketika sudah sampai di tempat tujuan. Apartemen usang yang ku beli beberapa tahun yang lalu ini adalah tempat di mana aku selalu mengulas senyum. Entah apa penyebabnya, tetapi aku selalu memiliki perasaan itu tiap kali berkunjung kemari. Aku selalu merasa pernah menghabiskan waktuku yang begitu berharga di sini, namun aku tak tahu kapan itu terjadi.



Saat tubuhku sudah terduduk nyaman di sofa, aku menemukan secarik kertas di meja. Aku meraih kertas itu lalu membacanya. Jelas sekali wajahku menampilkan ekspresi sedikit kecewa dengan apa yang ku baca di sana.



'Maaf, ternyata bukan hari ini kita bisa bersama lagi. Aku terpaksa harus pergi. Sebagai gantinya, aku sudah membawakan sebuah kenangan yang bisa membuatmu tersenyum sekaligus bingung secara bersamaan. Kamu pasti menyukainya. Just imagine that I'm exactly beside you right now. Enjoy!'



Dia ada benarnya juga. Karena hanya berdiam diri di sini saja aku sudah merasa senang. Aku pun mengesampingkan rasa kesalku pada orang misterius yang mendambakanku itu, dan lebih mencoba memahami maksud dari setiap kata yang ia tulis di sana.



Kini hanya keheningan ruangan yang bisa menyelimutiku. Sementara hiruk-pikuk kehidupan di luar sana bisa saja memecahkan gendang telingaku saat ini juga. Aku menulikan semua yang ku dengar hanya untuk mendapatkan ketenangan sesaat ini.



Saat mataku terpejam dan tubuhku sudah terbaring di sofa, sebuah telapak tangan tiba-tiba saja mengelus puncak kepalaku. Terasa begitu dingin, namun juga segar di saat yang bersamaan. Sepertinya aku sudah masuk ke dalam halusinasiku. Tetapi aku tak peduli dan lebih memilih untuk membiarkan semua yang ku rasakan. Ini bukanlah efek dari obat-obatan terlarang, aku hanya sedikit merasa kelelahan saja. Dokter pribadiku juga sudah mengetahui akan hal ini. Waktu senggangku tak banyak, jadi aku sebisa mungkin memanfaatkan waktu senggang yang seperti ini.



"Jangan bilang kalau itu... kamu?"



"Kamu yang ngajak aku ke sini, kan?" Aku membuka mata dan melihat ke atas, berharap hal itu menjadi nyata. Berharap bahwa orang misterius itu datang kemari. Namun nihil, aku tak mendapati siapapun di sampingku.



Mataku melirik ke arah televisi, aku berniat untuk menonton film yang entah sejak kapan kasetnya berada di dekat meja. Mungkin dengan camilan ringan semuanya akan terasa sempurna. Aku sengaja membawa camilan di tasku hanya untuk berjaga-jaga jika aku lapar.



ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang