11. Belajar Bersama

2.9K 322 24
                                    

"Turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Turun." Titah Andreas sembari menatap Zia dari kaca spion motor.

"Iya, iya!" Zia segera turun dari motor seperti yang di perintahkan oleh Andreas.

Andreas membuka helm, lalu meletakkannya di atas motor. Sedangkan Zia sedang membuka pagar rumahnya.

Seperti yang Andreas bilang tadi di sekolah, ia dan Zia akan belajar untuk olimpiade bersama di rumah Zia. Tadinya Zia tak mengijinkan, tapi ia baru teringat kalau Ayahnya kerja lembur, dan pulang sangat larut malam.

Setelah membuka pagar, Zia membuka pintu utama. Andreas hanya menatap datar cewek itu ketika ia masuk ke dalam rumah lebih dulu tanpa mengajaknya masuk. Padahal ia adalah tamu. Tamu itu raja bukan?

"Ngapain masih di situ?" Ujar Zia yang sudah berada di dalam rumah, sedangkan Andreas ada di teras luar.

"Main kelereng." Jawab datar Andreas kesal.

Zia memutar kedua bola matanya. "Cepet masuk! Mau jadi pagar ayu berdiri di depan pintu gitu?"

"Lo gak nyuruh gue masuk."

"Harus banget gue nyuruh lo? Lo kan udah gede, harusnya punya inisiatif dong!" Sahut Zia sembari melepaskan ransel sekolahnya.

"Gue punya tata krama."

"Tapi gak punya akhlak-kan? Sudah gue duga," Sindir Zia serata terkekeh kecil. "Udah buru masuk! Perlu gue seret lo masuk ke dalam?"

Sabar. Andreas harus sabar menghadapi cewek batu ini. Andreas harus mengendalikkan emosinya. Ia tidak mau kejadian yang tak di inginkan terjadi karna dirinya yang tak bisa mengendalikkan emosi.

"Buka sepatu?"

"Gak! Buka mulut lo yang lebar biar gak pelit ngomong. Ya, iyalah buka sepatu!" Sarkas Zia.

Andreas sedikit merunduk, menarik tali sepatu agar terlepas dari ikatannya. Setelah itu, ia melangkah masuk sembari mengedarkan pandangannya.

Rumah Zia tidak terlalu besar, tidak kecil juga. Bisa di katakan rumah yang sederhana, tapi sangat jauh sekali jika di bandingkan dengan rumah neneknya yang bak istana.

"Duduk di situ," Zia menatap Andreas lalu melirik ke arah sofa yang berada di ruang tamu.

Sesuai perintah, Andreas duduk di sofa coklat berbahan brudlu itu.

"Mau minum gak?" Tawar Zia dengan nada seakan tak ikhlas.

Baru saja bibir Andreas terangkat sedikit ingin menjawab, tapi Zia lebih dulu memotongnya.

"Gak mau? Oke." Tanya Zia, dia juga yang jawab. Membuat Andreas melotot.

"Gue belum jawab," Sinis Andreas.

"Gue gak butuh jawaban lo sayangnya." Ketus Zia.

Sakit nih cewek. Batin Andreas yang masih mencoba bersabar.

DUA ES KUTUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang