Jalan jalan

1K 74 3
                                    

Empat lelaki sudah siap dengan pakaiannya. Siap siap mau jalan pagi.

"Jen, ayo itu sepatunya di pake. Lama banget." Ucap sang ayah.

"Bentar yah. Jeno nggak bisa." Sepertinya si anak tengah kesusahan memakai sepatu olahraganya.

"Kenapa? Kekecilan? Sini ayah bantu pasang." Jaehyun sudah bersiap untuk jongkok menyetarakan tingginya dengan sang anak. Berhati hati karena dia masih menggendong seorang bayi. Hingga si sulung berkata,

"Mark aja yah. Kasian adek." Jaehyun mengangguk-angguk saja sambil tersenyum dan mengelus kepala si sulung.

"Terimakasih ya, Mark." Ucapnya sambil menunjukkan senyum berlesung.

"Sudah kewajiban Mark. Mark kan mas!" Ah, Jaehyun jadi tidak rela. Dulu, Mark adalah anak yang selalu ia manjakan. Si manis gembil yang selalu nyengir setiap si ayah pulang kerja. Anak yang manis dan tampan. Jaehyun tidak tega. Hanya karena rasa egoisnya, Mark malah mendapatkan beban yang berat. Jujur, tidak semua anak mau menjadi kakak pertama. Banyak sekali anak yang tidak rela rasa sayangnya terbagi.

"Jeno nih. Kan mas udah bilang! Tali sepatu itu di masukkan sebelah terus kembalikan terus ditarik! Kalau sudah tekuk sampai jadi lingkaran terus masukkan terus tarik yang kencang! Ngono wae rak iso! Huh!"
(Gitu aja ga bisa)

"Udah Mark, gapapa. Masih kecil wajar kalau ga paham. Yuk keluar dulu. Ayah mau kunci pagarnya."

Anak anak keluar lebih dulu. Jaehyun lalu menutup dan mengunci pagarnya.

"Assalamualaikum cah bagus~"
(Anak ganteng)

Jaehyun yang baru berbalik pun terkejut karena anak keduanya tiba tiba menubruk kakinya—menyembunyikan diri—. Sementara si sulung diam didepan sambil tersenyum malu.

"Loh? Disapa pakde loh itu. Jawab to. 'Waalaikum salam pakde~' gitu to. " Bujuk Jaehyun.

"Waalaikum salam pakde" jawab anak anak dengan suara kecil. Malu.

"Arep neng ndi Iki? Kok bagus temen rupane?"
(Mau kemana ini? Kok ganteng banget penampilan nya)

"Emm... Pasar!" Jawab Mark. Jaehyun langsung tertawa terbahak bahak.

"Jalan jalan mas. Bukan ke pasar." Ralat Jaehyun yang dibalas anggukan oleh Mark. Mark sih manut manut aja sebenernya. Mau diajak kemana aja boleh.

"Lha kadingaren jalan jalan jae? Prei ta?"
(Lha tumben jalan jalan jae? Libur ya?)

"Nggih mas. Mas taeil saking musola ta? Wonten Napa mas?"
(Iya mas. Mas taeil dari musola ya? Ada apa mas?)

"Mbenahi mikrofon tok. Mau pas adzan munine ora kepenak."
(Benerin mikrofon doang. Tadi pas adzan suaranya ga enak)

"Owalaaaa pantesan mau jae keturon mas. Ora Melu subuhan neng musola. Ya wes mas. Jae duluan. Selak awan. Panas. Assalamualaikum."
(Owalah. Pantesan tadi jae ketiduran mas. Gak ikut subuhan di musola. Ya udah mas. Jae duluan. Keburu siang. Panas.)

"Waalaikum salam"

👨‍👦‍👦👨‍👦

Pagi itu, jalanan di Semarang tidak terlalu dingin. Tapi tidak panas juga. Jaehyun yang mengendong Sungchan dan menggenggam tangan Mark, melihat sesuatu yang ia anggap menarik. Segera ia pergi ke rerumputan dipinggir jalan.

Ayah || Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang