-Penembakan-

1.2K 85 2
                                    

Dua minggu kemudian..

Tasya P.O.V

"Sya, calon lo masih belom ada kabar?" Tanya Hiffa yang ku jawab gelengan. "Belom. Jadi panik lama-lama." Kata ku seraya menunduk. "Tenang aja dia kan tugas disana." Kata Hiffa yang ku jawab anggukan.

Saat aku mengecek ponsel ku, aku melihat ada chat dari bunda yang menyuruhku segera menelfonnya. Aku langsung menelfon bunda.

"Assalamualaikum, bun. Ada apa?" Tanya ku. Aku mendengar suara tangisan bunda yang membuatku panik. "Dhika, Sya! Dhika tertembak saat tugas!" Aku kaget mendengar kabar calon suami ku.

Sontak aku mulai menangis dan menatap Hiffa. "Keadaan dia gimana bun sekarang?" Tanya ku. "Dia di rumah sakit. Bunda dan Anya udah disini. Kamu kesini ya sayang. Segera ke RSPAD!" Kata bunda. Aku menahan tangisan ku dan langsung memutus sambungan telfon ku.

"Sya, hey! Sya!! Kenapa calon lo?" Tanya Hiffa yang masih panik. Aku masih termenung mengingat perkataan bunda.

"Dhika ketembak, Sya!"

Damn! Aku mulai menangis dan memilih segera mengambil kunci motor ku. "Sya! Wait! Gw ikut! Kita naik mobil gw aja!" Kata Hiffa.

Aku masuk ke mobil Hiffa dan kembali mematung menatap sekitarku. "Sya, Dhika kenapa?" Tanya Hiffa. Aku menatapnya dan mulai menangis. "Hif, calon gw ketembak saat tugas." Ucap ku seraya meneteskan air mata.

"Sabar okay kita segera kesana." Kata Hiffa. Mobil yang kami naiki membelah jalanan, Hiffa sampai ngebut karna dia tau sahabatnya lagi cemas.

Dalam sejam aja kami udah sampai. Kebayang ga tuh dia ngebutnya gimana.

Aku langsung masuk dan mengunjungi resepsionis RS dan mulai mencari daftar nama pasien. Saat ketemu nama Andhika, aku langsung menuju ke tempat yang tertera disana.

Aku melihat bunda yang sedang menunggu di depan ruangan. "Bunda, gimana Dhika?" Tanya ku. "Dia masih didalem. Dia ditanganin dokter." Jawab bunda.

"Ka Tasya, Anya laper deh. Makan yuk!" Ajak Anya. "Sayang, kamu mau makan sama siapa? Bunda atau kakak?" Tanya ku. "Sama kalian semua." Kata Anya polos.

"Bunda ga bisa, bunda harus tau kabar tentang Dhika, Sya. Nanti kalo ga ada yang nunggu bisa-bisa kalo dipanggil malah ribet nanti." Kata Bunda. "Gini aja deh, kita makan disini aja. Tasya turun ke bawah beli makanan. Anya mau apa sayang?" Tanya ku.

"Anya mau makan nasi goreng kak!" Kata Anya. Aku tersenyum dan mencium pipi Anya. "Bunda mau makan apa?" Tanya ku. "Bunda ngemil somay aja, Sya." Jawab bunda.

"Bunda harus makan nasi, nanti sakit lho." Kata ku membujuk bunda. "Yaudah bunda samain aja kayak Anya ya. Pedes lho." Kata bunda yang membuat ku tersenyum dan menganggukan kepala ku.

"Hif, lo disini aja ya. Gw yang turun ke bawah. Lo mau makan apa?" Tanya ku. "Apa aja deh Sya yang penting enak hehehehhe." Kata Hiffa.

Saat aku turun ke lantai dasar aku membeli dua porsi nasi goreng, satu burger, dua porsi somay, dan 4 Es Teh Manis. Setelah semua ada, aku kembali ke lantai tempat Dhika dirawat.

"Hayo! Anak manis harus makan dulu." Kata ku seraya menyuapi Anya. Aku tersenyum melihat Anya yang lahap memakan nasi goreng nya.

"Kamu kok ga makan?" Tanya bunda seraya memakan nasi goreng nya. "Nanti abis Anya makan, Tasya makan kok bun." Jawab ku seraya tersenyum.

Tiba-tiba bunda menyuapi ku dengan nasi goreng nya. Aku tersenyum dan melahap sesendok nasi goreng yang diberikan bunda.

"Bunda ga mau mantu bunda sakit sayang. Kamu harus makan ya." Kata bunda yang ku jawab anggukan seraya tersenyum.

"Kakak tau ga kak, kemarin padahal kata a'a dia berhasil nyelamatin keluarga yang di sandera tapi malah pagi ini bunda bilang a'a di tembak sama penjahat." Kata Anya seraya mengunyah nasi goreng di mulutnya.

"Itu memang tugas a'a sayang. A'a harus selamatin orang." Jawab ku. Walau jujur aku kecewa. Dhika bilang dia hanya keperbatasan untuk pelatihan tapi ternyata dia dalam misi penyelamatan. Yang dia janjiin cuman seminggu ternyata malah dua minggu.

"Maafin bunda ya, Sya." Kata bunda. Aku tersenyum dan menganggukan kepala ku. "Maafin bunda ga bilang ke kamu kalau Dhika lagi dalam misi penyelamatan. Dhika maksa bunda untuk ga bilang karna takut kamu khawatir." Kata bunda yang hanya ku jawab senyuman.

Aku menggenggam tangan bunda dan menciumnya. "Bunda, apapun yang bunda lakuin pasti Tasya akan selalu ngerti kok. Dhika juga saat itu mungkin niat nya baik agar Tasya ga cemas sama dia." Kata ku seraya tersenyum.

"Keluarga Bapak Andhika!" Aku mendengar suara dokter memanggil nama Andhika. "Ya dok! Saya calon istri nya." Jawab ku. "Saya ibu nya." Kata bunda. "Bisa bicara di ruang kerja saya?" Tanya dokter yang ku jawab anggukan.

Kami memasuki ruang dokter dan duduk di kursi kosong. "Begini mbak, bu. Kondisi Bapak Andhika saat ini kritis. Peluru yang ditembakan ke beliau cukup membuat luka serius di dada kirinya. Dalam hal ini syukurnya tidak sampai terkena jantung tapi ada dua kemungkinan yang terjadi." Kata dokter. Aku mulai mematung menatap lantai di bawah ku.

"Kemungkinannya apa, Dok?" Tanya ku. "Pa Andhika akan koma selama berbulan-bulan atau yang paling parahnya meninggal." Kata dokter yang sukses membuatku meneteskan air mata ku.

Aku langsung keluar ruangan tanpa pamit dan duduk di tangga darurat. Aku menekuk kaki ku dan menenggelamkan kepala ku di antara kedua lututku. Aku mulai menangis.

"Ya allah, kau memberikan ku kebahagiaan setelah aku kehilangan seorang ayah. Cobaan apakah ini sampai kau hendak mengambil kebahagiaan itu sendiri?" Batin ku.

Aku mulai menangis sesegukan namun aku berusaha menahan tangisan ku. Aku kembali ke depan kamar rawat Dhika dan melihat bunda sedang duduk lemas di kursi tunggu.

"Bunda." Panggil ku. Bunda langsung memeluk ku dan kami menangis bersama. "Maafin Dhika, Sya. Maafin dia!" Kata bunda yang membuatku semakin menangis sesegukan.

"Bun, apapun yang diperbuat sama Dhika selalu Tasya maafin. Kita bisa ga sih masuk ke ruangan Dhika? Tasya mau liat calon suami Tasya." Kata ku seraya mengusap mata ku.

Saat kami masuk ke dalam, aku melihat Dhika yang sudah memakai baju pasien rumah sakit. Disekelilingnya ada mesin yang menopang hidupnya agar dia bisa bertahan.

"Sayang, ini aku." Ucap ku seraya menggenggam tangan Dhika yang terbebas dari infus. "Sayang hari ini kita pas banget udah empat tahun satu bulan. Kamu ga mau gitu bangun dan ucapin happy mensive ke aku?" Tanya ku. Walau aku tau ga akan ada jawaban atas semua ucapan aku.

Aku mulai menangis melihat wajah Dhika yang biasanya tersenyum hangat ke aku ini malah diam dan ga membuka matanya. "By, kamu kenapa ga bilang sama Tasya kalau kamu tugas penyelamatan? Kamu harus tau sayang walau kamu tugasnya ringan sekalipun Tasya akan tetap cemas sama kamu." Ucap ku seraya menggenggam tangan Dhika.

"Kamu tau ga By selama dua minggu sejak kamu pergi penugasan, masa aku dijailin mulu sama Ka Clay katanya aku ga bisa malmingan. Dikira dia doang kali ya yang bisa." Ucap ku seraya tersenyum walau tetep aja ga bisa.

"By, bangun sayang." Ucap ku seraya menggenggam tangan Dhika. "Sya, bunda diluar aja ya. Bunda ga kuat." Kata bunda yang ku jawab anggukan.

"By, tepat empat tahun sebulan yang lalu aku dijadiin pacar seseorang lho. Dia yang aku sayang, dia yang aku cintai selama bertahun-tahun pada akhirnya ngeresmiin aku sebagai wanita pilihannya. Kamu tau ga sayang apa yang membuat ku jatuh cinta selalu sama dia? Aku jatuh cinta karna sifatnya. Sifatnya yang baik ditunjang dengan fisiknya yang sempurna. Tepat setahun yang lalu dia bilang kalau dia mau ngelamar aku. Kamu tau sayang siapa orang itu? Itu kamu sayang." Kata ku seraya tersenyum dan menggenggam tangan Dhika.

"Sayang, bangun sayang. Tasya tunggu kamu disini." kata ku seraya mencium tangannya. "Sya, makan dulu ayo! Lo belom makan." Kata Hiffa. Aku menganggukan kepala ku dan mencium pipi dan kening Dhika. "Aku tunggu kamu sayang." Ucap ku.

*******
Nah kan si Dhika ketembak. Hadohhhh kasian ga tuh si Tasya. Anyway, aku gabut banget guys.

Vote and comment nya jangan lupa ya..

Love You All❤

Persit Untuk KaptenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang