30. Kamu Kenapa?

9 4 2
                                    

HALLO?!

APA KABAR? JANGAN LUPA SELALU JAGA KESEHATAN YA! BUKAN CUMA KESEHATAN FISIK DAN MENTAL, TAPI JUGA KESEHATAN HATI! HAHAH

***

Sekolah digegerkan dengan kehadiran gadis cantik dan bawel itu. Setelah hampir sebulan 'cuti' alias terbaring di rumah sakit, gadis itu, Anin. Hari ini dia sudah berangkat sekolah.

"Hai Nin? Lo udah sembuh?"

"Wah Anin udah sekolah lagi!"

"Nin jangan lupa kembali ke cheers ya! Kita butuh lo!"

Sambutan dari teman-temannya membuat Anin mengulum senyum manisnya dan mengangguk. "Aduhh Nin, lo jangan senyum deh. Abang jadi diabetes lihatnya!" Ucap Alden, teman sekelasnya, membuat yang lain menatap Alden dengan tatapan jijik.

"Woi jangan godain Anin lo!! Udah ada pawangnya kalau lo lupa!" Sahut Mirza sembari memberi jitakan di kepala Alden, Alden hanya meringis dan menyengir tanpa dosa.

Anin menuju tempat duduknya, namun para sahabatnya itu belum datang. Anin kembali mengingat perkataan Mirza, pawang yang di maksud adalah Farga, belum banyak yang tahu hubungan mereka sudah, ahhh entahlah.

Kepalanya mendadak pusing kalau terus memikirkan Farga. Anin memilih memijat pelipisnya pelan.

"ANIN!!" Pekik dua gadis dengan suara kencang membuat Anin reflek menutup kedua telinganya.

Mereka langsung berlari memeluk Anin, gadis mungil itu bahkan hampir terjatuh ke belakang karena tubrukan dari mereka.

"Heh, bisa pelan-pelan nggak? Gue hampir jatoh!" Ucap Anin berusaha melepaskan pelukannya.

"Hehe ya maaf Nin, gue kan khawatir sama keadaan lo," jawab Rissa dengan menyengir tanpa dosa.

"Nin, lo gimana sekarang? Udah baikan kan?" Tanya Natha yang duduk di hadapannya, sementara Rissa berada di sampingnya.

"Gue udah baik kok, nih, gue juga udah masuk sekolah kan? Kalian nggak usah khawatir tahu sama gue, gue itu kuat!" Ucapnya dengan yakin dan percaya diri. Namun, matanya seolah menyorotkan gambaran yang berbeda.

****
Kondisi kantin mendadak ramai membuat Anin, Rissa, dan Natha mengernyit heran. Ada apa? Pikir mereka.

Namun, Anin langsung saja kembali menikmati makanannya tanpa memperdulikan suara yang sebenarnya masih mengusik telinganya.

"Wah gila! Kak Farga sama adik kelas baru itu?!"

"Sialan! Demi apa, anak baru udah bisa dapetin kak Farga!"

"Gila! Terus hubungan kak Farga sama Anin gimana?"

"Waw! Ini benar-benar ada teori konspirasi!"

Seketika Anin langsung meletakkan sendok dan garpu dari tangannya. Kedua matanya melihat sosok yang sangat ia kenal tengah berjalan memasuki kantin, ada rasa bahagia, kecewa, marah, dan aneh.

Anin bahagia bisa melihat Farga lagi, tetapi bukan itu yang Anin mau. Anin tidak mau melihat Farga bersama yang lain.

Lamunannya kembali tersadar setelah Natha mengguncang tangan Anin pelan.

"Nin! Jangan bengong deh!" Tegurnya paham dengan apa yang ada di pikiran Anin.

"Terjadi sejak kapan?" Tanya Anin dengan tatapan kosong, ralat, tetapi memperhatikan Farga yang berjalan bersama Mesya menuju salah satu meja di kantin, tak jauh dari mejanya.

"S-sejak, em udah lah Nin, kita lanjutin makannya aja ya, nanti keburu bel!" Jawab Rissa yang bingung harus bagaimana.

Namun bukan melanjutkan makan, Anin justru berdiri dari duduknya membuat Natha dan Rissa saling berpandangan. Anin berjalan menuju meja Farga dan Mesya.

Gadis itu berdiri lalu duduk tepat di depan Farga, Mesya yang berada di sebelah Farga bangkit ingin berbicara pada gadis itu. Namun Farga menahan tangannya.

Mesya mengumpat dalam hati melihat Farga dan Anin saling berpandangan, keduanya seakan larut dalam manik mata masing-masing.

"Sudah lupa sama aku?" Tanya Anin dengan suara pelan, hati Farga seolah tergores dengan benda tajam setelah sekian lama tidak mendengar suara Anin.

"Enggak!" Jawabnya cuek dan dingin.

"Kenapa nggak pernah jengukin aku?" Tanya Anin lagi sembari menguatkan hatinya yang terasa sakit mendapat perlakuan seperti ini dari Farga.

"Gue sibuk!"

"Apa nggak ada waktu sama sekali buat berkunjung? Setidaknya kirim pesan juga boleh? Kenapa enggak ada kabar sama sekali dari kamu?" Tanyanya beruntun dengan mata merah menahan air mata yang sedikit lagi akan tumpah.

"Lo denger nggak sih?! Kak Farga itu sibuk, lo jangan gangguin dia dong! Jadi orang nggak tahu diri banget, hidup kak Farga bukan cuma tentang lo doang!!" Bukan Farga, melainkan Mesya yang menjawab dengan lancang dan nada suara tinggi.

Anin menatap mata Farga lekat, sesaat lelaki itu mengalihkan pandangannya agar manik matanya tak bertatapan dengan Anin.

"Tatap gue sekali aja!" Farga kembali menatapnya.

"Kamu kenapa? Kenapa tiba-tiba berubah? Kalau aku ada salah, aku minta maaf, tolong jangan kaya gini Ga!" Ucap Anin dengan tatapan argh, membuat Farga benar-benar memaki dirinya sendiri karena telah melukai gadis itu.

"Gue udah nggak ada perasaan sama lo! Jangan pernah ganggu gue lagi!" Jawab Farga dengan dingin dan tangan mengepal pertanda dia sangat emosi, dia marah pada dirinya sendiri karena telah berbicara hal yang berkebalikan dengan isi hatinya.

'Deg'

Anin segera memutuskan kontak mata mereka dan menunduk ke bawah. "Oh sudah tidak ada perasaan," jawabnya sembari mengangguk-anggukkan kepalanya dan tersenyum getir.

Tanpa sepatah kata lagi, Anin pergi berjalan meninggalkan Farga dan Mesya, dia berjalan keluar kantin diikuti Natha yang tengah berteriak.

"Anin! Tungguin gue!!" Teriak Natha berusaha mengejar Anin.

"Lo, cowok brengsek yang pernah gue kenal!!" Maki Rissa di depan muka Farga, dengan jari telunjuk yang menunjuk wajah lelaki itu.

"Gue emang cowok brengsek."

***
Sore ini, Gavin kembali datang ke apartemen gadis itu. Sepertinya sudah menjadi rutinitas Gavin sekarang mengunjunginya.

"Hei, kenapa melamun?" Tanya Gavin yang baru saja meletakkan satu kantong plastik berisi cemilan di atas meja.

"Nggak papa," jawab Anin seadanya dan berjalan ke arah sofa.

Gavin hanya mengikuti gadis itu dan duduk di sebelahnya.

"Apa selama gue sakit, Farga sama bang Raffa nggak pernah jenguk gue?" Tanya Anin dengan suara pelan.

Gavin memutar bola matanya mencari alasan. Dia bingung harus menjawab apa pada gadis itu, "Gue nggak tahu, mungkin datang pas gue pulang, atau... " Gavin tidak melanjutkan jawabannya.

Anin mengangguk mengerti apa yang di maksud oleh Gavin. Dia tersenyum miris, senyum kekecewaan.

Oh ayolah, melihat wajah sendu gadis itu membuat Gavin ingin sekali memeluk dan menenangkannya.

"Menangis lah kalau lo mau, lo boleh pinjam bahu gue buat bersandar," ucap Gavin dengan suara beratnya.

Anin hanya menoleh sekilas dan tersenyum kecil, "thank, selama ini udan mau bantu gue."

"Santai aja, lo udah seperti adik gue sendiri," jawab Gavin seraya mengacak rambut gadis itu dan memberi senyum hangat.

***

Jangan lupa vote and komen!!

Love sekebon!!

QUEEN ALGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang