Ahra Side
"Lihat aku," pinta Jimin pada Ahra yang kini sudah menggunakan pakaian berwarna hijau. Pakaian khusus setiap ia akan melakukan kemoterapi.
"Aku tak akan lagi memaksamu, kau bisa mengeluh atau bahkan berhenti melakukan kemo." ucapnya dengan jujur, sudah tak akan memaksa lagi Ahra untuk melakukan berbagai macam cara untuk mengobati penyakitnya itu.
Ahra terkekeh, "aku akan tetap melakukan kemo. Aku tak akan membuatmu kecewa, Chim.. aku.. hanya ingin mengeluh saja." ucapnya dengan sendu di akhir kalimatnya.
Jimin mengangguk mengerti, "boleh.. kau boleh mengeluh, aku tak akan memaksa lagi." ucap Jimin, yang memang sudah benar benar tak akan memaksa Ahra untuk melakukan apapun yang tidak ingin dia lakukan.
Karena, Jimin rasa ia sudah cukup memaksakan kehendaknya pada Ahra selama dua tahun terakhir ini. Semenjak penyakit yang bersarang dalam tubuhnya semakin mengganas.
Jimin memohon pada wanita mungil tersebut agar mau berobat, bahkan Jimin rela menanggung seluruh biaya pengobatan asalkan Ahra mau melakukannya.
Melihat Jimin yang terus memohon bahkan rela menyisihkan hampir separuh gajinya hanya untuk membiayai berobatnya, membuat Ahra mengiba.
Walau jauh di dalam dirinya, ia menerima permintaan Jimin karena ia tak ingin kembali melihat Jimin enam tahun yang lalu. Jimin yang terpuruk dan depresi. Ia ingin membiarkan Jimin melakukan hal yang seharusnya bisa ia lakukan enam tahun lalu pada gadisnya.
"Jim, kabari Eomma.." bisik Ahra ditengah pengobatannya, bahkan genggamannya pada Jimin sudah tidak sekuat sebelumnya.
Mendengar permintaan tersebut, Jimin pun mengangguk patuh. Ia merogoh sakunya dengan tangannya yang bebas dari genggaman Ahra.
"Aku harus menelepon atau mengiriminya pesan?" tanya Jimin, yang masih dijawab bisikan oleh Ahra. "Pesan saja, katakan bahwa kita baru sampai di kaki gunung."
Lagi dan lagi Jimin hanya mengangguk patuh, walau dengan gemetar ia mengetikan pesan tersebut pada Hanna.
Setelah selesai mengirim pesan pada Hanna, Jimin pun mematikan ponselnya sebelum kembali memasukannya ke dalam saku.
Pandangannya kembali fokus pada Ahra yang kini tengah mengerutkan dahinya, seolah menahan sakit.
Dengan perlahan Jimin mengusap kerutan di dahi Ahra, "ceritakan padaku bagaimana rasa sakitmu sekarang." pinta Jimin dengan lembut. Karena bagi Jimin ini pertama kalinya menemani Ahra terapi di dalam ruangan, karna biasanya gadis tersebut selalu meminta Jimin pergi saat dirinya harus melakukan terapi seperti ini.
Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Ahra kembali mencoba menggenggam lengan Jimin dengan erat. Seolah meminta kekuatan pada lelaki tersebut sebelum akhirnya menjawab pertanyaan, "ini sakit Jim.. seluruh tubuhku seolah mati rasa karna obat ini."
Jimin hanya bisa mengangguk, lalu menangkup lengan pucat Ahra yang ada di genggamannya. "Kau masih kuat 'kan?" bisik Jimin, yang di balas anggukan lemah oleh Ahra. "Aku harus kuat untuk kau dan Eomma."
Mendengar jawaban yang Ahra berikan membuat Jimin terkekeh miris, "kau harus kuat untuk dirimu sendiri, Lee Ahra.."
"Jika ini.. semua.. ku lakukan untuk.. diriku sendiri.." jawab Ahra terbata bata, "sudah sejak lama.. aku menyerah."
Jika sedaritadi Jimin dengan kuat menatap kondisi Ahra yang terkapar lemah di hadapannya, kini lelaki tersebut menundukan kepalanya dengan bahu yang mulai bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOUSE OF CARD [JJK]
Fanfiction[COMPLETED] [AHRA SIDE [COMPLETED]] "Setidaknya, biarkan aku mempertahankanmu sampai saatnya kita harus berpisah nanti." Cerita tentang dua sejoli yang memaksakan terus bersama, disaat mereka sendiri tahu bahwa takdir sudah tak lagi menginginkan me...