FANCA | 11

217 17 5
                                    

HAPPY READING

Fano memasuki ruangan bercat putih yang berbau obat itu, ia melihat wajah istrinya yang terbaring di atas brankar dalam keadaan mata tertutup. Betapa bodohnya ia meninggalkan istrinya sendiri jika ia tahu istrinya tengah mengandung darah dagingnya ia akan lebih menjaganya tapi sekarang sudah telat semua itu sudah terjadi ia tidak akan memaafkan orang yang membuat istrinya seperti itu.

Digenggam tangan Icha, "sayang, bangun dong aku ada kabar bahagia kamu gak mau dengar?" tanyanya tidak ada sahutan.

"Sayang kok kamu gak bangun sih, aku ngambek ni." lanjut Fano.

Ia berahli menatap perut rata Icha, "maaf, karena papa kamu hampir pergi karena." gumam Fano sambil mengusap pelan perut rata Icha.

Kelopak mata Icha terbuka dengan perlahan, "awww." ringisnya memegang kepalanya yang pusing.

"Hauss." 

Fano segera membantu Icha untuk bersandar di kepala ranjang, lalu mengambil air yang berada di atas nakas dan memberikannya kepada Icha sambil membantu ia minum.

"Kenapa aku bisa ada disini kak?" tanya Icha.

"Kamu tadi pingsan di belakang sekolah, siapa yang ngelakuin itu sama kamu?" tanya Fano dengan tangan terkepal kuat.

Icha menunduk takut tidak ingin memberitahu, ia takut Fano marah kepada orang itu.

"Siapa hm jujur sama aku."

"Hiks hiks kak Angel hiks dia yang lakuin itu hiks dia bilang hiks jauhin kamu hiks hiks." isak Icha.

Seketika muka Fano jadi merah menahan amarah tangannya terkepal ia akan berbuat sesuatu pada gadis yang telah melukai istrinya.

Fano menghembuskan nafas untuk meredakan emosinya, "udah ya kamu jangan banyak pikiran, karna sekarang disini ada dedek bayi." ujar Fano menunjuk perut datar Icha.

"Dedek bayi?" tanya Icha bingung.

Fano tersenyum, "iya, sekarang kamu lagi mengandung. Selamat ya sekarang kamu gak boleh banyak pikiran ok." kata Fano.

Icha mengangguk saja ia tidak tahu ingin menjawab apa.

Sekarang mereka berada di dalam mobil. Mereka sudah diperbolehkan pulang karena keadaan Icha gak terlalu parah tapi kandungannya melemah. Icha dari tadi merengek meminta mangga apel.

"Jangan aneh-aneh,"

"Gak ada mangga apel di sini." lanjut Fano berbicara.

"Ada tau mangga apel, waktu itu aku dibawain dari Makassar."

"Trus kita beli dimana?"

"Carilah kak masa kakak nyuruh Icha sih yang cari." ngegas Icha.

"Astagfirullah bukan gitu maksud aku-"

"Tau ah, pokoknya aku ngambek titik gak pake koma kak Fano gak usah bicara lagi sama Icha." Icha memutar wajahnya ke arah kaca lalu bersekap dada.

"Yaudah maunya gimana."

"Kakak kok tanya mau aku apa sih, kan udah aku bilang mau mangga apel kakak dengar gak sih yang tadi aku bilang." ujar Icha dengan cepat.

"Ta-"

"Udah deh kak Fano diam, bilang aja kak Fano gak mau nurutin permintaan aku kan."

"Buk-"

"Alah alasan." cibir Icha.

Keadaan pun menjadi hening.

"Kak Fano ngambek ya sama Icha karena Icha mau mangga?" tanya Icha kembali membuka suara.

FANCATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang