Jingga

7 3 0
                                    

Kelas begitu ramai hari ini karna Guru sedang rapat dan pastinya tidak ada pelajaran sampai nanti siang.

"Tugas kemarin dari Bu Ayu dikumpulin sekarang dan ini ada tugas baru" kata ketua kelas yang muncul dari balik pintu dengan badan tinggi. "Baik pak ketua!..." teriak beberapa anak didepan yang suka dengan ketua kelas kita itu.

Tiba-tiba ada kakel yang mengetuk pintu dan mencariku, "Ada yang namanya Sonna?" semua lantas menujukku dan aku yang masih asik mendengar lagu dari earphone.

"Kata Vano lu disuruh ke kelasnya" sahut kakel tadi "ohh... iya nanti kita kesana kak terimakasih" sahut Shelly sambil tersenyum, kemudian ia berdiri menghampiriku dan menepuk pundakku "Na lu di panggil tuh sama bang Vano katanya disuruh ke kelasnya".

Aku memberikan buku ku kepada ketua kelas dan langsung pergi bersama Shelly dan Verly.

































































"Kenapa bang?..." tanyaku yang masuk ke kelas dan berdiri di depannya diikuti Shelly dan Everly yang langsung duduk disamping abangnya dan mengobrol.

"Tadi paman telfon katanya lu disuruh memperkenalkan diri ke prajurit-prajurit baru minggu depan" mendengar itu aku langsung senang dan memeluk bang Kenzo yang ada disampingku. "Eh.. eh... bukan muhrim jangan peluk-peluk" katanya sok alim sambil menjauhkan tubuhnya.

"Kagak sengaja, reflek gua tadi" sahutku yang kemudian duduk disamping bang Vano.

"Semua belum pernah liat anak perempuan dari Agrasio sekaligus Beta mereka, lo udah besar sekarang dan bahkan hampir lebih kuat dari abang jadi udah saatnya mereka tau" kata bang Vano yang tersenyum penuh arti. "Iyaa bang" sahutku.

Aku mempunyai ide untuk membuat perkenalan yang berbeda dan lebih seru. "gua punya permainan bagus buat besok" kataku sambil mengkode agar semua mendekat.

"apaan nih udah kayak rapat meja kotak aja" kata bang Alex yang tertawa lepas.

"Bukanya yang bener meja bundar ya?..." sahut Shelly dengan nada polos yang membuat tangan bang Arka menjitak kepalanya.

"Ngomong sekali lagi gua gigit lu," Shelly hanya bisa diam sambil mengusap-usap kepala yang sakit karna bang Arka.

Semua menatap pertengkaran mereka berdua dan merasa menjadi nyamuk saja disini.

Aku memecahkan keheningan singkat itu dengan melanjutkan pembahasan tadi, aku bermaksud untuk menyamar menjadi anak baru yang culun untuk mengetahui lebih dalam tentang semua sifat dan tanggapan mereka jika ada orang sepertiku masuk. Karna mungkin gak semua dari mereka terlatih dengan baik kepribadiannya.

"Jadi? Gimana menurut kalian bagus kagak idenya?..." kataku yang bertanya sambil memasang wajah bangga.

"Hmm... pinter juga temen gua yang satu ini" kata Verly. "dari dulu kali, emang maksudnya gua baru sekarang gitu pinternya" sahutku dengan wajah sinis lalu mencubit tangannya.

"Becanda elah, lu mah mainnya kasar" kemudian dia mendekat ke bang Gavin yang kemudian mengusap-usap bekas cubitan tanganku.

"Parah lu Na adek gua kasian ini" mendengar itu aku hanya terkekeh menatap verly lalu berbicara dalam hati dengan mind-link mode on"maaf Ver bercanda kali baperan lu". Lalu Verly menjawab "iyee iyee kebiasaan lu mah minta maaf dalam hati"aku hanya menjawab dengan tawa sesaat.

Siang ini aku masih berada disekolah tepatnya di perpustakaan. Aku sedang duduk sendiri dengan ditemani suara AC dan gesekan suara sapu dari Penjaga perpustakaan. "Ini benar-benar hening" kataku sambil sesekali memejamkan mataku.

Ini adalah sisi berbeda dari diriku yang tidak semua orang ketahui, aku biasa membaca buku diperpustakaan saat sekolah sudah berakhir.

Memang tidak setiap hari hanya saat sedang mendung saja. Ini adalah puncak ketenangan, kalian bisa mencobanya jika mau. Kenapa harus saat mendung? Hmm.... Kalian akan tahu alasannya sebentar lagi.

Tetesan air hujan mulai membasahi kaca jendela yang membuatku menyudahi kegiatan itu dan keluar menuju lapangan.

Langit sore itu berwarna jingga dan separuhnya diselimuti awan mendung, "kenapa kau begitu indah" kataku sambil memandang langit dengan tetesan hujan yang mulai membasahi permukaan bumi.

Aku menikmati hujan yang menerpa tubuhku, begitu tenang membuatku teringat seseorang dan dia yang membuatku menyukaimu.

Aku menghentikan lamunanku dan melirik jam tangan berwarna putih ditanganku, "udah sore gua harus cepet pulang" kataku sambil berdiri dan meninggalkan lapangan.

"Kenapa?..." aku bertanya pada diriku sendiri dan menatap langit yang sudah berubah warna menjadi jingga dan ungu tua.

"Kamu gak seharusnya pergi semudah langit mengubah warnanya, resah ini sekencang angin menerpa dedaunan dan kamu membekaskan rindu bagai ombak yang datang menghantam tebing-tebing dan mengikisnya dalam putaran waktu, sunyi di dalam jiwaku memaksaku untuk merindukan seseorang yang bahkan tak ku ingat" selesai dengan kalimatku, aku menangis bersama dengan rintihan hujan dan suara-suara dari benda yang terkena terpaannya.

Di taman itu dengan diriku yang duduk dibangku tepat dibawah pohon, aku menangisi setiap kejadian tentang hujan,kenangan,dan seseorang.

Tiba-tiba ada suara yang memanggilku dari jauh, aku menegakkan badanku dan melihat sosok pria berbadan tinggi "bang Vano" rintih ku pelan.

Tiba-tiba pandanganku kabur, aku pingsan sesaat sebelum bang Vano tepat berada di depanku.

"dek dek bangun dek," abang mengguncang tubuhku agar aku bangun dan memelukku. Bang Jay datang dan langsung meminta agar aku segera dibawa kerumah sakit, "Jantungnya lemah" kata bang Jay yang melihat kaca spion dan menggunakan kekuatannya untuk melihat keadaanku.

Sampai dirumah sakit aku dibawa masuk dan segera di periksa oleh dokter, "mas bisa tunggu disini biar kami menanganinya" kata seorang perawat sambil menutup pintu ruangan.

Setelah hampir setengah jam lebih terdiam di ruang tunggu akhirnya dokterpun keluar "gimana keadaan adik saya dok" Tanya bang Vano sambil menahan amarahnya, "tenang Van" kata bang Jay yang ada dibelakangnya sambil memegang bahu pria tersebut.

"Kami sudah berusaha, kondisinya sudah membaik tapi dia masih belum sadar juga", mata bang Vano membulat dan mengepalkan tangannya sangat keras.

"apa kita boleh masuk dok?..." Tanya bang Jay.

"Tentu saja, kalau begitu saya permisi" dokter itu pergi dan bersamaan dengan bang Vano dan Jay yang masuk kedalam ruangan.

Bang Vano duduk disamping ranjang dan menggenggam tanganku erat "gua gatau apa gua sanggup liat dia kayak gini terus Jay".

"Kita gabisa apa-apa Van, gak ada yang tahu siapa itu dan kita gak bisa menemukan jejak apapun" kata bang Jay yang berusaha menenangkan bang Vano karna bisa saja dia berubah wujud disini dan mengejutkan semua orang.

"Kenapa lu suka hujan?" kataku sambil duduk disamping pria tersebut, "Entahlah... terkadang hujan seperti mengerti akan kecewa,sedih,juga marah jika kita paham pasti akan merasakan arti hujan yang sebenarnya" kata pria tersebut sambil menatap langit dan membiarkan tetesan air hujan mengenai wajahnya itu.

Aku tersenyum "ohh gitu, terus apa lagi?..."

"banyak orang menyukainya tapi bukan berarti sedikit yang membencinya"

aku menoleh dan mengerutkan dahi "kenapa?..."

Dia tersenyum dan mencubit pipiku "belum saatnya lu tau, jangan terlalu serius lagian sejak kapan pengen tahu banyak soal beginian?..."

aku hanya tersenyum menatapnya sedangkan dia hanya menatapku sekilas dan memandang langit. "Gua suka sama lu" aku langsung terkejut "suka sama hujan?" tanyaku didalam kebingungan. "Bukan, tapi sama lu" katanya sambil tersenyum manis.

****

Saya datang, siapa tuh siapa kepo:v
Maaf saya gantung kek jemuran. Tinggalkan like dan komen, apapun saya terima atau sarannya.
Oke sekian.

Rainbow In The Dark [Lee Jeno]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang