Hidup di bawah tekanan kata sempurna bukanlah sesuatu yang dapat dibanggakan.
-*-
Jika kalian berpikir menjadi seorang idola banyak orang merupakan hal yang menyenangkan, maka itu tidak sepenuhnya benar. Hidup di bawah tekanan kata sempurna bukanlah sesuatu yang dapat dibanggakan. Selalu mengikuti alur keinginan banyak orang, bukan keinginanku.
Sedari awal, aku hanya bermimpi akan menjadi seorang pemain sepak bola yang dapat menguasai lapangan pertandingan. Berlarian ke sana kemari, menendang bola, mencetak angka untuk tim kebanggaan, kemudian merayakan kemenangan bersama-sama.
Jika kalian bertanya apakah aku menyesal telah menjadi seorang idol, maka jawabannya tidak. Aku tidak menyesalinya sama sekali. Sebab, aku bisa bertemu dengan banyak orang ternama, meraih penghargaan yang tidak bisa diraih dengan mudah, memiliki enam teman dekat—teman satu grupku—sudah cukup membuatku tidak kesepian.
Namun, apakah kalian pernah berpikir dan ingin tahu bagaimana kehidupan seorang idol yang sebenarnya?
Berat. Sungguh berat. Kami selalu dituntut untuk melakukan segala sesuatu dengan sempurna, salah sedikit, mereka akan berkata, "Kalau masih seperti ini, lebih baik hapus mimpimu untuk menjadi seorang idol!" Lagipula, aku tidak pernah menginginkan menjadi seorang public figure sedetikpun.
Belum lagi, aku tidak bisa dengan bebas menunjukkan siapa diriku yang sebenarnya. Aku, Kang Jungsook, adalah pria penyuka kebebasan. Aku tidak suka dikekang dan harus tertutup seperti saat ini. Ingin pergi membeli sebotol air mineral saja aku harus menggunakan jaket setebal selimut, topi untuk memancing yang jarang aku gunakan, masker yang menutupi wajah hingga pangkal hidung, dan kacamata hitam kotak yang membuat wajahku seperti semakin tenggelam ke dasar lautan.
Ya Tuhan, bagaimana bisa aku terus melakukan hal memuakkan itu?!
Jangan pernah mengira haters-ku hanya segelintir orang dan dapat dihitung dengan jari. Salah tindak sedikit saja, para penggemarku bisa berubah menjadi pembenciku. Ya, sebut saja penggemar penyuka kesempurnaan. Padahal aku bukanlah Tuhan Yang Maha Sempurna.
Apalagi kami sedang berada di puncak, merajai banyak acara penghargaan besar di dunia. Hidupku semakin terasa sulit ketika kami semakin popular. Banyak penggemar, banyak pembenci, dan semakin kecil ruangku untuk bergerak bebas.
Aku sering berpikiran untuk mengakhiri hidupku saja. Bukan satu atau dua kali pikiran itu melintas di kepala. Sungguh, aku benci hidupku ini.
Ditemani langit yang mulai menguning dengan gradasi oranye, aku menatap ke arah jurang di bawah sana. Haruskah aku mengakhirinya sekarang? Dalam pikiranku terngiang semua umpatan, caci maki haters di akun sosial mediaku.
Nxxxx: Wajah seperti begitu saja bangga! Masih bagus kantung plastik berlumuran lumpur daripada wajah buruk rupamu!
GxxxK: Hahahah! Suaranya saja bagai teve rusak milik tetanggaku. Apa yang harus dibanggakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Deux Vies - Jungkook
RomanceDeux Vies [Prancis]: Dua Kehidupan Di siang hari menuju sore, aku duduk di atas tanah tanpa alas bersama seorang perempuan cantik yang memakai jaket berwarna kelabu milikku. Aku menceritakan segala keluh kesahku padanya dari awal hingga akhir tanpa...