20. Kekacauan

194 27 1
                                    

"Memangnya kenapa dengan Senior Floe?" Vio bertanya. Ia heran kenapa anggota OSIS lainnya begitu menakuti kakak perempuan sahabatnya. Apa benar Floe semengerikan itu? Rasanya tidak ada yang aneh dengan Floe selain tabiat drama queen-nya.

"Walaupun dia terlihat ramah, sebenarnya dia itu gorila menyeramkan. Kalian tahu? Floe pernah hampir menghanguskanku hidup-hidup hanya karena aku mengubah bukunya menjadi burung!" jelas Haikal, bergidik ngeri.

Vio dan Elyx speechless. Bukannya itu salahmu sendiri?!

Haikal buru-buru melanjutkan, "Ya, ya. Aku tahu itu salahku, tapi-oh, ayolah! Bukankah itu berlebihan? Terlebih aku ini setengah malaikat, lho! Malaikat!"

Elyx mengedikkan bahu.
"Kalau Senior melakukannya padaku, aku pasti akan melakukan hal yang sama dengan Kaichou," responsnya sembari bersedekap.

Vio menautkan alis. Semenyebalkannya ulah Haikal, ia rasa memang berlebihan jika sampai membakar manusia setengah malaikat itu. Dan sekarang, bertambah lagi satu makhluk gila di sebelahnya.

"Nah, sekarang, cepat sana kalian bersihkan ruang makan. Sampai bersih, ya!" Tiba-tiba Haikal mendorong punggung Vio dan Elyx, lalu meninggalkan mereka berdua dan menepi di sudut ruang makan. "Aku akan mengawasi dari sini!" katanya sambil melambai.

Elyx dan Vio sama-sama berdecak. Kedua gadis itu melempar tatapan kesal pada Haikal. Namun, mau bagaimanapun, ini adalah hukuman mereka yang mau tak mau harus dijalani.

Vio yang sudah mengambil botol cairan pembersih dan lap kanebo mulai membersihkan meja ruang makan. Sementara itu, Elyx menyapu lantai setelah mendapatkan sapu dari salah seorang pengurus ruang makan. Keduanya bekerja dengan tenang-dan cepat. Vio bahkan sudah membersihkan sebanyak sepuluh meja dalam beberapa menit.

Haikal masih berdiri di tepi ruang makan. Ia tertegun melihat betapa cepatnya kerja kedua juniornya itu. Vio terlihat tergesa. Beberapa meja hanya seperti asal dilap saja. Yang mengejutkan, Elyx justru sebaliknya. Gadis itu memang tergesa, tetapi telaten. Lantai ruang makan yang berlapis karpet keemasan sudah disapu bersih dan tampak berkilat. Elyx ternyata bisa berberes di luar sifat pongahnya yang menyebalkan.

Haikal menyeringai tipis. Dia menemukan hukuman yang bagus andai kata kedua gadis itu berulah lagi. Tapi jauh dalam lubuk hatinya, terbersit ide usil untuk menjahili-coret, mengetes-mereka. Elyx baru saja menyenderkan sapu di meja dan menyeka keringatnya dengan saputangan kecil yang ia bawa di saku seragam. Sementara Vio, tangannya bertopang pada meja di depan Elyx. Kanebonya ditaruh di meja itu. Tampaknya ia juga kelelahan.

Haikal yang ada di sudut ruangan mengangkat jari telunjuknya dan mengarahkannya pada kanebo di atas meja. Sepercik api mendadak muncul di kanebo itu. Haikal kemudian menunjuk karpet basah yang agaknya belum dibersihkan oleh Elyx. Kalau tak salah, itu di dekat tempat pertengkaran mereka tadi.

Kedua gadis itu tampaknya belum menyadari. Haikal terkikik-kikik dari jauh, tak sabar menantikan sedikit drama lagi.

Vio belum menyadari percikan api yang ada di kanebonya. Tangannya bergerak merayap ke belakang, hendak mengambil lapnya. Namun, sensasi panas yang menyentuh kulitnya membuat gadis itu memekik tertahan dan segera menoleh ke belakang.

"Apa ini?!" serunya melihat lap kanebo itu sudah terbakar seperempat.

Elyx langsung mendongak, ikut terkejut. Tatapan tajam Vio ditujukan pada gadis api itu.

Elyx menggeram, "Apa? Bukan aku!"

"Kalau bukan kau lalu siapa lagi? Masa lapku terbakar sendiri!" Vio menunjuk kanebo di meja masih dengan tatapan tajamnya.

Luminas AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang