1

422 33 2
                                    

Instrument piano memenuhi seluruh ruangan, dalam sekejap aku dapat mengetahui. Passacaglia - Handel Harvosen yang sedang kau mainkan, aku menatapmu tapi aku yakin kau tak menyadari keberadaanku. Ingatanku berkelana ke beberapa tahun kebelakang, saat kau belum menjadi seperti ini.

Dulu kau akan selalu bersemangat menarik tanganku, menyuruhku duduk diam dan memperhatikanmu menyentuh tuts-tuts piano. dan akupun patuh dengan semua perintahmu, tanpa disadari senyumku mengembang setiap menatapmu. bukan suara piano lagi yg ku perhatikan, melainkan tatapan mu yg berbinar seolah olah kau merasa senang saat jari jarimu menyentuh piano dan menghasilkan instrumen yg indah.

Saat suara piano berhenti kau akan menatapku dan bertanya 

"bagaimana, apa kau menyukainya?" aku mengangguk dengan bersemangat 

"tentu saja, permainan mu yg paling bagus diantara yg lain" Kau tertawa dan langsung memelukku, dan akupun membalas pelukanmu.

Sekarang aku sedang duduk di salah satu meja yg tak jauh darimu, aku mengedarkan pandangan menatap sekeliling. semua orang diruangan terdiam, seolah terhipnotis oleh suara merdu permainanmu. 

Menyadari betapa terkenalnya kau sekarang, membuat hatiku menciut. Merasa tak pantas berada di tengah tengah orang yg sering kau sebut kolega. Kau adalah salah satu driver muda Formula 1 yg berprestasi, tampan, memiliki banyak bakat yg salah satunya adalah keahlianmu bermain piano. Sedangkan aku, haruskah aku menjelaskannya.

Suara tepuk tangan yg menggema menandakan permainanmu telah berakhir, kau berdiri tersenyum dan membungkuk sebagai ucapan terimakasih. Kau terlihat sangat tampan, meskipun hanya menggunakan kaos putih polos dan jaket kulit berwarna hitam favoritmu. hadiah ulang tahun dariku saat kau berumur 20, sdh lama sekali dan kau tetap menjadikannya yg terbaik untuk kau pakai hari ini.

Kau menyadari keberadaanku menyapaku singkat, dan aku membalas dengan tersenyum tipis. Aku memperhatikan wanita dihadapanku berbicara penuh semngat dengan bahasa yg tak kumengerti, seolah olah senyum tidak bisa terlepas dari bibirnya. 

Wanita itu menoleh dan menyapaku, seperti biasa aku hanya membalas dengan mengangguk. mungkin terlihat tidak sopan, tapi percayalah aku sangat tidak nyaman berada disini.

"mohon perhatiannya sebentar" tanpa harus menoleh pun aku tau itu suaramu, semua orang terdiam memperhatikan. termasuk wanita di depanku tadi.

"ada alasan mengapa aku mengumpulkan kalian disini" kau gugup, tentu terlihat dari gestur yg kau lakukan. menggaruk pelipismu berulang kali, yg aku yakin 100% sama sekali tidak gatal. aku mengepalkan jari tangan ku dengan erat, dan menghembuskan nafas perlahan.

"tidak untuk melihat permainan piano ku tentu saja" semua orang tertawa, mendengar lelucon yg bagiku sangat tidak lucu. karna aku tau kau termasuk orang yg cukup payah dalam hal membuat lelucon. masih memegang microphone kau berjalan mendekat ke arah meja yg ku duduki.

suasana mendadak hening, tatapan mata semua orang hanya tertuju padamu dan pasti mereka bertanya - tanya apa yg akan kau lakukan.

"mungkin ini terlalu cepat, dan mungkin akupun tidak bisa menunggu lebih lama lagi. so charlotte will you be my future later, be my wife?" 

kau berlutut di hadapan wanita yg duduk tepat di depanku, sembari mengeluarkan kotak kecil dari saku jaket dan membukanya. terdapat cincin dengan berlian di atasnya, aku menghela napas pelan melihatnya. Terlihat wanita itu merasa senang dan terkejut, matanya berkaca-kaca bahkan hampir menangis.

Dengan patah patah wanita itu mengangguk dan menjawab "yes i will, i will charles"

Riuh tepuk tangan, sorak sorai semua orang melihat kau memasangkan cincin di jari manis wanita itu. kau terlihat sangat bahagia rencana yg sudah kau pikirkan sejak 3 bulan lalu denganku berhasil, dan membuat wanita itu akan menjadi milikmu selamanya.

Aku meneguk sedikit wine yg sedari tadi ku pegang, dalam beberapa detik seolah aku berpikir mengapa aku bersedia membantu merencanakan ini semua.

Kau menghampiri ku dengan wanita itu, wanita itu memelukku singkat. mengucapkan banyak sekali terimakasih, dengan bahagia bercerita bahwa ia diberitahu aku turut ikut dalam rencana ini. 

Aku mengangguk dan tersenyum lebar, dia berpamitan ingin mengobrol dengan temannya yg lain dan membiarkan kau untuk menemaniku sebentar.

kau menggenggam tanganku "terimakasih lily, jika tanpa bantuanmu mungkin ini tidak akan berhasil"

kau berkata dengan mata berbinar, sekali lagi aku mengangguk dan tersenyum membalas ucapanmu."aku harus pergi" aku berkata sembari melepaskan genggaman tangannya, kulihat kau sedikit terkejut dan mengerutkan kening.

"hei mengapa buru - buru, kau bahkan belum makan apapun" aku menghembuskan napas perlahan dan tersenyum, mengambil tas dan coat yg sekarang sudah berada ditangan sebelah kiriku.

kurapikan sedikit rambutmu yg jatuh menutupi dahi, kau menatap mataku dan akupun begitu. "kau tau aku tidak suka berada disini" ucapku sepelan mungkin.

dari tatapan matamu aku tau kau tak suka aku mengucapkan hal itu, karna kau sering sekali mengatakan bahwa aku bagian dari keluarga bahkan circle pertemananmu yg menurutku sangat bertolak belakang dengan kehidupanku.

"tidak, kau harus bertemu dengan teman-temanku. lihat mereka ada disana" kau masih berusaha keras menahanku untuk tetap disini, berbicara panjang lebar demi menemukan alasan yg bisa membuatku tidak pergi.

"charles" kau terdiam, aku memelukmu erat dan kaupun langsung membalasnya.

"don't go lil, please" kau berbisik tepat di telingaku, aku merasa air mataku ingin segera turun. aku menggeleng perlahan.

"i'm sorry charles, i have to go" kulepaskan pelukanya, tersenyum lebar 

"so happy for you, trully".

kau menarik lenganku dan menggeleng, ku hapus jarak dan melepaskan tanganmu. berjalan perlahan sembari bergumam 

"sorry".

Beautiful Goodbye || Charles LeclercTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang