15. Gue Cinta Lo!

16 3 0
                                    

Sepanjang jalan didalam ambulance tak henti-hentinya air mata Mega keluar. Bahkan ia masih saja meminta cowok songong itu untuk membuka matanya walaupun ia tau Puja tak meresponnya.

Ambulance itu berhenti di depan rumah sakit besar, langsung saja semua petugas membawa Puja yang sudah tak berdaya di atas brankar. Mega ikut berjalan tergesa di samping brankar Puja yang didorong oleh para petugas medis.

Tepat didepan ruang UGD Mega tidak diizinkan untuk ikut masuk.

“Sus saya mau masuk sus! ” teriak Mega tak terkendali.

Namun pintu ruangan itu sudah tertutup. Mega menyandarkan dirinya pada dinding samping pintu. “Cowok songong plis lo bertahan.” lirih Mega sambil menangis.

“Mega, Puja gimana?” tanya Rizal yang baru datang bersama Gibran dan Gusti.

Mega yang semula menunduk, lalu mendongak dengan mata bengkak dan hidungnya yang sudah berwarna merah. “Lagi di tanganin.”

Gibran mendekat kearah Mega. “Lo baik-baik aja Mega?” tanya Gibran hati-hati.

Mega mendongak keatas. “Hiks... Ini semua salah gue. Kalau aja Puja nggak nolongin gue, mungkin dia nggak akan kayak gini.” ucap Mega menangis.

Gibran mengusap bahu gadis itu agar bisa tenang. “Bukan salah lo, Puja emang gitu anaknya kalau udah menyangkut orang yang dia sayang.”

Mega langsung mendongak, dia tadi tidak salah dengar ‘kan? Maksudnya apa, orang yang dia sayang? Berarti Puja sayang Mega?

Baru saja Mega akan bertanya namun perhatiannya teralihkan ketika Eky yang baru saja datang bersama anggota gengnya Puja.

“Dimana, Kapten?” tanya Eky.

Gusti menunjuk ruangan Puja. Eky langsung menghela nafas. Dia terduduk lemas walaupun dia yang paling bobrok namun ia bersumpah siapa saja yang sudah membuat kaptennya begini, Eky tidak akan tinggal diam dia akan balas semuanya seperti jasa Puja yang selalu membelanya jika di keroyok dari geng lain.

“Hubungin orang tuanya Puja.” perintah Gibran,  yang langsung dijalankan oleh Gusti.

Semua anggota geng The Prince memenuhi koridor rumah sakit, mereka semua terduduk lesu. Hati mereka bergejolak terbakar amarah ingin membalas dendam orang itu yang berani melukai leader–nya. Geng The Prince tak habis pikir dengan geng musuhnya yang berani menggunakan senjata tajam sungguh licik bukan?

“Dimana Rey?” tanya Ajeng—mami Puja yang beru sampai dengan Khamdan—Papinya.

“Puja lagi di tanganin dokter tante.” jawab Gusti.

Tubuh Ajeng terasa lemas tak ada energi lagi, matanya menemukan Mega yang juga tengah menangis. Mega menatap Ajeng sambil menangis terisak. Ajeng perlahan menghampiri Mega lalu memeluknya hangat. Mega kembali menangis bahkan kali ini lebih deras, dugaan-dugaan yang negatif berlalu lalang dipikirannya.

“Ibu, Mega takut.”

Ajeng mengeratkan pelukannya, beberapa kali ia mengecup puncak kepala gadis itu. “Rey pasti baik-baik saja sayang, sekarang kita berdo'a yang terbaik untuknya.”

Tiba-tiba pintu ruangan Puja terbuka, membuat mereka semua menoleh.

“Gimana keadaan anak saya dok?” tanya Khamdan.

“Karena pasien cukup banyak mengeluarkan darah mengakibatkannya harus segera di operasi.” jelas dokter.

“Tolong lakukan yang terbaik untuk anak saya dok.” mohon Ajeng.

Dokter itu mengangguk. “Tolong bapak bisa ke bagian administrasi untuk segera membayar dan
menandatangani surat persetujuan dilakukannya operasi.”

 Dia Rey PujaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang