13. Penyembuh Luka

7 2 0
                                    

Mega membuka matanya, kamar bernuansa abu-abu berkolaborasi dengan warna khaki memenuhi penglihatannya. Terdapat gitar di sudut ruangan kamar itu, banyak miniatur mobil di meja nakas, persis seperti kamar seorang laki-laki. Dimana dia sekarang? Mega berusaha mencoba mengingat apa yang terjadi.

Namun penglihatannya teralihkan ketika melihat seorang wanita berumur sekitar kepala empat yang baru menyibak tirai jendela, dan sekarang wanita itu mendekat dengan senyum hangat.

“Kamu sudah bangun.” wanita itu duduk di pinggir ranjang samping Mega tidur.

“Saya dimana?” tanya Mega, wanita itu tersenyum, membelai lembut rambut panjang Mega.

“Kamu tidak ingat?” suara wanita itu membuat Mega mengedipkan matanya lalu mengangguk. Ia benar-benar lupa apa yang sebenarnya terjadi.

“Kamu di rumah Rey.”

“Hah? Rey?”

Wanita itu terkekeh sedikit. “Ah—maksud tante di rumah Puja. Memang Puja kalau di rumah panggilannya Rey. Tadi malam Rey bawa kamu kesini dalam keadaan tidur. Rey nggak tega buat bangunin kamu akhirnya dia gendong. Kata Rey semalam kamu lagi ada masalah keluarga makanya mau nginep disini.”

“Saya Ajeng, mamanya Rey.”

Mega ingat sekarang. “A—aduh maafin saya tante, jadi ngerepotin.”

Wanita itu merapihkan rambut Mega yang tampak berantakan. “Nggak papa, tante malah suka direpotin. Jarang-jarang Rey mau bawa cewek ke rumah.”

Matanya menelusuri setiap semua yang terjangkau pandangannya sambil mencari sosok yang belum terlihat. Dimana cowok songong itu?

“E—hmm tante, anak tante dimana ya?” tanya Mega.

“Yang dimaksud kamu, anak tante yang mana? Anak tante ada tiga soalnya.” tanya Ajeng seraya terkekeh.

Shit! Mega memukul pelan kepalanya, kenapa dia bodoh sekali. Mana mungkin Mega bisa memanggil nama cowok itu, Mega tidak sudi!

“Maksudnya Rey, tante.” Mega nyengir kuda.

“Ada. Kenapa? Kamu udah kangen.” ledek Ajeng.

Mega gelagapan. “E—eh nggak tante.”

“Kanjeng mami. Pacarnya Rey bawa keluar kita sarapan sama-sama.” suara Papi Puja terdengar berteriak dari luar. Membuat Mega kaget karena kedua orang tua Puja berfikir jika dirinya adalah pacar cowok songong itu.

“Emang tugas Papi jadi chef udah kelar?” balas Ajeng ikut teriak.

“Nggak boleh kepo. Nanti di kutuk jadi nenek sihir!” suara pria itu membuat Mega tertawa.

“Nggak jadi di kutuk, mana ada nenek sihir cantik. Papi tuh yang kena kutuk ngatain istri sendiri.” balas Ajeng.

“Yah, mami jadi janda muda dong nanti.”

Mega lagi-lagi tertawa mendengar kedua orang tua Puja yang saling melempar lelucon. Mega sekarang tahu dari mana sifat receh cowok songong itu.

“Om sama Tante kok lucu sih.”

Ajeng tersenyum. “Kebanyakan gaul sama Rey.”

Mega terkekeh geli melihat interaksi kedua orang tua itu dengan anaknya. Unik. Membuat Mega merasa iri, ia juga ingin berinteraksi seperti cowok itu dengan orang tuanya. Puja benar-benar beruntung terlahir dalam keluarga yang harmonis. Dan memiliki kedua orang tua yang sama-sama humoris. Melihat sikap Ajeng yang lembut membuat Mega ingin menangis, baru kali ini ia merasakan kasih sayang seorang ibu. Ternyata seperti ini yang selalu dirasakan oleh cowok songong itu. “Sayang, kenapa kamu nangis? Rey ada salah?”

 Dia Rey PujaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang