14. Got Shot

10 2 0
                                    

Setelah sarapan selesai Puja mengantar Mega untuk pulang.

Namun di jalan Puja terus saja menatap ke arah spionnya. “Meganthropus, pegangan. Gue mau ngebut!”

“Heh, cowok songong. Lo  ‘kan tau gue gak bisa dibawa ngebut.”

“Udah cepetan, jangan banyak protes. Gak ada waktu lagi!” kali ini nada suara Puja berbeda dari sebelumnya seperti tidak ingin di bantah.

“I, iya. Iya.” seru Mega segera. Dengan terpaksa Mega melingkarkan kedua tangannya di perut cowok itu. Merasa canggung luar biasa, namun mencoba untuk tidak peduli.

Detik berikutnya, Mega memejamkan matanya rapat sewaktu Puja menaikkan laju motornya membelah jalanan. Dapat Puja liat dari kaca spionnya geng dari anggota musuhnya masih berusaha mengejarnya. Namun semakin kesini anggota geng itu mulai mendekat dan semakin mendekat.

“Woy Puja, asal lo tau. Mau lo ngebut atau pelan, gue bakal tetep pepet motor lo  ja, ” teriak salah satu anggota geng itu yang bernama Tito. 

Mega yang mendengar teriakan itu menoleh ke belakang mencoba melihat. “Cowok songong sebenernya ada apa sih?”

“Kenapa mereka ngejar kita?”

“Pegangan ya,  ga.” teriak Puja. Kali ini ia tak kembali memanggil Mega dengan sebutan manusia purba melainkan nama gadis itu.

Puja kembali menarik pedal gas, melaju sangat kencang. Spontan Mega mencengkram jaket cowok itu. Tidak mau kalah anggota geng itu terus mengejar sampai mereka bersisian. Saling berdampingan, namun saat salah satu dari anggota itu ingin menendang motor Puja, Puja lebih dulu menepisnya dengan kaki kanannya.

Tak kehabisan akal geng yang membawa motor paling depan langsung saja membelokkan ke kiri, memotong jalannya motor Puja. Hal tersebut membuat Puja spontan mengerem motornya hingga menimbulkan decitan keras, bahkan sampai mengepulkan asap.

Akhirnya mau tidak mau Puja harus melawan mereka. Ia mematikan mesin motornya lalu turun disusul Mega yang merasa ketakutan.
Puja menyuruh Mega untuk berlindung di belakangnya, gadis itu menurut.

Kini Puja berdiri di hadapan 10 orang ini dari Anggota geng musuh yang selalu membuat onar. Namun matanya tak melihat pemimpin dari anggota geng itu.

Puja melangkah mendekat. “Mana ketua lo? Gak berani ngelawan gue?”

Puja berdecih, meludah yang hampir mengenai sepatu salah satu dari anggota geng itu. “Pengecut!”

Tanpa perlu di suruh, para anggota geng itu langsung saja maju menerjang berniat menyerang Puja dengan sumpah serapahnya.

“Bacot lo berengsek !”

“Berani-beraninya dia ngatain bos kita !”

“Sikat ! Jangan kasih ampun !”

Mereka semua membawa senjata tajam, dari mulai pisau lipat, celurit, golok, bahkan ada yang diam-diam membawa pistol.

Dengan kecepatan kilat, Puja mengelak dari pukulan bahkan serangan, ia mencoba merebut beberapa senjata setelah merebutnya segera ia lempar sembarang arah. Para anggota itu sudah lumayan banyak yang berjatuhan hanya masih tersisa tiga anggota.

Memutar badannya ke depan, Puja menyikut perut salah satu anggota geng itu cukup keras. Cowok itu mengerang kesakitan, membuat dua anggota lainnya langsung berlari hendak menendangnya. Namun gerakan itu dapat di baca oleh Puja dengan cepat Puja langsung menarik Mega membuat gadis itu berteriak kaget. Ia mengangkat tubuh gadis itu menyuruhnya untuk menendang sisa dua lawannya.
Kaki Mega menendang kedua anggota itu tepat mengenai kepala dan perutnya.

Puja kembali menurunkan tubuh Mega. “Jangan jauh-jauh dari gue.” perintah Puja sekali lagi.

Melihat kejadian itu, anggota satunya yang terkapar mulai menggeliat bangun. Kembali menyerang Puja ia menghujani beberapa pukulan namun dengan mudah Puja menangkisnya. Pukulan demi pukulan terus Puja tangkis namun saat pukulan terakhir, Puja tak sempat mengelak dan mengenai pipi kirinya.

Tubuhnya sedikit terhuyung ke belakang. Ia menyeka darah segar yang keluar dari sudut bibirnya. Merasa emosi karena berani memukul pipinya. Puja tak tinggal diam, dia langsung mengayunkan kaki kanannya ke arah anggota itu tepat pada pinggangnya yang berhasil menimbulkan bunyi ˝Krak˝ persis seperti bunyi tulang yang retak.

Akhirnya semua geng itu tumbang.
Puja menepuk dan mengibaskan jaketnya yang sedikit kotor. Ia terengah, tatapannya tertuju ke arah Mega mereka saling menatap dengan senyum. Mega merasa lega Puja berhasil menang.

Namun tanpa mereka berdua sadari salah satu dari geng itu beringsut, mencoba meraih pistol yang tergeletak tak jauh darinya. Satu peluru meluncur ke arah Mega. Suara tembakan terdengar membuat Mega menutup mulutnya tak percaya. Sekarang tubuh tegap Puja ada di hadapannya menghalangi tubuh Mega agar tak tertembak.

Tubuh Puja terjatuh terjerembab dengan satu kaki yang menumpu. Tangan kirinya menahan tubuhnya sedangkan tangan satunya memegang perutnya yang terkena tembakan. Air matanya langsung lolos begitu saja. Tak percaya dengan kejadian yang dilihatnya. Puja dengan sengaja menerima tembakan itu demi menyelamatkannya? Cowok songong itu berusaha melindunginya?

“Bodoh lo ja ! Lo bodoh Puja !!” maki Mega dalam hatinya. Ia tak tahan untuk tak menangis. Segera ia memangku Puja yang sudah tak berdaya, salah satu tangannya ikut menekan luka tembakan itu mencoba agar darahnya tidak keluar lebih banyak.

“Cowok songong bangun.” ucap Mega dengan suara bergetar.

Namun sekuat tenaga Puja mempertahankan kesadarannya, tetap saja rasa sakit itu membuat kesadarannya perlahan menghilang.
Bahkan ia tak peduli dengan tangan bahkan pakaiannya yang sudah banyak bercak darah. Mega tak mampu berkata-kata lagi.

Tangannya yang bergetar meraih handphone yang ada di saku baju Puja dan menelfon salah satu teman yang ada dikontak cowok itu yang bernama Gibran, sedangkan di seberang sana Gibran kaget dia langsung mengabari semua anggota gengnya dan cepat-cepat menuju ke sana. Mega kemudian menghubungi ambulance.

Mega kembali menundukkan kepalanya dengan air mata yang terus menetes.
“Cowok songong lo harus bertahan, gue gak mau kehilangan lo. Lo ‘kan leader The Prince pasti kuat. Meskipun lo songong sama nyebelin tapi tetep aja jangan kayak gini. Gue mohon bangun.”

Perlakuan Puja yang selalu membuatnya tersenyum dan melupakan kesedihannya sejenak, membuatnya menangis tanpa henti. Bahkan suara Puja seakan kembali terngiang di telinganya.

“Tenang! jangan panik! Ada gue”

“Sorry, gue gak bisa biarin lo pulang sendiri, orang gue yang tadi ngajakin bareng masa pulangnya lo sendiri? ”

Meganthropus! ”

“Kenapa emangnya? Unik–kan panggilan gue ke lo.”

“Lo pasti belum makan, makannya gue beliin. Baik banget kan gue?”

Tangis Mega tak berbendung lagi, ia sudah mengguncang tubuh Puja berteriak meminta cowok itu untuk bangun. Sekarang jika terjadi sesuatu yang tidak-tidak gimana?

Mega tidak siap, bagaimana nanti hari-harinya jika tak ada lagi cowok songong yang selalu mengusiknya? Bagaimana jika tak ada lagi cowok tengil yang selalu membuatnya bahagia dengan cara sederhana?
Hari itu adalah hari yang sangat Mega sesali, Mega benci, semua bercampur menjadi satu. Intinya Mega takut kehilangan cowok songong itu.

Author Note:

Gimana sama part kali ini?
Siapa yang sedih? Siapa yang nangis?

Ada kemungkinan Puja meninggal?
Ikutin terus alurnya dan jangan lupa vote, komen dan share cerita ini.
Thanks for reading 😚

 Dia Rey PujaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang