Extra Part

23.7K 1.1K 41
                                    

Happy reading ❤️❤️

"Halo manis," goda Rama menghampiri Arum yang tengah memasak.

Arum menoleh sekilas, "kamu belum mandi ya, Mas?" Arum bertanya seperti itu, sebab Rama masih mengenakan kaos oblong seperti yang kemarin.

Rama hanya tersenyum, "aku mandi dulu ya, Yang. Jangan kangen." Rama memberikan kecupan sekilas di pipi Arum dan melengos begitu saja.

Arum sempat terkejut, "ihh! Mas Rama," geram Arum.

"Assalamualaikum." Bi Jumi datang dengan membawa beberapa barang belanjaan.

"Waalaikumsalam. Bahan-bahan yang saya minta udah semua, Bi?" tanya Arum sopan.

"Udah kok, Non."

"Bi Jumi, 'kan Arum udah bilang, panggil Arum aja, gausah pake embel-embel Non."

Rasanya Arum seperti kembali ke masa-masa dimana ia bersama Bi Ijah. Ah! Arum jadi merindukan wanita itu, kira-kira bagaimana ya kabar Bi Ijah sekarang?

"Maaf, Rum. Bibi suka kelepasan. Maaf ya, Rum."

Arum tersenyum, "yaudah, Bi. Makasih ya," ujar Arum.

"Sama-sama, Rum."

"Ngomong-ngomong, emang bahan segitu banyak, buat apa, Rum? Maaf kalo Bibi ga sopan nanya-nanya." Bi Jumi mempertahankan bahan-bahan itu.

"Arum cuma mau bikin kue aja, Bi. Pengisi waktu luang di rumah, buat cemilan juga."

Bi Jumi mengangguk.

"Bibi kagum sama kamu, Rum. Udah cantik, soleha, pinter masak lagi."

"Bibi bisa aja. Makasih ya, Bi." Arum mengibaskan tangannya malu.

"Hehe, sama-sama. Eh, udah, Rum. Bibi aja yang masak, 'kan kamu majikannya."

"Engga, Bi. Arum juga mau masak. Gini deh, bibi tolong potongin wortelnya ya, Arum mau numis bumbunya dulu nih," usul Arum.

Bu Jumi mengangguk. "Siap, Rum."

Setelah berkutat lama di dapur, akhirnya makanan untuk sarapan pun sudah siap. Arum dan Bi Jumi langsung menyiapkannya di meja makan.

"Loh, anak-anak kemana, Mas?"

Rama yang tengah berkutat dengan ponselnya itu menoleh.

"Sebentar lagi juga turun mungkin."

Rama berdiri dan menyodorkan dasinya ke Arum.

"Pakein," rengek Rama.

Arum menahan tawanya, jika Rama sudah bertemu Arum, entah kenapa, pria itu langsung berubah menjadi sangat manja.

"Mas, ih, kebiasaan deh."

Arum mengambil dasi itu dan segera menyimpulkannya di kerah kemeja Rama. Rama mengamati wajah serius Arum dengan intens. Saat tangan Rama hendak memeluk pinggang Arum, Arum bersuara.

"Mas, tangannya," tegurnya.

Bukan tanpa sebab Arum menegur seperti itu, meskipun sudah sah, rasanya Arum tidak suka menunjukkan kemesraannya dengan Rama ditempat yang dilalu-lalangi banyak orang. Apalagi dari tadi, Bi Jumi yang mondar-mandir menyiapkan sarapan.

"Kenapa si? Aku kan cuma mau peluk kamu," rajuk Rama.

"Bukan gitu, Mas. Ga enak, takutnya kalo anak-anak turun, terus liat gimana?"

Rama mengangguk. "Berarti kalo di kamar, mau?" goda Rama.

Pipi Arum memerah seperti kepiting rebus. "Ish, udah ah." Arum telah selesai dengan kegiatannya memasangkan dasi Rama.

Arumi [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang