24

16.6K 1.1K 66
                                    

Happy reading ❤️❤️

Arum berjalan sambil menyeka air matanya, ia tidak mau menangis di pinggir jalan seperti ini. Untungnya Arum membawa uang sehingga ia bisa pulang ke Bogor. Ketiganya berjalan menyusuri jalan setapak trotoar.

"Bunda, kok kita pulang? Kiran 'kan mau main sama ayah." Pertanyaan itu terus saja terlontar dari mulut gadis kecil itu. Kirana yang tadi sedang bermain tiba-tiba langsung diajak pulang oleh Arum.

"Bunda kok diem. Emang kenapa bun kita pulang?" Anak itu menggoyang-goyangkan tangan Arum.

"Dek, nanti kakak yang jelasin ya. Sekarang Kiran diem dulu," kata Kia.

Kirana langsung menutup mulutnya. Arum menoleh menatap putrinya itu kemudian matanya tertuju pada warna kebiruan di lengan Kirana. Karena kulit Kiran yang putih membuat warna tersebut kian mencolok.

Arum menghentikan langkahnya dan memegang lengan Kirana yang membiru.

"Kiran kenapa? Kok bisa biru gini tangannya?" tanya Arum sarat akan khawatir.

"Tadi ada tante yang nyubit Kiran, bun." Kirana hendak menangis saat mengingat kejadian tadi.

"Tante?" tanya Arum heran.

"Tadi Kiran lagi kejar-kejar kucing, terus Kiran ga sengaja nabrak tante itu bunda, terus tante itu malah nyubit Kiran," jawab Alya.

Setelah mendengar cerita putrinya, Arum yakin jika orang itu adalah Susan. Arum tau betul bagaimana karakter perempuan itu.

"Tapi sakit ga? Nanti bunda obatin ya." Arum mengelus pelan pipi Kirana.

Kirana menggeleng, "engga kok bun, gapapa kok. Kan Kiran kuat."

Arum terkekeh pelan dan mengusap kepala Kirana. Kehadiran Kirana merupakan anugerah terbesar untuk Arum. Kirana itu seperti obat yang akan selalu mengobati luka Arum.

Sebuah mobil yang menepi tepat di sebelah mereka membuat langkah ketiganya terhenti. Perlahan kaca mobil itu terbuka dan menampilkan wajah yang dikenal.

"Mas Lukman?" tanya Arum terkejut.

Lukman turun dari mobilnya dan menghampiri mereka.

"Syukurlah aku nemuin kalian. Kalian baik-baik aja 'kan? Kalian sedang apa di pinggir jalan gini? Bukannya kalian harusnya bersama Rama?" tanya Lukman beruntun.

"Mas Lukman tau darimana kalo Arum ke Jakarta?" tanya Arum.

Kia berdehem, "hm, Bunda, sebenernya Kia yang udah ngasih tau Om Lukman."

Arum menoleh, "kamu?"

Kia mengangguk sambil tersenyum tidak enak.

"Maaf bunda," kata Kia.

Arum menghela napas. Ternyata sebelum keberangkatan mereka ke Jakarta, diam-diam Kia mengabari Lukman perihal kepergian mereka ke Jakarta.

"Loh kok mata kamu sembab? Kamu habis nangis?" Lukman menelisik kedua mata Arum yang nampak membengkak.

Arum menunduk, "engga kok, Mas," sergahnya.

"Engga gimana? Jelas-jelas kamu habis nangis."

"Apa ini semua karena Rama?" tebak Lukman.

Mendengar nama itu membuat Arum mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Saat-saat dimana Rama menjelek-jelekkan dirinya. Arum terisak pelan dan mengangguk.

"Gini aja, sekarang kita pergi dulu aja dari sini. Kita cari tempat yang pas untuk bicara!" ajak Lukman.

***

Arumi [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang