23

16.4K 1.1K 82
                                    

Happy reading ❤️❤️

Arum menatap rumah besar dihadapannya dengan sesak, setiap kali ia melihat rumah itu, bayang-bayang kusut itu selalu memenuhi pikirannya.

"Kita cuma sehari 'kan bun disini?" bisik Kia sebal. Jika bukan karena permintaan adik dan bundanya, ia juga tidak sudi untuk kembali ke neraka ini.

Arum mengangguk. "Iya."

"Ayo masuk." Suara Rama membuat mereka menoleh.

Mereka mulai memasuki rumah itu. Kirana berdecak kagum saat sudah sampai di dalamnya. Kirana langsung berlari menuju sofa di ruang tengah.

"Bunda, sofanya empuk banget, pasti enak kalo tidur disini. Beda sama dirumah kita bun, tidurnya di lantai doang, terus badan Kiran sakit-sakit," kata Kirana polos. Bahkan anak itu sampai loncat-loncatan diatas sofa tersebut.

Arum meringis melihatnya. Ia melayangkan tatapan tidak enak kepada Rama.

"Kiran, turun! Duduk yang sopan!" kata Arum tegas.

Kirana menghentikan aksinya dan mulai duduk tenang.

"Maafin Kiran ya, Mas. Nanti aku bersihin sofa kamu." Arum tersenyum canggung.

Rama tertawa pelan. "Kiran juga anak aku Rum dan ini rumahnya juga. Jadi, Kiran bebas mau melakukan apapun di sini."

Rama menatap Kia. "Sekarang anak ayah yang satu lagi juga sudah besar ya."

Rama merentangkan kedua tangannya, "Kemari Kia, ayah mau peluk. Ayah kangen banget sama kamu."

Bukannya luluh Kia malah membuang muka sambil berdecih.

Rama tersenyum masam sambil kembali menurunkan kedua tangannya.

"Bunda, Kiran mau main ya. Boleh 'kan?" izin Kirana.

Arum mengangguk. "Jangan jauh-jauh ya. Jangan sampai keluar gerbang, cukup di halaman rumah aja!"

Diam-diam Rama tersenyum menyaksikan itu, dirinya jadi tak sabar untuk memiliki Arum. Bagaimana ya rasanya diomeli seperti itu, pasti akan sangat lucu melihat Arum mengomel kepadanya nanti. Tanpa sadar Rama terkekeh pelan.

"Siap, bunda!" Kirana langsung berlari ria menuju ke luar.

"Oh iya Rum, aku udah siapin kamar buat kamu, serta Kirana dan Kia." Rama melebarkan senyumnya.

Kia mendelik. "Gausah! Kita cuma sehari kok disini."

Rama tersenyum, "iya ayah tau, tapi kalian 'kan juga harus istirahat."

"Rum, kamu mau kamar sendiri atau bareng-bar--,"

"Bareng-bareng aja. Bunda, Kia, sama Kiran dikamar yang sama," sela Kia.

Lagi-lagi Rama tertawa. "Oke. Ayo saya antar."

Arum dan Kia mengikuti langkah Rama dari belakang. Mereka telah sampai disebuah kamar yang berada di lantai dua. Kamar dimana Arum dulu tinggal. Mereka berdiri di depan pintu, menunggu ucapan Rama selanjutnya.

"Gapapa 'kan kamu di kamar ini lagi?" tanya Rama.

Arum mengangguk, "gapapa, Mas."

"Iya udah kalian masuk aja dulu, istirahat. Aku mau buatin minuman untuk kalian."

"Mas." Suara Arum mengurungkan niat Rama melangkah. Rama memutar tubuhnya dan menatap Arum.

"Ada apa? Kamu butuh sesuatu?" Rama mengangkat sebelah alisnya.

"Susan dimana? Aku mau ketemu sama dia, Mas." Arum penasaran dengan keadaan Susan. Apakah kini semakin membaik atau malah memburuk.

Rama mengusap tengkuknya. "Ehmm nanti ya. Susan lagi istirahat sekarang, nanti aku akan pertemukan kalian," alibi Rama.

Arumi [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang