6

25.3K 1.4K 65
                                    

Arum membuka matanya, ia merasa asing dengan kamar yang ia tempati sekarang, Arum mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Lalu pandangannya mengabur, air mulai mengalir dari kedua matanya.

Arum meremas selimut yang menutupi seluruh tubuhnya yang polos, terisak pelan. Ia juga merasakan perih di bagian intinya, Arum melirik sprei kasur dan terdapat bercak darah di sana yang menambah rasa sesaknya.

Suara gemericik air terdengar dari kamar mandi di kamar tersebut, mungkin Rama, pikir Arum. Tanpa peduli dengan rasa sakitnya. Arum memungut pakaiannya yang tercecer dan memakainya, lalu berjalan ke kamarnya dengan langkah tertatih.

Setelah sampai di kamarnya, Arum langsung menangis, tidak kencang. Namun menyiratkan kepedihan yang mendalam atas lukanya itu. Ia bercermin dan melihat betapa hancur dirinya.

Berusaha untuk meredam tangis, Arum memutuskan untuk mandi.

Beberapa menit berlalu, Arum sudah selesai dengan kegiatan mandi itu, ia juga telah menggunakan pakaian. Ponselnya yang berada di atas kasur bergetar. Ia segera mengambil ponsel jadul ketikan tersebut. Tertera nama bunda Dian disana.

"Halo, Assalamualaikum. Sayang." Suara lembut seorang wanita terdengar dari arah sana.

"Wa-waaikumsalam, Bun," jawab Arum dengan suara bergetar.

Merasa ada yang janggal dari suara Arum Dian bertanya, "kamu ga kenapa-kenapa, Sayang?" tanyanya cemas.

Arum terdiam, berpikir, ia akan mengatakan semuanya pada bunda Dian tentang apa yang baru saja ia alami.

"Bun, sebenarnya Arum baru aja--," Sebelum ia menyelesaikan ucapannya, ponsel yang ia genggam sudah terlebih dahulu melayang, Rama lah pelakunya. Entah sejak kapan Rama sudah di sana.

Rama membanting ponsel Arum dengan kencang hingga hancur tak berbentuk. Arum menatap Rama terkejut.

Lalu tanpa perasaan Rama menampar pipi Arum hingga sudut bibir Arum mengeluarkan darah. Rama menjambak rambut Arum yang membuatnya mendongak.

"M-Mas, Arum mohon lepasin, Mas. Sakit," pinta Arum.

"KAMU BODOH APA GIMANA SIH? SAYA UDAH BILANG JANGAN PERNAH BERANI NGADU KE SIAPAPUN. KAMU MAU SAYA BAKAR PANTI GEMBEL KAMU ITU?" sentaknya kasar.

Rama mendorong Arum hingga kepala Arum terbentur tembok. Untungnya tidak terlalu keras, karena Arum juga menjaga keseimbangannya.

Rama menarik tangan Arum kasar, dan memaksanya untuk berdiri.

"Cepetan sana! Kamu kerjain pekerjaan rumah, lalu masak untuk makan malam!" perintahnya kasar.

Arum mengangguk patuh dan segera pergi dari sana untuk mengerjakan pekerjaan rumah.

Waktu pun berlalu, sekarang ini jam telah menunjukkan pukul 8 malam. Arum tengah menyiapkan makan malam. Di meja itu terdapat Susan dan Rama.

Arum ingin mengambil piring untuknya dan Kia, Rama bersuara hingga ia menghentikan kegiatannya itu.

"Jangan makan di sini!" Perintah Rama.

Arum mengangguk, "I-iya, Mas, Arum juga mau bawa ke kamar aja," ujarnya sambil menunduk.

"Jangan pake lauk di sini!"

Arum memandang Rama dengan pandangan bertanya.

"Terus, Arum sama Kia makan pake apa, Mas?"

Rama mengangkat bahunya Acuh, "mana saya tau," ucapnya.

"Tapi 'kan, Mas, Arum udah beberes rumah sama masak juga," ungkapnya.

Arumi [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang