ILYS part 9

91 7 14
                                    

Halo🖐up lagi nih. Siapa yang masih penasaran banget sama cerita gaje author ini?! Hayo angkat tangan☝😁. Di part ini akan ada kejutan loh, masalalu dari Shafa akan hadir nih. Yang mau tau, silahkan terus ikuti cerita ini. Bisa kalian tambahkan ke perpustakaan kok🤗🤭. Jangan lupa vote dan komennya ya😎 karena jujur nih, author harus meluangkan waktu untuk nulis kelanjutan cerita ini, biar kalian gak penasaran.

Jika ada typo, silahkan kalian beri komentar dan kritik yang membangun. Apabila ada kata kurang pas, atau kesalahan lainnya. Tapi, author mohon untuk tidak mengkritik secara kasar ya, kalo bisa jangan pedas lah😥😪karena yang pedas dan enak cuma sambel😁✌.

No copy paste! Hargai sesama penulis!

Satu jam sudah Shafa menemani Alif di ruang tamu, dan Alif pun tampaknya sudah terlelap di pangkuan ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Satu jam sudah Shafa menemani Alif di ruang tamu, dan Alif pun tampaknya sudah terlelap di pangkuan ibunya. Shafa mengelus-ngelus puncak kepala Alif, senyumnya mengembang karena bahagia. Kehadiran Alif di hidupnya adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa dan Shafa amat mensyukuri itu.

Hamidah menghampiri Shafa yang tengah memandang wajah Alif, di lihatnya manik mata Shafa yang tengah berkaca-kaca menahan tangis. Hamidah iba, bagi seorang ibu seperti dirinya pasti paham dengan apa yang tengah dirasakan Shafa. Hamidah duduk di samping Shafa, mengelus-ngelus pundak anak perempuannya, memberinya kekuatan. Shafa menoleh, dan memeluk ibunya. Erat. Air bergulir jatuh membasahi pipi mulusnya, Shafa terisak.

"Yang sabar ya nak," ujar Hamidah mengelus punggung Shafa. Shafa diam, tak bicara.

Shafa melepaskan pelukannya, tangannya menghapus air yang jatuh dari sudut matanya. Shafa mengangguk dan tersenyum yang terkesan di paksakan. Tangan kanannya terulur untuk menghapus sisa air mata di kedua sudut netra ibunya. Sama- sama seorang ibu, Hamidah dan Shafa saling menguatkan satu sama lain.

"Terima kasih ya buk, Shafa gak tau apa jadinya hidup ini kalau tanpa ibuk. Terima kasih sudah menguatkan aku," ujar Shafa di sela isakannya. Hamidah memandang Shafa, lantas tersenyum dan meraih kepala anaknya, kedua tangannya menangkup kepala Shafa, lalu di kecupnya pelan.

Shafa memandang ke arah ibunya dengan penuh kasih. Sorot matanya seakan menampakkan luka yang amat begitu dalam. Kenangan demi kenangan pahit yang pernah di alaminya seakan kembali berputar di ingatan. Perih, begitu sakit yang ia rasakan. Sekarang apa yang dirasakan Alif begitu sama dengannya. Betapa beratnya hidup di antara orang tua yang tentunya telah bercerai, dan perjuangan ibunya sebagai single parents juga amatlah tak mudah. Kini Shafa merasakan sendiri menjadi seorang ibu yang harus tegar dan kuat dalam menghadapi setiap cobaan yang di berikan Tuhan.

Shafa berdiri, dan mengangkat tubuh Alif. Memindahkannya ke sofa lalu meletakkan bantal ke kepala Alif. Di elus rambut bocah empat tahun itu lalu di kecupnya pelan pucuk kepalanya.

Shafa memandang Hamidah, lalu duduk di samping ibunya.

"Buk," lirih Shafa, Hamidah menoleh.

"Jalan-jalan yuk buk, aku ingin jalan-jalan sama ibuk dan Alif besok ke wahana dan tempat wisata lainnya," ajak Shafa, tanpa berpikir panjang Hamidah mengangguk setuju.

Shafa memandang lekat wajah Hamidah dan sangat terharu akan keantusiasan ibunya.

Hamidah berdiri, menghampiri Shafa.

"Ayuk, tidur dulu. Ibuk yakin pasti kamu kecapekan. Alif pindahkan ke kamar saja," ujar Hamidah berlalu, melangkah ke dalam kamar.

Shafa menurut, lalu mengangkat tubuh Alif menuju kamarnya dan menempatkannya di atas kasur. Tangannya meraih bantal, lantas di letakkan di atas kepala Alif dan bersiap tidur di samping bocah empat tahun itu.

    🍁🍁🍁

Sore telah tiba, Shafa yang telah terbangun, mengeluarkan baju dari dalam koper dan menatanya di dalam lemari. Satu-persatu pakaiannya ia tata dengan sedemikian rupa, hingga pekerjaannya memindahkan pakaiannya telah selesai.

Jam dinding menunjukkan pukul empat sore. Shafa beranjak dan melangkah ke luar halaman rumahnya. Matanya mengedarkan ke setiap lingkungan rumah, di perhatikannya Hamidah yang tengah sibuk dengan aktivitasnya, ibunya terlihat cekatan memegang alat jaring petik buah di tangannya.

Satu, dua, dan seterusnya.

Beberapa Buah mangga sudah berhasil di petik, Shafa menghampiri Hamidah yang tengah menaruh buah mangga yang di petiknya ke dalam wadah plastik agak besar.

"Ibu, kenapa tidak menyuruh Shafa saja yang memetiknya," ujar Shafa.

"Lah, wanita tua seperti ibuk harus banyak bergerak, jangan malas. Biar sehat. Anggap saja olahraga," ujar Hamidah santai seraya tersenyum.

Shafa duduk di samping ibunya. Di perhatikannya peluh yang menetes di wajah tuanya, tangan kanan Shafa terulur, mengusap keringat di wajah Hamidah. Shafa merasa iba melihat ibunya harus hidup seperti ini. Seharusnya, di usianya yang sudah senja Hamidah memiliki seorang yang bisa ia andalkan. Ya, seharusnya Hamidah menikah, bukan malah seperti ini. Membesarkan anak  seorang diri itu bukan perkara mudah. Hamidah yang saat itu berusia 25 tahun dan memiliki seorang putri dari pernikahan sebelumnya, memilih untuk tidak menikah lagi. Memikul beban dan tangguh jawab yang ia emban sendiri. Tanpa hadirnya seorang suami, dan kini Shafa juga merasakannya. Hidup menjadi orang tua single parent.

Tit...tit....

Tiba - tiba mobil BMW X6 berwarna silver masuk pekarangan rumah, Shafa dan Hamidah saling memandang dengan bingung. Bertanya-tanya siapa pemilik mobil silver yang tengah memasuki pekarangan rumah mereka. Hamidah dan Shafa berdiri, Shafa lalu menepuk-nepuk halus debu yang menempel di pakaiannya, netranya menatap lekat mobil silver di hadapannya.

Shafa terpaku, ketika seorang laki-laki berbadan atletis, tinggi, dengan hidung mancungnya turun dari mobil itu. Laki-laki tampan itu tampak menyunggingkan senyum ramah padanya dan Hamidah. Lalu berjalan menghampiri Shafa dan Hamidah yang berdiri.

Setelah beberapa tahun mereka tidak bertemu lagi. Kali ini adalah pertemuan pertamanya dengan laki-laki itu. Shafa terdiam tanpa kata, dan segera memalingkan wajahnya ketika laki-laki itu tengah menyalami Hamidah.

Bersambung, tunggu lanjutannya ya🤗

Kira-kira siapa laki-laki yang datang ke rumah Shafa? Harun, Akbar atau Hamzah? Silahkan di tebak ye😁

Terus ikuti cerita ini jika penasaran....🤞




I love you Shafa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang