CH 31

17 2 0
                                    

Mohon untuk tidak copy paste!!! Hargai sesama penulis!!!!

Mohon untuk tidak copy paste!!! Hargai sesama penulis!!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Hamzah selesai membeli soto, kini langkahnya menuju rumah Farida. Akbar celingak-celinguk, menatap rumah sederhana yang nampak sepi. Hamzah melangkahkan kaki sampai didepan pintu, tangannya terangkat lalu diturunkan lagi. Merasa ragu mengetuk pintu. Tiba-tiba ia malah mendengar sayup-sayup suara langkah kaki mendekat. Hamzah memutar tubuhnya, tatapannya lekat menatap Farida yang tengah tertawa riang bersama adiknya, Gio. Langkah Farida terhenti, senyumnya mendadak sirna melihat sosok yang tidak ingin ditemuinya tengah berdiri didepan pintu rumahnya. Hari ini Farida menjemput Gio sepulang dari sekolah madrasah, perempuan manis itu menyempatkan diri untuk terakhir kalinya, karena besok ia harus pergi keluar kota demi membiayai kehidupan keluarganya.

Farida melangkah perlahan, bahkan ia ingin menghilang begitu saja jika tahu ia akan bertemu Hamzah. Setelah ditolak secara terang-terangan beberapa hari lalu, Farida memutuskan menjauhi lelaki itu. Bukan karena ia menyerah untuk mendapatkan hati Hamzah, hanya saja ia masih belum menerima akan perkataan pria itu yang telah menolaknya. Farida merasa ia seperti pengemis cinta.

"Kamu ngapain disini?!" ketus Farida, tatapannya berubah masam.

Hamzah menggaruk kepalanya yang tak gatal, melihat kemarahan dimanik mata Farida membuat Hamzah jadi merasa bersalah karenanya.

"Aku_aku_ingin nganterin soto_nih!" Hamzah mengangkat plastik yang dipegangnya sebagai bukti. Farida mengangguk kaku, lantas membuka pintu dan mempersilahkan Gio dan Hamzah memasuki rumah.

"Silahkan duduk!" masih dengan nada ketus Farida berkata, laki-laki itu menatap Farida dengan ekpresi tak enak hati. Bukan salah Farida jika berkata ketus padanya, salahkan Hamzah yang berkata terus terang dan menyakiti perempuan itu. Hamzah menurut, lantas duduk dikursi. Farida lantas berlalu dan kembali membawa nampan ditangannya yang diatasnya tersusun gelas berisi teh hangat yang disuguhkan kepada Hamzah.

Farida menaruh gelas yang berisi teh hangat ke meja dengan kasar, hingga hampir saja tumpah isinya. Perasaannya campur aduk, kesal, marah, dan juga ada rasa senang melihat lelaki itu. Namun karena rasa kesalnya lebih mendominasi, maka sikap yang ditunjukkan Farida terkesan kasar.

Hamzah dalam diam menatap Farida yang tampak menahan kesal, laki-laki itu sepertinya paham akan kekesalan Farida karenanya.

"Mmm...da, kamu beneran mau balik besok?" tanya Hamzah ragu-ragu takut kena damprat Farida.

"Gak usah kepo!" balasan Farida menohok, tatapannya jengah kepada Hamzah.

"Maaf, aku minta maaf kalau perkataan aku nyakitin perasaan kamu!" Dengan memberanikan diri laki-laki itu menatap kedua bola mata Farida, Farida membuang muka. Takut bersirobok dengan mata bening Hamzah.

"Gak usah merasa sok bersalah, kamu jahat Zah!" ujar Farida menekan kata-kata yang dikeluarkan dari bibirnya. Tatapannya berubah sendu, melihat sumber dari rasa sakitnya ada didepannya membuat dada Farida terasa sesak.

"Da," Hamzah ingin menyentuh telapak tangan perempuan itu yang langsung saja ditepis dengan cepat oleh Farida.

"Gak ada gunanya juga kamu minta maaf!" Farida melipat tangannya didada menatap Hamzah datar, bahkan tanpa senyum sedikitpun yang menghiasi wajah manisnya.

"Da, please! Kamu jangan kayak gini. Aku makin ngerasa bersalah kalau kamu giniin aku. Maafin aku yang nyakitin perasaan kamu Da, aku gak ingin persahabatan kita hancur gara-gara cinta," ujar Hamzah.

Farida mendengkus, bibirnya tersenyum remeh. Perkataan yang dikeluarkan dari bibir Hamzah membuat dirinya merasa sakit hati. Inikah rasanya cinta sepihak? Kenapa Farida sangat menyedihkan sekali?

"Kalau udah gak ada yang perlu dibicarakan lagi, mending kamu pulang Zah," perkataan Farida terkesan mengusir Hamzah.

"Kamu ngusir aku?" Hamzah tak percaya karena Farida mengusirnya.

"Iya, kenapa?!" Sewot Farida, bahkan suaranya naik satu oktaf karena saking kesalnya.

"Aku gak nyangka Da, kamu terlalu dibutakan CINTA, hingga ketika cinta itu tak bersambut kamu malah menyalahkan aku yang menyakiti kamu. Apa bener kamu cinta sama aku Da? Kamu yakin dengan perasaan dalam hati kamu? Kalau kamu memang mencintai aku Da, kamu gak harus kecewa karena aku tolak. Seharusnya kamu berusaha sebisa kamu buat dapetin hati aku, bukan malah bersikap kasar kayak gini!" balas Hamzah membuat Farida menahan tangis.

"Jadi kamu pikir aku pura-pura cinta, gitu? Kamu gak pernah ngelihat seberapa banyak perjuangan aku supaya kamu jatuh hati, kamu pikir aku ngerubah penampilan aku ini buat apa? Buat kamu Zah, selama ini aku sering dibully, merasa kurang pantas bersanding dengan lelaki seperti kamu. Lelaki idaman yang bahkan semua temanku mengidolainya, aku merasa tak pantas karena fisikku tak sesempurna dirimu Zah, kamu pikir perubahanku bukan hal besar bagi kamu? Kamu terlalu buta Zah, sampai kamu gak bisa ngelihat seberapa besar perjuangan aku, dan seberapa banyak hal yang kulakuin buat memantaskan diri berada disamping kamu. Kamu pikir aku mendekatimu karena ingin bersahabat saja? Tidak Zah, aku hanya berusaha mendekatimu hanya karena aku ingin selalu berada didekat kamu," Farida menumpahkan segala unek-unek yang disimpannya bertahun-tahun ini, Hamzah mendadadak tak bisa berkata-kata. Ternyata sedalam ini perasaan Farida padanya.

"Pulanglah Zah, pembicaraan kita berakhir sampai disini. Aku harap gak ketemu kamu lagi," Farida berkata tanpa memandang Hamzah, perempuan itu merasa sakit hati dengan apa didengarnya dari bibir lelaki itu.

"Aku pulang, assalamualaikum," Hamzah berdiri dan melangkah keluar rumah Farida.

Farida menunduk, dadanya semakin sesak. Sudah sejauh ini ia melangkah, namun belum sampai tujuan Farida ingin menyerah. Sangat sulit merobohkan dinding yang dibuat Hamzah, sangat kokoh. Hingga Farida pun tak bisa menembusnya, ternyata membuat laki-laki itu cinta padanya tak semudah apa yang dipikirkan.

"Zah, apa aku masih kurang pantas dimata kamu?" batin Farida. Farida mengerjap, menahan butiran mutiara yang akan keluar dari sudut matanya. Haruskah ia melupakan lelaki itu? Haruskah rasa cinta dalam hatinya ia hapus? Tak mudah menghapus apa yang telah tertulis, dan tak mudah mencabut apa yang sudah tertanam. Begitupun perasaannya, meski ia ingin menghapusnya. Namun tak semudah itu.

Tbc
Kasihan Farida ya? Ada yang pernah ngalamin apa yang Farida rasakan? Tetep semangat ya guys! Masih banyak hal yang perlu diperjuangkan dalam hidup ini, tidak melulu soal cinta.

Terima kasih yang sudah mampir ke ceritaku ya....jangan lupa Vote dan comment

I love you Shafa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang