No copy paste! Hargai sesama penulis!
Selamat malam semua🖐up lagi nih! Makasih ya, buat para reader yang tetep stay di cerita ane😁. Jujur, apalah arti sang author yang receh ini tanpa reader setia seperti kalian. Love you😘😍
Pagi yang cerah, Shafa terbangun lalu beranjak ke kamar mandi, setelah kemarin ia sudah pamit kepada bos dan teman-teman pabriknya, hari ini tepatnya Shafa akan pulang ke kota M, tempat kelahirannya. Setelah melakukan aktivitas paginya dengan mandi dan sholat dhuha, Shafa segera mengeluarkan baju - bajunya di dalam lemari dan melipat pakaiannya serta memasukkan barang- barang yang akan di bawanya pulang ke kampung halamannya.
"Huft, akhirnya selesai juga," ucapnya sambil mengelap keringat yang mengucur di dahi mulusnya. Tangannya menepuk - nepuk, membersihkan debu yang menempel di telapak tangannya.
Sudah siap, Shafa melangkah keluar membawa koper. Langkahnya terhenti melihat Aisyah berdiri di depan pintu. Sorot matanya menunjukkan kesedihan mendalam yang amat sangat, Aisyah mendekat dan menghambur kepelukan Shafa. Baginya Shafa bukan hanya sosok teman, tapi juga yang Aisyah anggap kakaknya sendiri.
"Mbak, hati-hati di jalan ya mbak, jangan lupa berdoa dan kalo ada waktu main - main kerumah," ucap Aisyah sembari menghapus buliran bening yang tiba-tiba jatuh membasahi kedua sudut matanya.
"Iya kamu juga hati-hati ya, mbak sekarang nggak bisa jagain kamu, jangan lupa belajarnya di tingkatkan, biar cepat wisuda dan jangan lupa makan dan istirahat teratur biar gak sakit, sholatnya juga jangan di tinggalkan," Shafa melepaskan pelukannya, tangannya mengelus- ngelus puncak kepala Aisyah dengan sayang.
"Makasih ya mbak. Bakal kangen aku sama mbak," ucap Aisyah terisak.
"Mbak, juga bakal kangen banget sama kamu Aisyah, kalau sempet main ke rumah mbak ya," ujar Shafa menahan tangis, haru atas sikap Aisyah yang sudah mengganggapnya saudara.
Aisyah menyelipkan bungkusan kresek hitam agak besar ke tangan Shafa.
"Buat mbak, di goreng ya, nanti kalo sudah sampai di rumah," ucapnya menahan tangis dan tersenyum.
"Itu keripik udang mentah mbak, kalau kepengin makan, tinggal di goreng aja," imbuh Aisyah.
"Makasih loh ya, mbak terharu banget atas kebaikan kamu Ais," ucap Shafa tersenyum hangat.
"Ini masih gak ada apa-apanya di banding kebaikan mbak selama ini sama Aisyah," ucap Aisyah, tangannya merogoh saku celananya dan mengeluarkan amplop putih kecil berisi uang ratusan.
"Buat jajan Alif mbak," ucapnya menyodorkan amplop putih itu ke tangan Shafa.
"Aduh, Ais. Gak perlu repot begitu," tolak shafa halus, selama ini apa yang di lakukannya terhadap Aisyah memang ikhlas, tak mengharap balasan sepeserpun.
"Udah, terima aja mbak. Lumayan, buat jajan Alif," ujar Aisyah memaksa.
Shafa tersenyum seraya mengelus kepala Aisyah dengan sayang.
"Maksa banget, ya sudah terima kasih adekku yang paling cantik," ujar Shafa memasukkan amplop putih pemberian Aisyah ke dalam tasnya. Aisyah terkekeh mendengar perkataan Shafa.
"Mbak bisa aja deh," sahutnya merasa malu. Shafa berjalan perlahan lalu segera berbalik untuk melambaikan tangan sebagai salam perpisahan.
"Hati-hati di jalan ya mbak," ujar Aisyah ketika bayangan Shafa perlahan menjauh. Shafa menoleh dan tersenyum seraya mengangguk, tanda terima kasihnya untuk Aisyah.
🍁🍁🍁
Perjalanan panjang yang cukup melelahkan telah di lewati Shafa, kini ia telah sampai di rumah sederhana milik Hamidah, ibunya.
Shafa berjalan perlahan seraya membawa kopernya. Saat sudah sampai di depan pintu, tangan kanannya terangkat untuk mengetuk pintu.
Tok...tok...tok....
"Assalamualaikum ibuk,"
Ceklek
Pintu di buka, tampak Hamidah berdiri dengan tersenyum, menyambut kedatangan anak satu- satunya.
"Waalaikumsalam," balasnya.
"Istirahat dulu ya, pasti kamu capek banget," ujar Hamidah membantu membawakan barang-barang yang di bawa Shafa.
"Iya buk, alhamdulillah ya, sudah sampai," ucapnya mengikuti langkah Hamidah ke dalam rumah.
"Kamu sudah makan nak?" tanya Hamidah melirik sekilas Shafa dan menatap lama barang yang sudah di letakkannya di ruang tamu.
"Banyak banget barang bawaanmu nak," ucapnya.
"Iya buk, itu dari temen-temen Shafa yang kasih," sahutnya.
"Kalau ibu kepengin ngemil, ada banyak tuh cemilan yang aku beli. Ada juga yang di beri temen," ujar Shafa membuka bungkusan yang tengah di bawanya.
"Alhamdulillah nak, temen kamu pada baik semua. Kalau ibuk gak minta apa-apa, cukup kamu hadir disini saja, ibuk sudah senang sekali," ucap Hamidah mengelus pundak Shafa, tersenyum hangat seperti biasanya. Shafa menoleh ke arah Hamidah, terharu akan perilaku Hamidah. Netra matanya terlihat sendu, menahan buliran air yang akan jatuh membasahi pipi putihnya.
"Terima kasih ya, buk," ucapnya menahan tangis.
Hamidah hanya membalas dengan senyuman hangatnya.
"Istirahat dulu Shafa, nanti kalau lapar tinggal makan saja. Ibuk sudah memasak makanan kesukaan kamu," balas Hamidah berlalu dari hadapan Shafa. Shafa membalas dengan anggukan.
Shafa beranjak menuju kamarnya, menaruh kopernya di samping ranjang, rencananya sore ini ia akan segera memindahkan pakaian yang di bawanya dari dalam koper ke dalam lemari.
Setelah itu, Shafa segera berganti baju dengan gamis santai sederhana rumahan.
Lantas melangkah menuju sofa dan mendudukkan bokongnya. Tangannya meraih remote control, mencari siaran Tv yang di inginkannya, saat tiba-tiba Alif datang dan menghampirinya.
"Ibuk, jajan," ujar Alif, shafa tersenyum hangat dan meraih tubuh bocah empat tahun itu, lantas mendudukkan Alif di pangkuannya.
"Cium dulu," sahut Shafa mencondongkan wajahnya lebih dekat agar di cium Alif. Tampaknya Shafa sengaja menggoda Alif.
Alif menurut dan mencium pipi kanan kiri ibunya. Shafa menahan tawa, tangannya mencubit pipi Alif pelan. Gemas dengan kelucuan bocah empat tahun itu.
"Manna? Kata nenek ibyuk beli jajan," tagih Alif mengerucutkan bibirnya. Shafa tersenyum dan mendudukkan Alif di sofa, shafa melangkah menuju kamarnya, mengambil cemilan yang di bawanya pulang, lalu kembali menemui Alif yang sepertinya tak sabar menunggu dirinya.
"Nih," shafa dengan telaten membuka bungkusan demi bungkusan cemilan yang di bawanya. Mata Alif berbinar dan tersenyum riang, tangan kecilnya mengambil sepotong nastar kering yang di sodorkan Shafa.
"Enak?" tanya Shafa melirik Alif yang mengunyah nastar, Alif mengangguk dan tetap fokus memakan nastar di tangannya.
Shafa begitu gemas rasanya dengan tingkah anaknya itu, tangannya mengelus-ngelus puncak kepala Alif dengan sayang.
Bersambung😊 tunggu lanjutannya ya
Facebook :@ Nania cembara
Instagram : @tansahelingdd
KAMU SEDANG MEMBACA
I love you Shafa (On Going)
De TodoBagi siapapun yang mengcopy paste isi seluruhnya atau sebagian dari cerita ini. Demi Allah aku gak ikhlas dunia akhirat, jadilah penulis yang hebat dengan mengarang sendiri, bukan dari hasil mencuri! Mohon untuk tidak copy paste!! Hargai sesama penu...