ILYS part 11

90 4 0
                                    

No copy paste! Hargai sesama penulis!

Halo, up lagi nih👋. Gimana nih kabarnya? Apakah masih ada yg tetep stay disini? Selamat tahun baru 2021 ya buat semuanya. Gak nyangka waktu secepat ini berjalan ya? dan harapanku di awal tahun ini...semoga covid segera selesai dan kita juga dalam keadaan sehat semua. Amin🤲

Buat kalian yang selalu mampir dan nunggu up nya...trims banyak ya😍. Apalah arti author yang receh ini tanpa kalian semua...love you😘.

Di malam hari, Harun duduk sendiri di ruang kerjanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di malam hari, Harun duduk sendiri di ruang kerjanya. Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam,  Harun sedang berkutat dengan berkas-berkas penting yang harus di kerjakannya, perusahaannya kini berkembang pesat seiring berjalannya waktu. Harun patut bangga, semua berkat kerja kerasnya selama ini.  Produk baju modern keluaran pabriknya sangat laku keras di pasaran. Buktinya, baru saja di luncurkan beberapa bulan lalu, kini sudah ludes terjual. HSHA grup mampu bersaing dengan perusahaan besar lainnya. Sekarang sudah begitu banyak perusahaan-perusahan lain yang menawarkan kerja sama dengan dirinya.

Brakk....

Halisa menggebrak meja.

Harun terkejut dan sontak menoleh ke sumber suara, menatap Halisa dengan malas.

"Kamu mencoba main- main dengan mama Harun?!" teriak Halisa, suaranya begitu melengking. Meramaikan suasana sunyi. Harun berdiri dari tempatnya, menghampiri Halisa yang berdiri menatap tajam padanya.

"Ada apa ma? Ini sudah malam, tidak seharusnya mama teriak di malam begini," sahut Harun datar tanpa ekspresi.

"Mama sudah bilang sama kamu! Jauhi perempuan itu!" ujar Halisa marah, Harun hanya diam seraya menatap Halisa dengan ekpresi yang tak dapat diartikan.

"Aku gak main-main kok ma, lagian aku udah dewasa kok sekarang. Aku juga udah punya pendirian sendiri. Sudah cukup atur hidupku!" Balas Harun santai tanpa menoleh ke arah Halisa.

Halisa semakin geram, tangannya terkepal kuat menahan amarah.

Plakkk

Tamparan keras mendarat di pipi mulus Harun, Harun meringis. Menahan sakit, Harun hanya diam menatap ke arah Halisa dengan nanar. Tangan kanannya mengusap-ngusap pipi yg tadi kena tamparan Halisa.

"Berani ya kamu lawan mama! Cuma demi perempuan rendahan itu?! Mama gak habis pikir sama kamu Harun, segitu cintanya ya kamu sama dia?! Banyak perempuan di luar sana yang lebih baik buat kamu! Apakah kamu buta hah?! Kamu kena pelet ya?!" Hardik Halisa, kemarahannya sudah di ubun-ubun.

Harun sudah tak bisa menahan rasa kesal terhadap orang yang melahirkannya itu, Halisa memang sudah keterlaluan kali ini.

"Cukup ma! Jangan hina Shafa lagi! Mama yang keterlaluan banget tau! Shafa sudah banyak menderita gara-gara mama, apa mama masih belum sadar sudah menghancurkan kebahagianku?! Akhiri sampai disini ma, Harun capek sama kebencian mama, mama terlalu berlebihan sekali. Shafa bukan wanita seperti yang mama pikirkan!" Sahut Harun dingin. Tangannya meraih setelan jas yang tersampir di atas sofa dan keluar kamar dengan kesal.

"Kamu mau kemana?" tanya Halisa mengikuti langkah Harun, Harun tetap melangkah tanpa menghiraukan perkataan Halisa.

"Harun, kamu mau kemana sih?" ulang Halisa tetap mengikuti Harun.

"Pergi," singkat Harun tanpa menoleh ke belakang.

"Awas ya! Sekali kamu keluar dari rumah ini. Jangan harap untuk kembali!" ancam Halisa, pikirnya ancaman itu akan berhasil mencegah kepergian Harun. Nyatanya, Harun tak peduli dengan ancaman Halisa dan segera memasuki mobil lalu melajukannya.

"Harun!!!! Harun!!!!!" teriak Halisa memanggil nama Harun, frustasi karena Harun tetap tak mengindahkannya. Kakinya mendadak terasa lemas, Halisa merosot di lantai. Meraung-raung memanggil nama Harun.

Halisa menangis frustasi, kini Harun benar-benar pergi dari rumah mereka.

      🍁🍁🍁

Harun meraih knop pintu, dan membuka apartemennya dengan menekan tombol password.

Ceklek

Pintu telah terbuka, dengan wajah lelah, Harun berjalan gontai menuju kamarnya.

Harun menaruh jasnya asal, dan mendaratkan bokongnya di sofa empuk, tangannya meremas rambutnya ke belakang, frustasi.

"Arghhh!! Sial! Kenapa mama masih belum berubah! Masih saja ikut campur urusanku!" gumam Harun pada dirinya. Tangannya memukul badan sofa dengan geram.

Harun lantas merogoh ponsel yang di taruh  di saku celananya. Lampu layar ponsel tampak menyala, setelah Harun membuka layar kunci di ponselnya. Harun menatap lama, di sana tampak ada beberapa panggilan WhatsAap yang belum terjawab. Harun mengernyit heran, tak percaya dengan apa yang telah ia lihat. Ha? Benarkah? Ini nomor ponsel Shafa. Ada apa dengannya? Mengapa dia menelpon di malam begini? Berjuta- juta tanya ada dalam benak Harun.

"Rupanya dia tidak mengganti nomor ponselnya," batin Harun tersenyum.

Tuuuuttttt

Nada tunggu, Harun dengan sabar menunggu jawaban dari Shafa. Setelah beberapa menit berlalu, Shafa akhirnya menjawab panggilan video dari Harun. Harun tersenyum simpul, di layar yang menampilkan Shafa dan Alif.

"Halo," sapa Harun tersenyum hangat saat di layar ponselnya memperlihatkan aktifitas Alif yang tengah sibuk dengan mainannya. Shafa yang menatap Alif di sampingnya. Mengarahkan Alif untuk melihat ponsel yang menampilkan gambar Harun.

"Alif, lihat ke kamera sayang, tuh ada ayah nelpon," bisik Shafa di telinga Alif, Alif menoleh dan tersenyum. Melambaikan tangan ke arah Harun.

"Kok Alif belum bobok sayang?" tanya Harun saat ponselnya berada di tangan Alif. Alif terdiam beberapa saat, bingung mau jawab apa.

"Macih belum ngantuk ayyah," sahut Alif tersenyum riang, Harun terpingkal melihat tingkah lucu Alif.

"Jangan malem-malem boboknya ya," nasehat Harun memandang wajah Alif.

"Iyya," sahut Alif menoleh ke arah Shafa, sejurus kemudian Alif sudah ada di pangkuan ibunya.

Harun menatap lekat dua sosok yang ia sayangi, rasa cinta itu masih ada untuk Shafa. Meskipun perceraiannya   terjadi beberapa tahun silam.

"Ya udah ya, Alif mending bobok deh," titah Harun menatap Alif dan melemparkan pandangannya ke arah Shafa. Shafa menatap harun kikuk, tak berani menyela percakapan antara anak dan ayah tersebut. Harun lantas tertawa tatkala Alif terlihat mengantuk dan akhirnya tertidur di pangkuan Shafa.

Sama punya rasa namun gengsi, antara Harun dan Shafa tak saling bicara, walaupun panggilan video masih berlangsung. Akhirnya Harun yang berinisiatif menutup telponnya lebih dulu setelah mengucapkan "Assalamualaikum, selamat malam,"

Bersambung, tunggu lanjutannya ya☺. Trims yang sebanyak-banyaknya buat kalian semua yang udah memberi vote serta komen di cerita receh author. Selamat malam🖐

Di publikasikan pada tanggal 8 Januari 2021

Ig @ tansahelingdd
Fb : nania cembara

I love you Shafa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang