I love you Shafa part 4

133 31 37
                                    

No copy paste! Hargai sesama penulis!

Halo my readers up lagi nih lanjutan I love you Shafa. Kali ini akan menjelaskan cerita tentang mantan suami Shafa. Buat yang penasaran silahkan baca sampai tuntas ya😊. Jangan lupa beri vote serta komen atas karya author yang receh ini. Dibutuhkan kritik serta saran yang membangun atas karya author ini. Maaf kalo agak gaje ceritanya.

Selamat membaca🤗


Memang di butuhkan ojek mengingat lingkungan rumah Shafa yang jauh dari jalan raya. Setelah menunggu agak lama sekitar beberapa menit turun bis, ojek yang di pesannya melalui aplikasi datang. Motorpun melaju menuju rumah Shafa.

Setelah perjalanan panjang, akhirnya Shafa sampai di rumah kecil namun asri, di depan rumah terdapat berbagai macam tanaman hias dan beberapa tanaman bunga mawar. Ibunya memang sangat suka menanam, tak heran rumah Shafa terlihat indah dengan pemandangan yang menyejukkan mata. Setelah membayar ongkos kepada ojek yang di tumpanginya. Shafa melangkah pelan memperhatikan setiap sudut rumah yang tak berubah dari dulu, lantai yang di lapisi keramik putih dan satu buah meja dan empat kursi di depan rumah.

Shafa mengedarkan pandangannya, memperhatikan suasana di sekeliling rumahnya, ia tersenyum karena melihat pohon mangganya nampak berbuah kali ini. Musim mangga membuatnya merasa senang. Rencananya ia akan membuat rujak mangga manis kesukaannya dengan beberapa irisan cabai. Membayangkannya saja membuat ngiler rasanya. Shafa mengetuk pintu kayu itu dengan pelan namun dapat di dengar orang di dalam rumah. Dengan tergopoh - gopoh ibunya membukakan pintu untuknya lantas tersenyum hangat seperti biasa setiap menyambut kedatangannya. Hari ini ibu memakai daster motif bunga - bunga dan tentunya jilbab lebar yang selalu di pakainya. Sangat agamis, itulah ibunya.

"Ayo masuk!" serunya mengambil tas yang di pegang anak perempuannya.

"Sana makan dulu, kamu pasti capek banget," imbuhnya menaruh tas Shafa di nakas samping televisi. Shafa menurut ia bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci wajah kusamnya, setelah perjalanan beberapa jam tadi membuat Shafa sangat lelah, Shafa lantas menemui ibu yang menemani Alif bermain di atas karpet tebal di ruang tamu.

Shafa membuka resleting tasnya, mengambil tas kresek hitam agak besar lalu memberikannya pada Alif. Alif tersenyum senang, membuka bungkusan yang di terimanya. Senyumnya langsung terbit melihat mainan kesukaannya. Robot power ranger dan ultraman yang di pegangnya, sejenak ia berbicara sendiri memainkan tokoh robotnya. Shafa tersenyum memperhatikan anak laki - lakinya, tangannya mengelus bocah usia empat tahun itu. Kecupan singkat ia berikan pada anak semata wayangnya.

"Kamu sudah makan?" tanya ibu.

"Belum buk," sahut Shafa singkat.

"Ya udah sana makan dulu, biar ibuk yang jagain Alif," suruh ibu. Shafa mengangguk dan menuju meja makan. Disana sudah terdapat beberapa makanan yang tersaji di meja. Ada ceker ayam pedas, sambal goreng tempe, Abon ikan tongkol, sayur asem dan tentunya sambal terasi kesukaannya. Shafa menyendok nasi serta lauk - pauk yang tesedia, tangannya mengambil sendok dan krupuk di dalam toples. Lalu menyantap lahap masakan ibunya, terasa nikmat. Apalagi memang ia jarang menyantap masakan ibunya. Ibunya memang sangat pandai memasak.


Selesai sudah, Shafa segera mencuci piring bekas makannya dan menaruhnya di rak piring. Shafa segera menemui ibunya dan Alif yang bersenda gurau di ruang tamu.

"Gimana nak, kapan kamu jadi pindah kesini?" tanya ibu menatap wajah anak perempuannya. Shafa memegang tangan ibunya, memberikan kehangatan disana. Ia tahu ibunya sangatlah kesepian disini.

"Beberapa bulan lagi buk, kan kontrak kerjanya belum usai. Nanti Shafa tidak akan memperpanjang kontrak dan pulang kesini. Cari pekerjaan disini saja," ucapnya.

"Syukurlah nak! Kalo kamu jauh ibu suka kepikiran kamu disana,"

"Lah! ibuk gak usah khawatir kok, aku pasti bisa menjaga diri. Malah aku yang khawatir banget sama ibuk yang merawat Alif sendirian," balas Shafa tersenyum menatap wajah tua yang masih terlihat cantik itu.

"Alif gak rewel kan buk?" tanya Shafa menatap anak laki - lakinya yang tengah sibuk memainkan robotnya.

"Nggak kok, Alif penurut dan selalu mengerti neneknya. Mungkin karena ibu sudah tua," sahut ibu tersenyum seraya membelai rambut Alif.

Alif melirik Shafa, mata beningnya menatap manik mata ibunya. Ia menghampiri shafa dan duduk manis di pangkuan ibunya. Shafa tersenyum seraya mengelus - ngelus kepala Alif dengan sayang.

"Ibuk mana oyeh - oyehnya," tagih Alif dengan logat yang masih berantakan. Maklum usianya masih empat tahun, jadi belum fasih. Matanya mengerjap - ngerjap menatap tak sabar ingin mendengar jawaban Shafa. Shafa menoel pipi Alif gemas dengan tingkah lucunya.

Shafa tersenyum dan mengeluarkan beberapa bungkusan oleh - oleh yang sudah dibelinya tadi sebelum pulang dan menyodorkannya pada Alif. Alif tersenyum senang dan membuka bungkusan dengan tak sabarnya. Melihat tingkah anaknya itu membuat Shafa tersenyum geli, dengan sabarnya Shafa membukakan beberapa bungkus keripik kentang, bakpia dan beberapa bungkus oleh - olehnya yang lain.

Ibu antusias dan mengambil bungkus bakpia yang sudah terbuka. Shafa tersenyum melihat ibunya, ia berkaca - kaca merasa sangat terharu akan keantusiasan ibunya. Tak perlu hadiah mewah, terkadang hal sederhanapun membuat kita bahagia. Hanya beberapa bungkus makanan ringan ini membuat kebahagian yang tak terkira di rumah ini.

"Tadi Harun datang ke sini," Shafa menghentikan makannya sejenak, sorot matanya menatap ibunya langsung setelah ibunya menyebut nama mantan suaminya. Setelah perpisahan antara dirinya dengan Harun, Shafa memang tak berkomunikasi dengan laki - laki itu lagi. "Ada urusan apa Harun kesini?" batin Shafa bertanya - tanya dalam hati.

"Dia memberikan uang kepada ibuk, katanya buat kebutuhan Alif. Syukurlah! Harun masih ingat akan kewajibannya," lanjut ibu, ada perasaan tak nyaman dalam hati Shafa mengingat perlakuan Harun padanya.

Harun, laki - laki berusia tiga puluh tahun berasal dari keluarga kaya, di umurnya yang masih muda tatkala itu, ia sudah mempunyai berbagai macam usaha yang bergerak di bidang kuliner. Bahkan sudah ada banyak cabang di berbagai kota. Kesuksesannya membuat beberapa banyak gadis rela untuk mengantre menikah dengannya. Tapi yang namanya kebahagiaan tentu bukan dari banyaknya harta yang berlimpah. Buktinya Harun tak sebahagia yang terlihat, Harun memang laki - laki dewasa namun masih terbilang anak mami. Segala tindakannnya tak lepas dari peran ibu Harun yang terkesan angkuh dan jahat itu.

Pernikahan Shafa dengan Harun juga tak terbilang mulus, yang pastinya di tentang keluarga Harun yang notabenenya melihat dari bebet dan bobotnya, hanya melihat status sosial yang baik yang boleh menikah dengan keluarga itu, dan Shafa merasakan sendiri bagaimana ia di anggap orang asing dirumah Harun. Bahkan kakak ipar dan adik iparnya tak memperlakukannya dengan baik.

Manik matanya berkaca - kaca mengingat kenangan pahit itu. Seharusnya ia tak menikah dengan Harun, laki - laki itu hanya umurnya saja yang matang tapi perilakunya masih terkesan kekanakan dan tak dewasa sama sekali. Bahkan ketika Ny. Halisa memperlakukannya dengan buruk, Harun malah diam dan terkesan tak peduli dengan kelakuan ibunya. Tak ada rasa simpati pada gadis yang dinikahinya itu. Ketika di depan matanya, ibunya menghina dan meremehkan Shafa, tak ada pembelaan dari laki - laki yang di cintainya. Perih.

Karakter Harun juga ternyata sangat buruk, ia keluar masuk club malam. Tiap malam pulang dalam keadaan mabuk, ditambah lagi dengan perilaku buruk lainnya. Kebahagiaan yang di impikan Shafa sirna setelah apa yang di impikan tak sesuai dengan kenyataan yang ada. Pada esensinya, yang namanya kebahagiaan tidak dapat diukur dari banyaknya harta. Hidup sederhana dengan banyak cinta di dalamnya, bisa juga disebut kebahagiaaan.

Bersambung..tunggu lanjutannya ya🙂terima kasih buat yang sudah mampir ke karyaku. Salam sayang dari author😍😘😘😘😘

I love you Shafa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang