ILYS part 10

95 5 0
                                    

No copy paste! Hargai sesama penulis!

Halo👋 up lagi nih. Hayo siapa yang masih tetap stay di cerita receh author? Ngaku🤗. Makasih ya...author sayang kalian😘. Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberi vote serta komen ya....

Hamidah mempersilahkan Harun untuk masuk, Harun mengikuti langkah Hamidah menuju ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hamidah mempersilahkan Harun untuk masuk, Harun mengikuti langkah Hamidah menuju ruang tamu. Walaupun antara dirinya dan Shafa telah bercerai, namun Hamidah tetap memperlakukannya seperti dulu, di saat ia masih menantunya. Sikap ramahnya tak berkurang sedikitpun dengan mantan anak menantunya itu.

Shafa melirik sekilas ke arah Harun, lalu beralih menatap hal lain. Saat tanpa sengaja netranya saling menatap satu sama lain. Sejujurnya, antara shafa dan Harun masih memiliki rasa cinta, namun keadaan yang membuat mereka tak bisa bersatu lagi.

Harun tersenyum tipis memperhatikan mantan istrinya.

"Hai," itu adalah kata pertama yang di ucapkan Harun setelah pertemuan perdananya dengan mantan istrinya.

Shafa tersenyum kaku, meremas- remas jari tangannya. Malu. Itu yang di rasakannya. Jika boleh jujur Shafa masih mencintai laki-laki yang duduk di hadapannya kini.

"Gimana kabarnya?" Harun bertanya lagi, setelah perkataannya barusan tak di balas Shafa.

"Baik," singkat Shafa dengan sikap juteknya. Harun terkekeh, menurutnya sifat Shafa tak berubah sama sekali. Sama seperti dulu ketika ia mengenal gadis cantik berhijab itu.

Beberapa saat kemudian, Hamidah kembali  membawa baki yang berisi toples cemilan dan minuman teh panas untuk Harun.

"Di minum nak," ucap Hamidah ramah. Harun tersenyum, tangannya terulur untuk mengambil teh panas di atas meja.

Harun mengangkat teh panas yang di hidangkan Hamidah, menghirup aroma teh harum buatan mantan mama mertuanya. Matanya melirik Shafa sekilas dan tersenyum tipis tatkala tatapan Shafa sangat tajam padanya.

"Fyuh....fyuh....," bibirnya meniup teh panas di genggamannya, setelah beberapa menit. Lalu menyesap teh panasnya pelan-pelan.

"Alif mana buk?" tanya Harun seraya meletakkan gelas teh panasnya kembali ke atas meja.

"Alifnya lagi tidur, nak Harun," jawab Hamidah, Shafa yang di samping Hamidah hanya diam saja.

Harun membuka tasnya, lalu tangannya mengambil sebuah amplop putih berisi uang.

"Buat biaya Alif buk," ujarnya menyelipkan amplop putih ke tangan Hamidah. Harun berdiri.

"Saya permisi dulu ya buk, mau pulang," lanjut Harun.

"Terburu-buru sekali nak," komentar Hamidah.

"Iya buk, ada kesibukan yang harus di kerjakan," ujar Harun.

"Terima kasih ya, nak," balas Hamidah ikut berdiri.

"Itu sudah tugas saya menafkahi Alif buk, Alif kan anak saya," ujar Harun melangkah pelan menuju mobilnya di ikuti Hamidah.

"Tolong jaga Alif ya buk, lain waktu kalau gak sibuk, saya akan sering mampir ke sini," ucap Harun melirik Hamidah dan melihat Shafa yang tetap tak mengindahkannya.

"Iya nak, Harun. Ibu juga kan neneknya. Pasti ibu jaga baik-baik," sahut Hamidah.

"Terima kasih buk, assalamualaikum,"

"Waalaikum salam," sahut Hamidah.

Sebelum pergi, Harun menoleh ke arah Shafa dan tersenyum tipis seraya melambaikan tangannya. Shafa yang melihat itu, hanya terdiam melihat kelakuan aneh Harun.

Harun membuka pintu mobilnya, dan menutupnya perlahan. Menghidupkan mesin lalu melajukannya.

Shafa hanya menghela nafas, setelah melihat bayangan mobil Harun yang perlahan menjauh. Kilatan mata Shafa mulai berair, peristiwa menyakitkan itu masih belum di lupakannya. Bayangan masa lalu seakan-akan berputar di kepalanya lagi. Shafa memang belum melupakannya, namun di hatinya sudah memberi maaf  kepada orang yang telah menyakitinya.

Hamidah berjalan ke arah Shafa, menatap putrinya dengan sendu. Tangannya menepuk-nepuk bahu Shafa, memberinya kekuatan. Shafa mendongkak, senyum hangat yang di tampilkan Hamidah mampu membuatnya setegar ini. Hamidah baginya seperti malaikat yang di ciptakan Tuhan untuk dirinya.

Hamidah berlalu dan membiarkan Shafa menenangkan perasaaanya, setelah sekian lama Shafa tak berjumpa dengan Harun. Kini laki-laki itu datang. Bukan perkara mudah, menghadapi sang mantan yang menorehkan luka di hatinya. Perlu kesiapan mental, alhamdulillah Shafa kini bisa menghadapi itu. Masalalu memang menyakitkan, tapi dari masalalu kita dapat banyak pelajaran. 

Shafa berdiri, dan melangkah masuk ke dalam rumah.

🍁🍁🍁

Sementara Harun yang sudah sampai di rumah.

Ny. Halisa berdiri di ambang pintu, menanti kedatangan Harun. Harun yang tengah berpapasan dengan Halisa, tak berhenti melangkah. Tetap berjalan memasuki rumahnya, mengabaikan keberadaan Halisa di depannya.

"Kamu menemui perempuan itu lagi ya?!" selidik Halisa menatap tajam Harun. Harun seketika menoleh.

"Bukan urusan mama!" sinis Harun.

"Ingat ya, kalau sampai kamu rujuk lagi dengan perempuan itu. Kamu akan mama coret dari daftar keluarga!" ancam Halisa, bahkan matanya melotot ke arah Harun. Garang.

"Aku gak peduli! Sudah cukup mama ngatur hidup aku," geram Harun

"Aku bukan anak kecil lagi yang harus di atur terus. Dulu aku selalu ngikutin apa yang mama mau, sampai rumah tangga aku hancur. Semua gara-gara mama," ucap Harun frustasi mengingat nasib pernikahannya dengan Shafa.

"Oh! Jadi kamu nyalahin mama! Itu salah kamu sendiri ya. Nyari istri miskin kayak gitu. Malu-maluin aja!" ujar Halisa tanpa beban, membuat Harun semakin naik pitam.

"Cukup ma! Harun capek jadi boneka mama," ujar Harun beranjak pergi dengan kesal. Halisa geram, belum pernah ia melihat Harun akan seberani ini padanya.

"Perempuan itu, cuma bawa sial! Seharusnya dari dulu aku hancurkan!" geram Halisa, Halisa memang sudah sejak dulu tak menyukai Shafa. Alasannya hanya sepele, karena Shafa tak selevel dengan keluarganya. Hanya itu.

Ketika mendengar rencana Harun untuk menikahi gadis berhijab itu, Halisa dengan lantang menolaknya. Namun apa daya, Harun yang memang sudah sangat cinta, tetap menikahi Shafa.

Halisa yang mengetahui itu, menyiapkan segudang rencana untuk membatalkan pernikahan antara Harun dan Shafa. Namun Halisa harus menelan kecewa, ketika Harun malah mempunyai buah cinta dari gadis yang amat di bencinya itu.

"Mama kenapa sih? Kok mukanya kusut gitu?" ujar Gita menghampiri Halisa yang tengah duduk di sofa.

"Kakak kamu bikin masalah lagi!" sahut Halisa.

"Emang kak Harun ngapain?" tanya Gita penuh selidik.

"Mama capek! Pusing kepala!" Halisa melangkah pergi seraya memijit pelipisnya. Pening. Tanpa menjawab pertanyaaan Gita yang memandangnya heran.

Gita hanya mengangkat bahu, lantas duduk di sofa memainkan gamenya yang sempat tertunda tadi.

Bersambung, tunggu lanjutannya ya.

Di publikasikan : 31 desember 2020

@Tansahelingdd

Fb : nania cembara

Jadi di part ini sampai berikutnya akan diceritakan tentang Harun nih... Menurut kalian siapa yang pantas menjadi jodoh Shafa? Silahkan beri komentar ya...

I love you Shafa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang